Bismillahirrahmaanirrahiim.
Baru-baru ini datang sebuah e-mail ke alamat “langitbiru” kami. Isi e-mail ini menanyakan tentang boleh tidaknya membaiat pemimpin ahli bid’ah. Kami akan coba berikan jawaban. Berikut isi e-mailnya.
PERTANYAAN: Assalamu’alaikum ustadz. Afwan saya mau tanya tentang masalah yang cukup serius. Moga ustadz bisa membantu. Beberapa waktu lalu sempat ramai tentang isu baiat kepada sebuah jamaah dakwah di negeri Timur Tengah. Ada pro dan kontra. Ada yang mendukung dan langsung ikut membaiat, ada juga yang menolak. Pihak pendukung beralasan, “Ini kan sebuah Daulah Islamiyah, jadi tunggu apa lagi, hayo segera bai’at. Kalau tidak, nanti kamu mati dalam keadaan jahiliyah.” Ada juga yang berpandangan lain, “Jangan dibaiat, itu kan orang Khawarij, kita gak boleh bai’at orang Khawarij karena mereka ahli bid’ah.” Begitulah pro dan kontra. Ustadz mohon diberi penjelasan sekaligus share untuk pencerahan Umat. Jazakumullah khoiron katsiron atas perhatiannya. (Nurhadi, Depok).
JAWABAN:
Dengan memohon pertolongan dan ilmu kepada Allah Rabbul Jalali wal Ikram, kami memberikan jawaban sebagai berikut:
[1]. Mula-mula harus dibedakan antara pemimpin ahli bid’ah di atas sebuah sistem (manhaj) ahli bid’ah; dan pemimpin ahli bid’ah di atas sistem Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Kedua hal berbeda dan ada dalam sejarah Islam. Para ulama pun menyikapi berbeda.
[2]. Para ulama menjelaskan, bahwa sekte ahli bid’ah yang dikenal sesat dan keluar dari Ahlus Sunnah Wal Jamaah, setidaknya ada 7 kelompok, yaitu: Khawarij, Syiah Rafidhah, Mu’tazilah, Murji’ah, Jahmiyah, Jabbariyah, dan Qadariyah. Sering terjadi kesesatan suatu sekte menular atau dianut oleh sekte-sekte lainnya. Di era modern, kaum ahli bid’ah ini ditambahkan, yaitu: Liberal (orientalisme), Ahmadiyah, Inkarus Sunnah, pengikut Nabi-nabi palsu modern. Para ulama Ahlus Sunnah sepakat bahwa kelompok-kelompok di ataslah yang menyimpang dari Syariat dan keluar dari manhaj Ahlus Sunnah.
[3]. Secara umum, suatu pemerintahan yang menganut paham ahli bid’ah tidak dianggap sebagai pemerintahan Islam, atau pemerintahan berdasar Syariat Islam, tetapi ya dianggap sebagai pemerintahan ahli bid’ah. Karena secara hakiki paham ahli bid’ah bukanlah paham Islam, tapi paham yang menyimpang. Dengan sendirinya kita kaum Muslimin tidak boleh membaiat suatu pemerintahan ahli bid’ah. Jika pemerintahan ahli bid’ah boleh dibaiat, maka kita harus membaiat pemerintahan Syiah Rafidhah di Iran; pemerintahan Syiah Nusairiyah di Suriah; pemerintahan Syiah Shafawiyah di Iran dan Syiah Ubaidiyah di Mesir, pada masa lalu; juga pemerintahan Qaramithah yang sesat dan kufur. Para ulama Ahlus Sunnah sejak dulu sampai kini tidak melakukan hal itu.
[4]. Pemimpin ahli bid’ah di atas sistem Ahlus Sunnah masih memungkinkan dibaiat, dengan asumsi sang pemimpin tidak mengubah sistem pemerintahan menjadi sistem ahli bid’ah. Di zaman Imam Ahmad rahimahullah, pemerintahan Abbassiyah sempat dipimpin Khalifah ahli bid’ah dari kalangan Mu’tazilah. Ketika itu kepemimpinannya tidak di-makzulkan dan Imam Ahmad sendiri menolak memberontak kepadanya. Jadi pemimpin ahli bid’ah di atas sistem Ahlus Sunnah, masih memungkinkan dibaiat.
[5]. Lalu bagaimana dengan pemimpin di atas sistem Khawarij, bolehkah kita membaiatnya? Kalau benar-benar sistem itu memang mengadopsi ciri-ciri Khawarij, maka kita tidak boleh membaiatnya. Justru terhadap ahli bid’ah harus diingatkan, diluruskan, diperbaiki, bukan didukung di atas bid’ahnya. Dulu kaum Haruriyah di zaman Khalifah Ali RA, mereka tidak dibaiat atau didukung; tapi diminta taubat dan kembali kepada manhaj Ahlus Sunnah. Ketika tak mau taubat, mereka diperangi di Nahrawan. Sangat jelas sikap Ahlus Sunnah dari perbuatan Khalifah Ali RA.
[6]. Di antara ciri pemerintahan (kepemimpinan) Khawarij antara lain: a. Menganggap kebenaran di pihaknya, sementara Muslim lain tak berhak atas kebenaran; b. Mengkafirkan kaum Muslimin yang berada di luar kelompoknya; c. Memisahkan diri dari Jamaatul Muslimin dan membuat tafsiran “Jamaatul Muslimin” sesuai versi mereka sendiri; d. Terang-terangan memerangi kaum Muslimin yang lain, setelah sebelumnya menganggap mereka sebagai murtadin; e. Berbangga dengan kekejaman yang dilakukan atas orang-orang yang menyelisihi manhajnya. Hal itu pernah dilakukan kaum Khawarij ketika mereka membantai Shahabat Khabab bin ‘Arrat RA, juga isterinya yang sedang hamil. Mereka dibantai hanya karena berbeda pendapat.
[7]. Perbuatan kaum Khawarij benar-benar menyalahi Syariat Rasulullah SAW, antara lain sebagai berikut: a. Nabi SAW mengutamakan persatuan kaum Muslimin, sedangkan Khawarij mengutamakan perpecahan dan konflik; b. Nabi SAW menerima, mengakui, dan memuliakan orang yang masuk Islam; sedangkan Khawarij merasa gembira dengan menuduh Muslim di luar kelompoknya sebagai kafir dan murtad; c. Rasulullah SAW menyebarkan ilmu, hidayah, akhlak; sedangkan Khawarij menyebarkan pembunuhan, ketakutan, menyalahi janji, kekejaman; d. Rasulullah SAW lembut kepada Ummat, lembut kepada para Shahabat RA; sedang Khawarij arogan, kasar, menumpahkan darah Ummat; e. Rasulullah SAW memerangi kaum kufar, sedangkan Khawarij memerangi sesama Muslim yang berbeda pendapat; f. Rasulullah SAW menepati janji dan tidak berkhianat, sedangkan Khawarij berkhianat demi memenuhi nafsu sendiri. Demikianlah, banyak segi perbedaan antara sifat dakwah Rasulullah dan kaum Khawarij.
Dari semua ini bisa disimpulkan, kita tidak boleh membaiat kepemimpinan (pemerintahan) ahli bid’ah. Baiat terhadap mereka sama dengan mendukung penyimpangan atas Syariat Islam; mengekalkan bid’ah; serta dikhawatirkan baiat itu akan membuat yang bersangkutan ikut memikul dosa-dosa yang mereka lakukan. Nas’alullah al ‘afiyah.
Semoga jawaban ini bisa membantu memahami persoalan yang ada. Mohon dimaafkan jika ada kesalahan dan kekurangan. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin, wallahu a’lam bisshawab.
(Mine).
