* Kami tidak tahu pasti alasan di balik penyusunan kitab fiqih ibadah berjudul “Bulughul Maram min Adillatil Ahkam” karya Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani tersebut.
* Tapi kami tahu bahwa kitab itu menjadi rujukan kaum Muslimin di Al Irsyad, Persis, Pesantren Gontor, dan tentu saja kalangan Salafi. Untuk kalangan NU, kitab ini tampaknya kurang dipakai. Wallahu a’lam.
* Kami hanya mampu membuat analisa berdasar asumsi-asumsi umum saja. Smoga tidak meleset dari kebenaran, amin.
* ASUMSI 1: Ibnu Hajar sangat paham bahwa kaum Muslimin pemahaman fiqihnya tersegmen dalam beberapa madzhab. Jika madzhab Zhahiri dimasukkan, jadi ada LIMA MADZHAB Ahlus Sunnah.
* ASUMSI 2: Ibnu Hajar mengetahui buruknya pengaruh fanatisme madzhab yang kemudian mengoyak KESATUAN UMMAT. Beliau pasti tahu itu. Fanatisme madzhab memunculkan sikap saling mencela, mentahdzir, menyesatkan, melarang nikah dan muamalah, membakar kitab, tidak mau mengambil ilmu, sampai kekerasan lewat tangan-tangan kekuasaan. Pasti Ibnu Hajar tahu realita itu.
* ASUMSI 3: Ibnu Hajar mengetahui bahwa fanatisme madzhab telah membuat ilmu tersebar hanya bagi kelompok terbatas saja. Kaum di luar madzhab tak mau mengambil ilmu dari selain madzhabnya. Padahal asal mula ILMU KENABIAN ITU UNIVERSAL. Seuniversal riwayat Nabi Saw ini: “Balighu ‘anni wa lau ayah” (sampaikan dariku meski sekadar satu ayat saja).
* ASUMSI 4: Ibnu Hajar pasti tahu riwayat shahih, ketika Nabi Saw membedakan tabiat manusia dalam menerima ilmu; ada yang seperti tanah subur (pintar menerima ilmu dan memahami); ada yang seperti tanah kapur (pintar menerima ilmu tapi sulit memahami); dan ada pula seperti tanah pasir (sulit menerima ilmu & gagal faham jua). Bukankah hadits itu menegaskan UNIVERSALITAS ILMU dalam Islam???
* ASUMSI 5: Ibnu Hajar pasti tahu kitab SHAHIH BUKHARI, SHAHIH MUSLIM, SUNAN ABU DAWUD, SUNAN AT TIRMIDZI, dan lain-lain. Bukankah kitab-kitab Sunnah ini diklaim sebagai MILIK UMMAT dan netral madzhab??? Apakah Imam-imam Sunnah itu menampakkan madzhabnya dalam kitab-kitab Shahih/Sunan mereka?
* ASUMSI 6: Ibnu Hajar pasti tahu salah satu perkataan Imam Syafi’i, bahwa: “ILMU ITU ADALAH QALALLAH WA QALA RASUL, selain keduanya adalah zhan (sangkaan).” Hal ini menegaskan bahwa rujukan ilmu para Imam adalah Kitabullah dan Sunnah. Dengan itu pula kita bertanggung-jawab kepada Allah SWT di akhirat nanti.
* Mungkin, dengan pertimbangan-pertimbangan begitu, Ibnu Hajar rahimahullah menyusun KARYA LINTAS MADZHAB, yang bisa digunakan oleh semua kaum Muslimin, tanpa membedakan madzhabnya.
* Seorang alim tentu menginginkan ilmunya TERSEBAR LUAS, menjadi amal jariyah ilmiah di tengah Ummat. Mereka pasti tidak akan rela jika ilmunya HANYA BEREDAR di kalangannya saja. Kita yakin itu.
* Nabi Saw pernah mengatakan: “Al Islamu ya’lu wa laa yu’la ‘alaih.” Hadits ini tidak pernah berubah menjadi “al madzhabu fulan ya’lu wa laa yu’la ‘alaih“.
* Nah itulah, kitab monumental BULUGHUL MAROM MIN ADILLATIL AHKAM lahir dalam kesadaran penyusunnya, tentang pentingnya KEUTUHAN JAMAAH UMMAT. Di atas madzhab masih ada yang lebih utama, yaitu KESATUAN JAMAAH KAUM MUSLIMIN.
* Wallahu a’lam bis shawaab.
(OnCritic).
