Quantcast
Channel: POJOK LANGIT BIRU
Viewing all articles
Browse latest Browse all 423

Beginikah Cara Kita Memperlakukan Wanita?

$
0
0

Bismillahirrahmanirrahiim.

Bila lama kita mengarahkan pandangan sejenak tuk mencerna berita-berita beredar, seputar korupsi, kerja KPK, eksistensi partai tertentu di panggung politik; rasanya tak berlebihan bila kita lebih sering mengelus dada, tertunduk lesu, membaca istighfar, dan aneka bentuk sikap kepasrahan.

Banyak sisi dari ruang-ruang media, opini, atau kesadaran publik yang bisa dicerna disini. Lihatlah bagaimana simbol-simbol politik Islam remuk redam, dihempas berita-berita seputar amoralitas. Lihatlah nama ustadz atau tokoh dai semacam menjadi bahan percandaan, olok-olokan. Lihatlah perkara uang negara, yang merupakan amanat rakyat, begitu mudah dimasukkan dalam hitungan-hitungan syahwat kelompok. Termasuk kita juga melihat adanya suatu kesengajaan untuk memukul satu sasaran, dengan harapan banyak pihak (Muslim) yang terkena pantulan pukulannya.

Tapi ada satu sisi penting Saudaraku yang mesti kita bicarakan disini. Ia berkaitan dengan kehormatan ibu-ibu kita, kehormatan isteri kita, kehormatan putri-putri kita. Ya, kita perlu bicara tentang cara manusia masa kini dalam memperlakukan kaum wanita.

Bila diperhatikan dengan teliti dan lebih cermat, engkau akan saksikan betapa kejamnya dunia zaman kini; betapa sadisnya manusia tatkala mengukur nilai wanita; betapa “titik nazhir”-nya kesadaran moral saat berhadapan dengan wanita. Betapa ayat-ayat, dalil-dalil, legitimasi agama dijadikan semacam “kartu domino” untuk mempertaruhkan kehormatan wanita di meja-meja perjudian kehidupan.

Lunglai rasanya hatiku manakala menyaksikan laki-laki kaya, seorang makelar proyek, begitu mudah membagi-bagikan kekayaan kepada wanita cantik; sambil tentu saja dia memungut kenikmatan-kenikmatan syahwati, sebagai buah pengorbanan hartanya. Apa yang tergambar di benaknya tentang sosok wanita? Mungkin -bila dia diberi lisan kejujuran tuk menjawab- dia kan berkata: “Bullshit soal wanita! Mereka tuh pemuas kemaluan doang. Kasih aja dia sekeranjang uang, pasti diam!”

Segitukah engkau menghargai wanita-wanitamu, wahai si kaya? Engkau dilahirkan dari rahim seorang wanita dan menurunkan keturunan wanita juga. Sudikah engkau arahkan hina kata-katamu kepada keluargamu sendiri, wahai si kaya?

Betapa syukurnya wahai laki-laki yang miskin, biasa-biasa saja, tak berharta banyak, sekedar cukup untuk operasional hidup. Bersyukurlah kalian karena dirimu dijauhkan dari godaan besar ini; supaya pada akhirnya engkau tak akan mengutuk wanita-wanitamu.

Betapa perih hati manakala mendengar, seorang berilmu, tokoh besar, semena-mena kepada wanitanya. Tak puas dengan satu dua isteri, dia memperbanyak kesempatan menikmati; termasuk dengan anak-anak yang masih remaja.

Bukan tak boleh demikian, selagi engkau memang perlu dan kuasa melakukan. Tapi ingatlah, masih banyak amanat perjuangan yang mesti engkau emban, untuk membela umatmu; jika engkau masih ingat. Engkau sebarkan kekayaan dimana-mana, demi urusan kesenangan diri ini. Bahkan wajah dan badanmu telah menjadi saksi penyimpangan jalanmu; tapi engkau tak sadarkan diri juga.

Wahai insan, wahai tokoh, wahai yang dipanggil “ustadz besar”. Andai kau sudi, carilah wanita-wanita berumur, yang kesepian, yang menantikan rahmat dan perlindunganmu. Cukuplah kau nikmati jamuan cinta dari yang Allah telah berikan, lalu jadikan kuasa dan dayamu sebagai manfaat atau barakah untuk membantu wanita-wanita itu. Jangan kau mencari anak-anak kecil, sekedar untuk memuaskan nafsu yang membara. Punyailah rasa malu, termasuk malu pada anak-anak itu.

Banyaklah segi-segi perilaku orang zaman kini yang membuat hati bersedih, merasa miris, dan tak kuasa memikirkan, tak daya tuk membayangkan. Entahlah konsep jiwa macam apa yang menjadi acuan, sehingga menjadikan wanita-wanita bak pemuas belaka.

Wanita memang punya kelemaan-kelemahan, punya kekurangan dari sisi karakter, kecepatan berpikir, atau kegesikan fisiknya (meskipun hal ini juga berlaku pengecualian pada kasus-kasus tertentu). Di samping mereka memiliki sejumlah keindahan dan daya tarik alamiah, atau hasil usaha manusiawi.

Di atas semua itu, engkau harus memuliakan kaum wanita, sekalipun itu bukan keluargamu sendiri. Allah memuliakan wanita, hingga kita mengenal surat An Nisaa’. Rasulullah juga memuliakan wanita, lewat teladan-teladannya. Begitu pun orang-orang mulia, selalu memuliakan wanita. “Di balik setiap laki-laki besar, selalu ada wanita yang berjasa.” Bukankah demikian yang kita pahami?

Muliakanlah wanita, hormatilah dia, maafkan kelemahan-kelemahannya, dengarkan keluh-kesahnya. Para ksatria tak pernah melecehkan wanita, mengekspoitasi, atau menjadikannya sejenis playmate. Tidak demikian. Sudah jadi kesepakatan sejarah, manusia mulia selalu menghormati kaum wanita. Nabi Saw bersabda: “Khiyarukum khiyarukum lin nisaa’ihim” (sebaik-baik kalian ialah yang paling baik kepada wanita-wanitanya).

Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.

(Abu Aisyah wa Fathimah wa Khadijah).



Viewing all articles
Browse latest Browse all 423

Trending Articles