Jalan kesesatan bermacam wujud dan coraknya. Alasan-alasan kesesatan juga beragam. Tapi ada satu ciri umumnya (meskipun hal ini juga tidak mutlak; maksudnya kadang kaum sesat tidak selalu demikian).
Ciri umum itu adalah: “Memandang enteng/murah darah kaum Muslimin.”
Ketika seseorang baru pertama masuk Islam, maka ketentuan awal yang berlaku baginya adalah kata-kata Nabi SAW berikut: “‘Ashamu minni dima’ahu wa amwalahu” (terjaga darah & hartanya dariku).
Ini mrupakan ketentuan asasi dalam Islam, sehingga ulama menyebut prinsip HIFZHUN NAFS (menjaga jiwa) sebagai salah satu pilar Syariat.
Berulang kali Allah menyebut dalam Kitab-Nya tentang “qathlun nafs bi ghairi haqqin” (membunuh jiwa tanpa hak).
Meskipun begitu…dalam sejarah Islam, hingga saat ini, begitu banyak nyawa Ummat Muhammad SAW terbunuh secara aniaya.
Fakta-fakta terakhir, lihatlah tragedi Ghaza, tragedi Suriah, tragedi Mesir, tragedi Irak, tragedi Afghan, dll.
Alasan tragedi ini bisa macam-macam, tapi intinya “memandang sepele” darah kaum Muslimin. Jika demi membela seorang Muslim yang terbunuh dipasar, Nabi SAW sampai mengusir satu kabilah Yahudi dari Madinah; lalu bagaimana dengan “pesta darah” Ummat yang sangat mengerikan tersebut?
Seringkali kita menolak aksi-aksi teror kecil-kecilan, tapi kita membiarkan teror besar-besaran (pembantaian Ummat).
Cara termudah mengenali kesesatan adalah dari pandangan pelakunya terhadap DARAH UMMAT. Tidak peduli apakah mereka memulainya dg TAKFIR atau tidak.
Rata-rata kaum sesat brmasalah di sini; akibat kesesatan paham, dada mereka sesak melihat kebaikan Ummat; lalu muncul ide untuk melenyapkan kehidupan “bi ghairi haqqin” (dg cara yg tdk dibenarkan Syariat).
Nas’alullah al ‘afiyah was salamah, fid dunya wal akhirah. Amin.
(Mine).
