Menurut sebagian besar pemerhati politik, nasib PKS bisa hancur. Caranya, mereka kalah telak dalam Pemilu 2014 karena elit-elitnya dijadikan tersangka oleh KPK. Tapi ada juga jalur lain yang memungkinkan PKS bisa hancur, yaitu melalui gerakan eksklusif dari institusi KPK sendiri.
Teorinya begini: Presiden PKS, Luthfi Hasan, sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap oleh KPK. Lalu, Hilmi Aminuddin dan Anis Matta, juga sudah diperiksa oleh KPK. Ada yang mengatakan, kedua tokoh elit PKS itu bisa saja jadi tersangka. Kalau begitu caranya, PKS bisa hancur dari jalur ini.
Clik here to view.

Dihancurkan atau Menghancurkan?
Kalau PKS hancur karena kalah Pemilu, itu masih bisa dimengerti. Setidaknya ada alasan alamiah-nya. Tapi kalau hancur karena gerakan eksklusif KPK, itu urusan lain. Kader-kader PKS dan para pendukungnya, pasti merasa kecewa.
Maka, untuk menyelamatkan PKS…(halah jadi belagak membelain PKS)…mau tak mau PKS harus vis a vis dengan KPK. Caranya, PKS bisa menuntut balik pimpinan KPK dan anggotanya, jika mereka terbukti melanggar hukum juga. Sebagaimana PKS bisa disalahkan, KPK bisa juga dong? Kan katanya equal in law…azas kesetaraan hukum.
Nih…aku kasih satu kata kunci ya PKS…(halah pura-pura baik ya, mau jadi caleg PKS gitu)… tolong kalian pakai kata-kunci ini untuk battle melawan KPK. Baca baik-baik ya…
*=* Ketika PKS melaporkan Johan Budi ke Mabes Polri, karena alasan “perbuatan tak menyenangkan”, salah seorang Ketua KPK, Busyro Muqaddas, mencoba membela posisi Johan Budi.
*=* Pembelaan Busyro dengan mengatakan: “Sebagai Jubir, dia sudah memenuhi hak media dan substansinya standar saja. Kok malah di-KRIMINALISASI, oleh partai lagi.”
*=* Jadi untuk kesekian kalinya, para pimpinan KPK selalu berlindung di balik istilah KRIMINALISASI. Seolah, KPK berhak mengaduk-aduk siapapun dan lembaga manapun, tapi mereka tak boleh disalahkan secara hukum. Kalau ada yang menyalahkan, mereka akan dituduh melakukan KRIMINALISASI.
*=* Sejak era Bibid Samad dan Chandra Hamzah, orang-orang KPK seperti untouchable, karena selalu berlindung di balik istilah KRIMINALISASI itu. Padahal kalau KPK benar-benar paham prinsip equal in law, mereka harus mau menghadapi proses pengadilan. Sangat naif kalau orang-orang KPK tak mau diajukan ke meja pengadilan. Penegak hukum kok phobia proses hukum? Aneh itu kan.
Untuk membantah ucapan Busyro Muqoddas, sebenarnya mudah saja. Tanya kepada Busyro, yang ahli hukum itu: Istilah KRIMINALISASI itu ada dalam ranah isu media atau legal hukum?
Kalau ia berada dalam domain isu media, ya itu tak bisa menghalangi proses hukum sedikit pun kepada pejabat-pejabat KPK. Kalau itu masuk dalam ketentuan hukum, UU apa dan pasal berapa yang memuat ketentuan KRIMINALISASI tersebut?
Sangat aneh, para pejabat KPK sering berlindung di balik isu media, bukan ketentuan-ketentuan hukum yang ada di depan mata mereka. Istilah “kriminalisasi” ini sebuah INOVASI yang pertama kali dirintis oleh Chandra Hamzah dan Bibid Samad. (Tentu, dengan bantuan media-media pendukung manuver politik KPK).
Kami jelas dukung KPK dalam pemberantasan korupsi. Siapa yang mau korupsi merajalela? Tapi KPK juga harus tahu diri dan berpegang pada azas keadilan. Kalau mereka bisa menetapkan warga negara sebagai tersangka, maka warga negara juga berhak menuntut KPK, kalau mereka melanggar hukum.
Kan KPK mengerti azas equal in law…
(Whee-ya).
Image may be NSFW.
Clik here to view.

Clik here to view.
