Quantcast
Channel: POJOK LANGIT BIRU
Viewing all 423 articles
Browse latest View live

Janji Janji JOKOWI…

$
0
0

Nun di sana, sebuah arena kampanye Pilpres. Seorang capres dengan pencitraan bombastik, JOKOWI, tampil sebagai bintang. Di atas panggung raksasa, hasil paduan antara altar pemujaan, panggung konser Metalica, dan stage jumpa fans, sang calon presiden tampil memukau di tengah masa pendukung PDPI.

Seperti biasa, capres Jokowi menyampaikan semua janji-janji politiknya. Orasinya begitu memukau. Banyak orang tersihir oleh kemampuan retorikanya.

JOKOWI: “Saudara-saudara, sebangsa dan setanah air. Kita ini manusia. Kita memiliki kehidupan. Kita ingin bahagia. Kita ingin sukses. Kita butuh uang. Kita harus makan setiap hari. Kita butuh teman. Kita punya hobi. Kita ingin menabung.”

"The Master of Big Lies"

“The Master of Big Lies”

Tukang gorengan: “Ya pasti, Pak. Tak usah ditanyakan lagi.” Kata seseorang berteriak menimpali.

JOKOWI: “Saudara-saudara, kita akan membangun Indonesia Baru. Indonesia yang tertata rapi, dengan manajemen hebat. Yang penting adalah leadership. Tidak usah banyak bicara. Yang penting kerja dan kerja. Manajemen saudara, manajemen!”

Tukang baso: “Gimana dengan janji Anda di depan warga DKI Jakarta, Pak? Kan Bapak waktu itu juga mau membuat Jakarta Baru?”

JOKOWI: “Saudara-saudara setanah air, kita akan bangun manusia Indonesia yang sehat. Kami akan gulirkan KIS, Kartu Indonesia Sehat. Semua warga Indonesia dapat asuransi kesehatan penuh.”

Tukang tambal ban: “Bagaimana realisasinya di Jakarta, Pak? Kan program Bapak itu membuat kemelut kesehatan di Jakarta. Anda diprotes para tenaga medis dan perawat.”

JOKOWI: “Saudara-saudara, kita akan membuat Indonesia bebas bencana alam?”

Tukang fotokopi: “Bagaimana dengan Jakarta, Pak. Apakah Jakarta sudah bebas banjir?”

JOKOWI: “Saudara-saudara sepancasila dan sebhineka tunggal ika, kita akan bereskan perumahan kumuh, kita rapikan kota-kota, orang miskin kita berikan perumahan gratis.”

Tukang lipat kertas: “Bagaimana dengan Jakarta, Pak? Katanya Bapak mau bereskan rumah-rumah kumuh di kanan kiri Kali Ciliwung? Mana realisasinya?”

JOKOWI: “Saudara-saudara pendukung Soekarno, pendukung revolusi rakyat, kita akan gratiskan semua biaya sekolah bagi anak Indonesia, sejak masih dalam kandungan sampai ke liang lahat. Belajar selamanya, gratis tis tis.”

Tukang bikin sambel: “Bagaimana dengan Jakarta, Pak? Apa sekolah-sekolah di Jakarta sudah pada gratis? Banyak orangtua menjerit Pak soal biaya sekolah. Bagaimana realisasi janji Anda?”

JOKOWI: “Saudara-saudara yang setipe denganku, wajah polos, kurus, murah senyum. Kita akan tertibkan birokrasi negara. Tidak pakai lelet. Semua serba cepat, tepat, akurat. Semua tercatat dengan rapi, akuntabilitas, validitas, prioritas, sportivitas, dan tas-tas yang lain. Okeh!”

Tukang sapu: “Bagaimana dengan Jakarta, Pak? Birokrasi masih lambat, banyak kolusi, berbelit-belit. Gimana nih janjinya?”

JOKOWI: “Saudara-saudara seperguruan Kungfu, seguru seilmu. Kita akan bereskan masalah lalu lintas, kendaraan. Zero kecelakaan, zero kemacetan, zero pemborosan BBM.”

Tukang jaga toko: “Tapi Pak, janji Bapak bereskan kemacetan di Jakarta belum dilakukan? Apa bisa mau bereskan lalu lintas perhubungan Indonesia?”

JOKOWI: “Saudara-saudara sedarah, seiman, sejiwa, secinta. Kita akan pakai manajemen manusiawi. Tidak ada penggusuran, tidak ada pentungan. Semuanya damai, kooperatif. Tidak ada cara main paksa. Semua manusiawi saudara.”

Tukang jual buah: “Tapi Pak, di Jakarta Satpol PP tetap main kasar, main ganyang, main paksa, main bubarkan para pedagang. Janji Anda tak terbukti Pak di sini.”

JOKOWI: “Saudara-saudara, kita akan bangun Indonesia bebas korupsi. Indonesia bebas penyalah-gunaan uang APBN. Indonesia maju dengan zero korupsi.”

Tukang parkir: “Itu buktinya ada korupsi di Pemda DKI tentang pengadaan bus TransJakarta. Malahan ada data-data korupsi Bapak selama menjabat Walikota Solo. Mana yang benar? Janji atau kenyataan?”

[Mungkin karena terus diinterupsi, terus diprotes, terus dikritik, lama-lama capres Jokowi jadi marah besar. Mukanya merah padam. Setelah sekian lama memendam amarah, akhirnya meledaklah caci-maki dan umpatan dia].

JOKOWI: “Diam! Diam, kalian semua! Kalian cuma bisa ngebacot aja. Sana pergi makan IAT. Kalian ini teroris! Kalian ini gembel. Kalian cuma nasi bungkus. Dasar tikus got. Sana kalian pergi! Pergi!!!”

[Karena tampak marah sekali. Beberapa panitia kampanye dari PDPI (Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia) dengan terpaksa harus meredam amarah capres Jokowi atau lengkapnya Joko Widagdo. Sang capres didudukkan di kursi, lalu diberi minum air putih. Cewek-cewek penyanyi dangdut yang baru disewa untuk membuat video porno di atas panggung kampanye, ikut memijit tangan Jokowi, supaya amarahnya mereda. Setelah beberapa lama, Jokowi berdiri lagi, meneruskan kampanye].

JOKOWI: “Saudara-saudara… Siapa sih saya ini? Saya ini memang orang bodo. Sejak dulu saya tahu kalau saya memang bodo. Meskipun begitu, sebagai manusia saya ingin terkenal, punya uang banyak, bisa happy-happy. Boleh kan happy-happy? Rakyat kita ini masih bodo-bodo, sama seperti saya. Kita bisa makmur dan sukses dengan memanfaatkan kebodohan rakyat. Rakyat itu ladang bisnis, tambang kesejahteraan, ceruk income pasif. Dengan sedikit sentuhan fiktif, ditambah rekayasa opini, plus dukungan dana sponsor, kita bisa hidup happy.”

JOKOWI: “Saya ini sudah biasa dicaci-maki, difitnah, dikata-katain. Saya sudah biasa. Tapi semua itu tak saya hiraukan. Saya tahu orang menyerang karena memang saya punya kesalahan. Tak mungkin orang tak bersalah akan diserang. Saya tahu orang mencaci-maki karena saya khianat, saya tidak jujur, saya hanya pencitraan. Saya tahu itu. Tidak mungkin orang mencaci-maki tanpa alasan. Ini pasti karena kesalahan saya. Tapi saya tak peduli, asalkan bisa happy-happy. Iya gak? Iya dong!”

Komunitas tukang: “Glembukss….”

(T.A.M.M.A.T)



Tanda-tanda Kebenaran Daulah Islam ISIS

$
0
0

Bismillahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin, was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabihi ajma’in. Wal ‘izzatu lillahi wa li Rasulihi wal mukminin. Amma ba’du.

Kami mulai tulisan ini dengan beberapa pertanyaan berikut:

Mengapa di dunia ini boleh muncul negara agama, seperti Vatikan di Italia? Mengapa di dunia ini boleh berdiri negara liberal kapitalis seperti Amerika dan Uni Eropa? Mengapa di dunia ini boleh berdiri negara atheis komunis seperti China, Kuba, Korea Utara? Mengapa di dunia ini boleh berdiri negara nasionalis seperti Indonesia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan seterusnya? Mengapa di dunia ini boleh berdiri negara kerajaan seperti Inggris, Malaysia, Denmark, Swedia, Spanyol, dan sebagainya? Mengapa di dunia ini boleh berdiri negara kerajaan/keemiran seperti Arab Saudi, UEA, Kuwait, Yordania, dan sebagainya? Mengapa di dunia ini boleh berdiri negara rasialis seperti Israel, Iran, Irak, (dulu) Afrika Selatan, dan sebagainya?

Negara-negara itu boleh berdiri di atas ideologi masing-masing, dengan wajah dan prinsip politiknya masing-masing. Namun mengapa di dunia ini tidak boleh berdiri NEGARA ISLAM (Daulah Islamiyah)? Ini sangat mengherankan. Ini adalah ketidak-adilan telanjang. Semua agama dan ideologi boleh punya negara, tapi Islam dilarang. Padahal Islam punya sejarah kenegaraan sangat panjang, melebihi semua ideologi-ideologi tersebut. Islam punya sejarah Kekhalifahan sekitar 1400 tahun lamanya.

Siapa yang Membenci Kebaikan Pasti pada Dirinya ada Keburukan

Siapa yang Membenci Kebaikan Pasti pada Dirinya ada Keburukan

Pertanyaan selanjutnya: Apakah tidak boleh kalau Umat Islam berusaha mendirikan kembali Negara Islami di tanah mereka? Tidak bolehkah kaum Muslimin mendirikan Daulah Islamiyah yang sesuai keyakinan dan ideologi Islaminya? Salahkah kalau generasi Islam masa kini ingin membangun lagi kejayaan peradabannya seperti di masa lalu? Orang atheis, komunis, kapitalis, Yahudi, Nashrani, sosialis, nasionalis, dan seterusnya boleh mendirikan negara, mengapa kaum Muslimin dilarang mendirikan Daulah Islamiyah sebagai impian dan harapan hidup?

Pertanyaan-pertanyaan ini perlu kami sampaikan terlebih dulu, sebelum kita masuk ke pembahasan Daulah Islamiyah fi Iraq wa Syam (ISIS). Jadi berdirinya ISIS adalah buah dari impian, harapan, dan perjuangan kaum Muslimin selama hampir satu abad, sejak runtuhnya Khilafah Turki Utsmani di Turki. Berbagai proyek penegakan Negara Islam sudah dilakukan, dan kini ia menjelma lebih kongkret dalam wujud Daulah Islamiyah di Irak dan Syam, yang dipimpin oleh Al Ustadz Al Amir Al Mujahid Abu Bakar Al Baghdadi hafizhahullah wa iyyana jami’an.

Kalau Amerika melarang berdirinya Daulah Islamiyah ini, maka pertanyaannya: Siapa yang membolehkan mereka mendirikan negara sekuler, kapitalis, liberalis di muka bumi?

Kalau Bani Saud penguasa Hijaz dan Najd melarang berdirinya ISIS, maka pertanyaannya: Mengapa mereka sejak lama tidak mendirikan Daulah Islamiyah tersebut? Mengapa mereka justru mendirikan kerajaan nasionalis Su’udiyah?

Kalau PBB melarang berdirinya ISIS, maka pertanyaannya: Mengapa mereka tidak melarang berdirinya negara Katholik Vatikan, negara Syiah Iran, negara atheis China, Kuba, Korea Utara, dan sebagainya?

Kalau para nasionalis Indonesia merasa sedih dan kecewa dengan berdirinya Negara Islam di Irak dan Suriah, maka pertanyaannya: Apakah Allah tidak kecewa ketika Anda mengotori bumi-Nya dengan negara nasionalis yang amburadul dan penuh kezhaliman seperti Indonesia selama ini?

Maka saudaraku yang budiman dan jujur…Anda harus legowo dengan pertolongan Allah akan bangkitnya Daulah Islamiyah di abad 21 ini. Semoga ini akan merintis jalan menuju bangkitnya Khilafah Islamiyah di muka bumi, setelah runtuhnya Turki Utsmani pada 1924 lalu. Amin Allahumma amin.

Kami menyerukan kepada para Habaib, khususnya Habib Rieziq Shihab, para aktivis dan pendukung FPI, untuk mendukung dan menolong Daulah Islamiyah ini; karena pemimpinnya adalah keturunan Ahlul Bait Rasulullah SAW. Al Ustadz Al Mujahid Abu Bakar Al Baghdadi hafizhahullah adalah keturunan Ahlul Bait.

Kami juga menyerukan para Salafiyun, apapun jalurnya dan dimanapun tempatnya, agar mendukung Daulah Islamiyah ISIS ini. Sebab mereka selama ini sangat aktif mendakwahkan: Taat Ulil Amri, taat pemerintah Muslim, taat pemimpin Islam, larangan memberontak penguasa Muslim, dan seterusnya. Hayo kawan-kawan Salafiyun, buktikan komitmen TAUHID kalian di hadapan Allah, Rasul-Nya, dan Ummat ini! Buktikan bahwa kalian selama ini benar-benar di Manhaj Salaf yang lurus. Buktikan wahai saudara-saudaraku Salafiyun rahimakumullah jami’an.

Alhamdulillah, atas izin Allah, secara perlahan-lahan mulai nampak kebenaran Daulah Islamiyah ISIS. Hal itu dapat dibaca dari derasnya permusuhan yang ditujukan padanya dari kekuatan-kekuatan politik anti Islam. Berikut ini sebagian tanda-tanda kebenaran Daulah Islamiyah ISIS:

[1]. Pemerintah Arab Saudi telah menetapkan ISIS sebagai organisasi teroris, bersama Ikhwanul Muslimin dan Jabhah Nusrah di Suriah. ISIS tidak menyerang kepentingan Saudi, mengapa diteroriskan? Jabhah Nusrah jelas-jelas melawan rezim Syiah Nushairiyah di Suriah, mengapa diteroriskan juga? Bukankah Saudi sangat ingin rezim Bashar Assad dihancurkan di Suriah? Dan Ikhwanul Muslimin sekian lama termasuk organisasi yang taat aturan hukum (sekuler) yang berlaku, mengapa diteroriskan juga? Saudi tidak punya alasan menteroriskan ISIS karena alasan mereka salah & bathil.

[2]. Amerika telah meningkatkan bantuan senjata berat, termasuk pesawat Drone, ke pemerintah Syiah Irak di bawah Nuri Al Maliki. Bantuan senjata itu sedianya untuk memberantas “para teroris” yang tergabung dalam ISIS.

[3]. Perserikatan negara-negara monarkhi Arab, yaitu Saudi, UEA, dan Bahrain sangat menentang pejuang-pejuang Islam di Suriah dan Irak. Mereka akan menangkap para pejuang yang pulang ke negara masing-masing, lalu menjebloskannya ke penjara, jika mereka tidak kembali setelah melewati batas waktu yang mereka tetapkan. Kebathilan raja-raja monarkhi anak keturunan Abu Jahal Cs ini sangat nyata ketika mendukung rezim Abdul Fattah As Sissi di Mesir yang telah membantai ribuan kaum Muslimin dan Mukminin Mesir.

[4]. Perserikatan Syiah di Timur Tengah sangat marah dengan serbuan pasukan ISIS ke Suriah, karena itu dikhawatirkan akan meruntuhkan rezim Bashar Assad. Maka Iran, Hizbullah Libanon, dan tentara rezim Assad bersatu padu membendung pengaruh ISIS di Suriah. Termasuk aktivis-aktivis Syiah di Indonesia dan dunia dimobilisasi untuk membantu rezim Assad.

[5]. Israel sangat ketakutan dengan berdirinya ISIS, serta berkumpulnya para mujahidin global di Suriah. Mereka selama ini sudah kelelahan menghadapi Hamas, lalu datang rombongan mujahidin dalam jumlah lebih besar, yaitu ISIS, Jabhah Nusrah, Jabhah Islamiyah, dan sebagainya. Israel tidak mau rezim Assad runtuh, lalu berganti pemerintahan Islam di Suriah. Kalau sampai begitu, ancaman terhadap Israel akan semakin terbuka dan berbahaya. (Amin Allahumma amin).

[6]. Negara-negara anti Islam di dunia sepakat tidak mendukung perjuangan mujahidin di Suriah dan mempersulit siapa saja yang hendak terjun membantu mujahidin kesana. Bagi mereka yang ingin datang ke Irak untuk membantu ISIS juga dipersulit dan diancam dengan tuduhan terorisme.

[7]. Daulah Islamiyah ISIS juga dimusuhi oleh PKK, partai komunis Kurdi, yang tentu saja haluan akidahnya atheis dan komunis. PKK terus melancarkan permusuhan dan serangan, sesuatu yang tidak mereka lakukan kepada pemerintah Turki.

[8]. Lembaga dunia seperti PBB tidak ada kepeduliannya sedikit pun kepada ISIS, atau kaum Muslimin yang dibantai rezim Assad di Suriah. Lembaga seperti OKI, Parlemen Uni Eropa, sama saja mereka.

[9]. Kaum hedonis, liberalis, mulhid Arab sepakat untuk membenci ISIS, menentangnya, menjelek-jelekkan citranya, dan tidak menghendaki berdirinya negara berazaskan Islam. Demikian juga para cendekiawan, pemikir, penulis, wartawan, seniman, dan sebagainya di dunia Arab. Mereka takut jika Syariat Islam tegak berdiri, mereka tak boleh berhedon-hedon ria. Seperti ungkapan terkenal dari Ulil Abshar bahwa: “Negara sekuler bisa menampung hawa maksiyat dan kesalehan sekaligus.”

[10]. Berdirinya ISIS juga dibenci oleh para ulama bayaran, yang menjual fatwa dan ilmu agama, untuk mendapat kemuliaan dunia, kesenangan syahwat, popularitas, dan kenyamanan hidup. Orang-orang begini banyak, di Timur Tengah maupun di Indonesia dan dunia Islam. Mereka disebut dalam Al Qur’an dengan ungkapan: Yasytaruna bi ayatillah tsamanan qalilan (menjual ayat-ayat Allah dengan harga murah). Harga murah di sini maksudnya, menjual dengan imbalan kenikmatan dunia.

Dari hal-hal seperti ini tampak jelas bahwa yang membenci ISIS adalah: Amerika, Uni Eropa, Bashar Assad, Zionis Israel, raja-raja monarkhi Arab, Syiah Iran-Irak-Libanon-Suriah, kaum hedonis, dan para sekutunya.

Ada juga yang membenci ISIS karena salah paham, belum mengerti, atau mendapat sekian banyak informasi salah dari media-media sekuler. Orang-orang yang salah paham, semoga mendapat tuntunan dan taufik dari Allah Ta’ala. Amin ya Sallam.

Ada yang mengatakan, kalau ISIS dibenci oleh Saudi, tidak menjamin bahwa ISIS menjadi benar. Maka pertanyaannya kami adalah: Bagaimana dengan Amerika, Eropa, Zionis Israel, Syiah, kaum hedonis dan liberal yang juga sama-sama membencinya? Pertanyaan lain: Bagaimana dengan Ikhwanul Muslimin yang juga dibenci Saudi, dan Jabhah Nusrah yang berjuang di Suriah? Apa salah mereka sehingga dibenci? Pertanyaan lanjutan: Mengapa bukan Saudi sendiri yang memulai berdirinya Daulah Islamiyah, padahal mereka memiliki sejuta satu kemampuan untuk membentuk negara Islami? Mengapa Saudi justru sekian lama membentuk negara kerajaan nasionalis? Andaikan dulu, di masa lalu, Allah tidak menolong Muhammad Al Saud rahimahullah dengan Jihad para penuntut ilmu (Wahabi), pastilah tidak akan pernah berdiri Kerajaan Saudi.

Kami sangat berharap kepada ikhwan-akhwat Salafiyun di seluruh dunia agar segera mengulurkan tangan kepada Daulah Islamiyah ISIS di Irak dan Suriah ini. Kami berharap mereka membantu dengan tenaga, pemikiran, dukungan moral, dana, santunan sosial, atau minimal dengan doa. Mengapa demikian? Karena ikhwan-akhwat Salafiyun terkenal dengan seruannya untuk taat Ulil Amri, mendukung pemimpin Muslim, mendukung pemerintahan Islam. Kini Islam, kaum Muslimin, dan Allah Ta’ala sedang menantikan uluran tangan dan bukti keberpihakan mereka kepada Manhaj Salaf. Semoga Allah Ta’ala merahmati mereka di atas Al Haq, menunjuki jalan yang kuat dan teguh, serta membuat mereka mencintai Sunnah selamanya. Amin Allahumma amin.

Demikian sekilas tulisan sederhana yang bisa kami sampaikan. Semoga bermanfaat, memberi pencerahan (dengan izin Allah), serta berterima di hati-hati kaum Muslimin di mana saja mereka berada. Amin ya Rabbal ‘alamiin.

Naqulu qauli hadza nastaghfirullaha lana wa lakum jami’an, walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin, wallahu a’lam bisshawaab, was salamu ‘alaikum wa rahmatullah wabarakaatuh.

(Mine).


Pemilu Demokrasi dan Bunga Bank Ribawi

$
0
0

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Baru-baru ini Ja’far Umar Thalib ditanya oleh jamaah pengajiannya tentang hukum mengikuti pemilu. Dia menjawab bahwa demokrasi itu haram, tidak boleh diikuti. Demokrasi juga sistem bid’ah yang diadopsi dari para filsuf kafir. Singkat kata, jangan mengikuti even pemilu 2014 yang sebentar lagi digelar.

Jika kesimpulan atau fatwa Ja’far Umar Thalib ini ditelan mentah-mentah, maka konsekuensinya kaum Muslimin (Ahlus Sunnah) akan meninggalkan tempat-tempat pengadaan pemilu, kemudian orang Syiah, Liberal, non Muslim memenuhi TPS-TPS, sehingga akhirnya terpilihlah tokoh-tokoh politisi yang anti Islam seperti Jalaluddin Rahmat, Ulil Abshar Abdala, dan sebagainya. Kalau mereka terpilih kemudian membuat aneka masalah dalam kehidupan Umat, ya jangan salahkan mereka; tapi salahkan diri sendiri yang telah diberi kesempatan memilih orang yang benar, tapi tak dimanfaatkan.

Sebagian Definisi Demokrasi...

Democracy is The Freedom to Elect Our Own Dictators

Umat Islam harus ingat dengan baik. Terpilihnya Nuri Al Maliki dan rezim Syiah di Irak, hal itu adalah melalui mekanisme demokrasi. Ketika itu banyak dai-dai Islam menyerukan golput, lalu terpilihlah tokoh-tokoh Syiah sehingga mendominasi parlemen dan pemerintahan; sampai akhirnya pemerintahan Irak jatuh ke tangan Syiah. Kini Syiah di Indonesia, Liberal, jaringan China, non Muslim berusaha mengambil kesempatan untuk menguasai Indonesia. Faktanya, mereka sangat gencar mencalonkan tokoh-tokohnya, melakukan lobi politik, melakukan politik pencitraan, dan seterusnya.

Kami akan jelaskan kembali masalah ini sebagai bagian dari amanat yang harus disampaikan. Meskipun masih saja (banyak) yang salah paham atau tidak mengerti.

[1]. Bagaimana hukum demokrasi menurut ajaran Islam? Jawabnya jelas, demokrasi bukan sistem Islam, tidak dikenal dalam sejarah Islam, dan statusnya HARAM menurut Syariat Islam. Mengapa demikian? Karena patokan dalam sistem Islami adalah taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sedangkan dalam demokrasi patokannya adalah menuruti kehendak mayoritas manusia. Betapa jauhnya perbedaan antara taat kepada Allah dan Rasul, dengan mengikuti selera mayoritas manusia. Kedudukan demokrasi dalam hal ini sama seperti hukum makan daging babi, seks bebas, minum khamr, ribawi, dan lainnya yang sama-sama haram.

[2]. Daging babi haram, seks bebas haram, ribawi haram, minum khamr haram; tetapi mengapa di tengah kehidupan bangsa kita masih banyak (atau ada) yang melakukan hal-hal haram itu? Mengapa negara tidak menetapkan keharaman hal-hal itu secara tegas? Mengapa dan mengapa? Ya jawabnya mudah: karena negara Indonesia ini bukan berdasarkan Syariat Islam. Sekali lagi, sistem dan UU di negara kita ini bukan Islam. Kalau berlaku sistem Islam, tidak perlu demokrasi-demokrasian. Kita tak butuh demokrasi di sebuah negara yang Islami. Jawaban Ja’far Umar Thalib dan selainnya bisa dibenarkan, dalam konteks sistem Islami. Kalau dalam sistem sekuler seperti Indonesia ini, justru manfaatkan celah politik sekecil mungkin.

[3]. Negara seperti Indonesia ini kan bukan Islami. Sebagian kalangan Muslim malah menyebutnya sebagai negara thaghut, kafir, syirik. Jelas kan bahwa negara kita bukan (belum) negara Islami. Jika demikian, maka dalam urusan-urusan yang bersifat SOSIAL-KEMASYARAKAT, dalam urusan BIROKRASI, KEPEMIMPINAN, dan KENEGARAAN kita tidak bisa memaksakan Syariat Islam berlaku. Kalau dalam urusan pribadi, keluarga, lingkup terbatas, kita bisa menerapkan Syariat Islam; tapi dalam lingkup masyarakat luas, tidak bisa memaksakan. Paling yang bisa kita lakukan adalah: cara politik, lobi pejabat, tekanan publik, pembentukan opini, dan yang semisal itu.

[4]. Bisa saja sebagian Muslim ingin memaksakan agar Syariat Islam berlaku dalam kehidupan sosial, birokrasi, politik, kepemimpinan. Tapi hal itu akan ditolak oleh kalangan sekuler, hedonis, non Muslim yang sejak lama memang benci Islam. Resikonya akan terjadi konflik sosial, dalam skala kecil atau meluas. Atau paling kasarnya, akan terjadi perang antara pendukung Syariat Islam dan para penentangnya; seperti zaman DI/TII dulu. Mungkin dalam batas tertentu para pendukung Syariat tidak menolak jika harus menempuh cara perang untuk memberlakukan Syariat; masalahnya, apa yang sudah Anda siapkan untuk peperangan itu sendiri? Kalau Rasulullah SAW dan para Shahabat RA saja melakukan persiapan luar biasa untuk peperangan ini, apakah kita cukup dengan semangat dan keyakinan akan Nashrullah (pertolongan Allah)?

[5]. Jalan demokrasi atau pemilu adalah langkah kompromi antara arus pendukung Syariat Islam dengan para penentangnya, daripada kita menempuh cara perang (konflik). Kalau ada dua jalan, untuk mencapai tujuan yang sama (penegakan Syariat Islam), satu jalan melalui perang, jalan lain melalui kompetisi politik; maka Syariat Islam membimbing kita untuk menempuh madharat yang lebih kecil. Kaidahnya, ikhtaru akhaffi dhararain (memilih madharat yang lebih kecil). Hal ini pernah dilakukan Rasulullah SAW sebelum penaklukan Makkah. Waktu itu terbuka dua jalan, secara terbuka memerangi Kota Makkah, atau memilih perjanjian damai dengan mereka. Lalu Nabi SAW memilih jalan damai, melalui perjanjian Hudaibiyah. Tujuannya sama, menaklukkan Makkah, tetapi menempuh cara yang lebih sedikit madharatnya.

PERHATIAN: Kalau kita sudah sampai di titik ini, jangan dibalikkan lagi ke tahap elementer, seperti ungkapan “demokrasi itu haram, bid’ah, sistem kufar, syirik” dan seterusnya. Kita sudah progress pada tahap pertengahan, jangan dimentahkan lagi dengan ungkapan-ungkapan elementer. Mohon jangan membiasakan diri berputar-putar dalam kebingungan dan ketidak-jujuran dalam membangun pemahaman.

[6]. Bagi kalangan yang memutlakkan haramnya pemilu demokrasi dengan segala argumennya, ada sebuah pertanyaan mendasar yang harus dijawab: “Bagaimana menurut Anda jika melalui proses demokrasi dapat ditetapkan Syariat Islam sebagai hukum negara? Bagaimana jika melalui proses pemilu dapat dipilih pemimpin sesuai Syariah? Bagaimana jika melalui demokrasi, kaum Muslimin bisa berkesempatan mengatur negara dengan nilai-nilai Islam?” Mohon pertanyaan ini dijawab dengan jujur. Jika mereka SETUJU dengan demokrasi semacam itu, berarti yang jadi masalah bukan demokrasinya, tapi hasilnya. Jika mereka TAK SETUJU, maka itu aneh. Mengapa mereka tak setuju dengan penegakan Syariat Islam, kepemimpinan Syariah, dan kekuasaan Islam?

[7]. Mungkin mereka akan membantah dengan pernyataan berikut: “Mana buktinya bahwa mekanisme demokrasi bisa menetapkan Syariat Islam? Mana buktinya sistem demokrasi bisa memilih pemimpin sesuai Syariat? Mana buktinya bahwa demokrasi bisa menghasilkan dominasi politik Islam?” Jika demikian pertanyaannya, maka kami bisa berikan sedikit data-data untuk dipikirkan. Pemilu demokrasi di Pakistan pernah berhasil mengangkat Nawaz Syarif sebagai PM, lalu mereka memberlakukan Syariat Islam; meskipun usia pemberlakuan itu sebentar, sebelum Nawaz Syarif disingkirkan. Sistem demokrasi di Pakistan pernah mem-back up kepemimpinan Presiden Ziaul Haq rahimahullah yang Islami. Pemilu demokrasi di Kelantan Malaysia berhasil memantapkan negara bagian itu dengan UU Syariah. Pemilu demokrasi di Mesir berhasil memperbaiki Konstitusi sehingga lebih Islami, dan berhasil mengangkat Presiden Mursi yang hafal Al Qur’an sebagai pemimpin Mesir. Begitu juga, sistem demokrasi di Sudan menjadi jalan dominasi kaum Muslimin di sana. Termasuk demokrasi di Turki berhasil memperbaiki kehidupan rakyat Turki dan adopsi nilai-nilai Islam (seperti busana Muslim dan jilbab) ke dalam kultur sekuler Turki. Bahkan demokrasi di Palestina mengukuhkan Hamas sebagai dominator di wilayah Ghaza. Ini adalah kenyataan-kenyataan yang ada.

[8]. Mungkin masih ada keraguan dengan pertanyaan: “Tapi faktanya Ikhwanul Muslimin di Mesir dibantai, Mursi digulingkan, FIS di Aljazair dibantai sampai jatuh korban puluhan ribu Muslim?” Jika situasi Mesir dan Aljazair dijadikan ukuran, itu konteksnya berbeda. Di sana yang terjadi adalah KEZHALIMAN, KELICIKAN, KEJAHATAN TERBUKA terhadap mekanisme kompetisi politik yang jujur dan damai. Sebagian orang menggunakan cara kekerasan untuk menghancurkan kemenangan yang diperoleh melalui kompetisi politik yang fair. Jadi dasar masalahnya bukan di kompetisinya itu sendiri. Tapi pada orang yang ngeyel dan tak mau kalah secara sportif, lalu memakai cara-cara kekerasan. Logikanya begini: Ada perlombaan lari diikuti 10 orang pelari. Dari perlombaan itu diperoleh seorang pemenang sebagai juara. Dia dapat piala. Tapi ada yang tak terima. Mereka menghajar sang juara sampai babak belur, lalu piala di tangannya diberikan kepada pelari lain yang kalah. Yang salah disini kan kezhalimannya, bukan kompetisi larinya.

[9]. Kalau kami umpamakan, pemilu demokrasi itu seperti bunga bank. Para ulama Muslim kontemporer sudah sepakat bahwa bunga bank itu haram, karena termasuk ribawi. Tapi pernah diajukan pertanyaan oleh sebagian orang kaya Muslim yang menyimpan uangnya di bank-bank Swiss. Mereka bertanya: “Bagaimana harus kami gunakan bunga bank ini? Jika tidak kami ambil, ia akan dikumpulkan untuk lembaga-lembaga Nashrani, lalu dipakai untuk membiayai kegiatan Kristenisasi. Kalau kami ambil, ia haram hukumnya sesuai fatwa ulama. Apa yang harus kami lakukan?” Akhirnya diberikan fatwa, bahwa bunga bank itu boleh diambil, lalu disedekahkan untuk pembangunan fasilitas sosial seperti jalan raya, jembatan, penerangan jalan, dan lainnya yang bukan bersifat konsumsi. Nah dalam konteks ini, situasinya mirip dengan pemilu demokrasi.

[10]. Yakin, haqqul yakin, bahwa demokrasi bukanlah sistem Islam, bukanlah cara Islami. Singkat kata, ia haram. Tapi kalau hak suara demokrasi kita tidak digunakan untuk mendukung missi perjuangan Islam, ia akan digunakan oleh anasir-anasir anti Islam untuk mencapai kekuasaan, mencapai parlemen, masuk ke proses legislasi UU, untuk mendominasi kepemimpinan birokrasi, dan lainnya. Apa Anda mau hak politik kita diambil kaum anti Islam? Atau dengan kata lain, apa Anda mau bunga bank uang Anda dikumpulkan lembaga-lembaga Zending untuk mengkristenkan Umat manusia? Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.

[11]. Terakhir, ini penting disampaikan, bahwa mekanisme demokrasi bukan satu-satunya jalan politik yang tersedia bagi Ummat ini. Masih ada jalan-jalan lain yang terbuka dan perlu terus dikembangkan, sesuai daya dan kesempatan. Jadi tulisan ini bukan bermaksud menafikan jalan-jalan perjuangan lain. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.

Demikianlah, bahwa asal hukum pemilu demokrasi adalah haram, bertentangan dengan pokok ajaran Islam. Tapi dalam situasi darurat, di sebuah negara yang tidak berhukum dengan Syariat Islam, hak suara kita dalam pemilu demokrasi perlu dimanfaatkan, untuk mendukung missi perjuangan Islam. Jangan sampai yang menjadi pemimpin, anggota parlemen, perumus UU, pemimpin birokrasi, dan sebagainya adalah manusia-manusia hedonis, anti Islam, atau sesat akidah. Jika mereka yang terpilih, tentu akan melahirkan banyak musibah dan fitnah bagi Umat ini. Paling kasarnya, sejelek-jeleknya politisi Muslim, dia masih punya sisa-sisa loyalitas kepada agama dan Umatnya. Daripada yang terpilih adalah politisi anti Islam. Nas’alullah al ‘afiyah.

Semoga pembahasan ini bermanfaat, ikut mencerahkan Umat, dan berterima di hati kaum Muslimin. Ya begitulah perjuangan. Ada kalanya kita harus bicara tentang Jokowi, ada kalanya tentang Mujahidin di Suriah, tentang Arab Saudi, dan ada kalanya juga perlu “berkerut dahi” sedikit bicara diskusi seputar demokrasi. Jangan merasa heran ya, kan missi blog ini memang sejak awal merupakan pencerahan Ummat. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.

(Abah).

 


Fatwa Pemilu Ulama Salafi (dari Situs Ustadz Firanda)

$
0
0

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Berikut sebagian isi fatwa dari situs http://www.firanda.com tentang partisipasi Umat Islam dalam Pemilu 9 April 2014. Judul asli tulisan: Memilih Siapa di Pemilu 2014? (Lmpiran Fatwa Terbaru Dr. Saad Asy Syitsri tentang Bolehnya Mencoblos di Pemilu 2014 Indonesia). Kalau mau lengkapnya, silakan berkunjung ke situs Ustadz Firanda.

Isi tulisan kurang lebih sebagai berikut (maaf tidak kami kutip secara penuh):

Berdasarkan fatwa para ulama besar yang memiliki pandangan yang tajam, fikih yang tinggi, serta ketakwaan kepada Allah (seperti Syaikh Bin Baz, Syaikh Al-’Utsaimin, dan Syaikh Al-Albani rahimahumullah) demikian juga fatwa Ulama Besar Madinah Syaikh Abdul Muhsin Al-’Abbad hafizohullah, dan juga beberapa ulama lainnya yang sempat kami minta nasehat dari mereka, maka kami mengikuti nasehat para ulama tersebut untuk menganjurkan kaum muslimin untuk ikut mencoblos dalam pemilu -sebagai pengamalan dari kaidah fikih (ارْتِكَابُ أَخَفِّ الضَّرَرَيْنِ) atau “menempuh mudhorot yang teringan”, terlebih lagi mengingat kondisi Tanah Air yang cukup mengkhawatirkan.

Setelah itu kami bermusyawarah dan mengambil keputusan untuk menganjurkan kaum muslimin melakukan hal berikut:

(1).  Jika mengenal caleg yang terbaik dan cenderung kepada sunnah dan membela kepentingan Islam maka pilihlah caleg tersebut.

(2). Berilah peringatan terhadap caleg Nashrani, Syiah, maupun liberal, walaupun dari partai Islam.

(3). Jika tidak kenal caleg, maka pilihlah Partai PKS. Walaupun kami tetap menyatakan haramnya demokrasi, karena bagaimanapun PKS –dengan segala kekurangannya- masih merupakan partai yang secara umum masih diharapkan bisa memberi kontribusi kepada Islam dan Kaum Muslimin. Namun tetaplah berhati-hati terhadap caleg Syiah dan non Muslim walaupun dari PKS.

SERUAN kami kepada PKS agar terus membenahi diri, dan mencari keridhoan Allah, dan tidak mencalonkan non Muslim, Syiah, maupun liberal. Sesungguh kemenangan bukanlah pada jumlah yang banyak akan tetapi pada meraih keridoan Allah dengan  menjalankan Syari’at-Nya dan menjauhi sebisa mungkin larangan-Nya.

Akhirnya kami mengharapkan kaum Muslimin menyatukan suara mereka demi Islam, dan terus berdoa dengan tulus dan membenahi ibadah masing-masing, karena penolong hanyalah Allah semata. Semoga menjadi kemaslahatan bagi kaum muslimin. Allahul musta’an.

Perlu dipahami, fatwa di atas adalah dari Ustadz Firanda dan kawan-kawan alim dan penuntut ilmu di Madinah (Saudi). Sedangkan fatwa Dr. Sa’ad Asy Syitsri adalah sebagai berikut:

Pertanyaan (sore 7 April 2014): Kepada Syaikh yang mulia semoga Allah menjaga Anda.. Apakah boleh berpartisipasi didalam pemilu di negeri kami Indonesia? Perlu diketahui bahwasannya kancah politik terbagi ke dalam banyak kelompok dan pemikiran.. akan tetapi ditakutkan bahwasannya bahaya akan kemajuan (tersebarnya) Syiah sangat besar..demikian juga dengan kaum sekuler.
Maka apakah boleh memberikan suara kepada kelompok jama’ah atau orang yang paling dekat kepada Sunnah? Akan tetapi yang perlu diketahui juga bahwasannya apabila jama’ah tersebut menang (ataupun orang tersebut masuk ke dalam parlemen) maka akan sulit bagi mereka menerapkan Syari’ah kecuali hanya mengurangi sebagian dari keburukan-keburukan dan kerusakan-kerusakan dan bahkan kebanyakan dari mereka terfitnah atas agama mereka dan dunianya.. Maka bagaiman nasihat dari Anda??  Semoga Allah membalas segala kebaikan Anda..

Jawaban Dr. Saad Asy Syitsri:

Kegiatan politik tersebut dibagi menjadi dua jenis: Jenis pertama, siapa yang masuk (dalam perpolitikan) dengan maksud untuk mencalonkan diri ke dalam parlemen atau selainnya, semisal ini tidaklah dibenarkan bagi penuntut ilmu karena hal ini bukanlah bagian dari urusannya. Hal itu dikarenakan pentingnya menunaikan pengajaran kepada manusia dan kembalinya mereka kepada Allah Jalla wa ‘Ala lebih agung daripada pentingnya menyibukkan diri terhadap perkara tersebut (politik). Dan juga dikarenakan perkara (politik) tersebut menjerumuskan pelakunya ke dalam perbuatan-perbuatan dan akhlak-akhlak yang tidak sesuai dengan jati diri penuntut ilmu yang mengacaukan ucapan-ucapannya. Dan penuntut ilmu adalah sebagai pendidik dan pengayom dari semuanya. Dan sesungguhnya sistem demokrasi ini di dalamnya terdapat banyak hal-hal yang menyelisihi Syariat, baik pada pondasinya maupun bangunannya yang menyelisihi jalannya ulama sehingga terkadang tidak sesuai dengan maksud syariat.

Adapun (jenis kedua) memberikan suara, maka kita katakan bagian dari mengambil yang paling ringan mudhorotnya untuk menolak yang paling besar mudhorotnya. Maka janganlah kita masuk ke dalam kerusakan-kerusakan bersama mereka yang berlomba-lomba kepada kursi (parlemen) tersebut, sebagaimana telah kita jelaskan sebelumnya. Adapun berpartisiapsi di dalam memberikan suara maka tidaklah mengapa dengan syarat kuatnya prasangka seseorang yang dipilihnya adalah paling memberikan maslahat yang dapat menolong manusia (untuk kembali) kepada Allah Jalla wa ‘Ala.. Wallahu a’lam..

Jadi sebenarnya Dr. Saad Asy Syitsri sendiri tidak menyebut PKS secara khusus, namun Ustadz Firanda dan para alim dan penuntut ilmu yang bersama beliau yang menyebut PKS sebagai jamaah yang diyakini lebih dekat ke Sunnah. Dr. Saad Asy Syitsri meyakinkan tentang buruknya dunia politik bagi penuntut ilmu, namun beliau membolehkan ikut dalam pemilu selagi ada tujuan melindungi kehidupan Umat Islam.

Semoga bahan tulisan ini bermanfaat. Amin Allahumma amin. Yang jelas, para ulama dan alim di atas, insya Allah termasuk kalangan yang -meminjam istilah Ustadz Hartono Ahmad Jaiz- waras. Jadi jangan terlalu galak ke saudara sendiri!

(Admin Blog).

 


PPP dan Memori Pemilu Tahun 1997

$
0
0

Bismillahirrahmaanirrahiim.

[1]. Tulisan ini sekaligus menyambut baik anjuran MUI, pemimpin-pemimpin ormas Islam, Habib Rizieq Shihab, MIUMI, dan lain-lain yang menyerukan agar kaum Muslimin dalam Pemilu 2014 ini memilih partai Islam dan tidak golput. Insya Allah kami tidak golput dan akan memilih partai Islam.

[2]. Partai Islam atau basis Muslim di Indonesia adalah: PKB, PAN, PBB, PKS, dan PPP. Untuk dua partai pertama, PKB dan PAN, sudah kami coret. Kami anggap kedua partai ini sekuler dan sangat pragmatis. Otomatis yang tersisa hanya PBB, PKS, dan PPP.

[3]. Momen paling heroik yang pernah dijalani PPP setahu kami adalah saat Pemilu 1997. Waktu itu PPP berhasil “menghijaukan” Jakarta dan sekitarnya, membuat penguasa Orde Baru, Soeharto gemetar dan takut. Dalam Pemilu 1997 PPP di urutan ke-2 setelah Golkar, dan urutan ke-3 PDI Soerjadi. Khofifah Indar Parawansa dikenal publik negeri ini setelah menjadi bintang dalam SU MPR/DPR mewakili PPP. Itu nyata lho.

[4]. Politisi hebat PPP di masa itu adalah Haji Jaelani Naro, disingkat HJ. Naro. Orang asal Aceh, tubuh kecil, berkaamata, tapi kepandaian politiknya hebat. Sayang kemampuan politik beliau tidak diaktualisasi saat era Reformasi. Bayangkan, kemampuan politik politisi semacam Jusuf Kalla, Akbar Tanjung, ARB, Bu Mega, dan semacamnya masih kalah dengan beliau. Habibie saja kalah kemampuan politiknya dengan beliau. Sayang skill politik HJ. Naro tidak teraktualisasikan.

[5]. PPP masa kini terlihat seperti angkot yang sudah hampir ringsek. Mesin politiknya tua. Kurang inovasi, pembaruan, penyegaran kader. Mungkin karena alasan itu pula, DPP PPP membuat langkah kontroversial memilih “mama” Angel Lelga sebagai salah satu caleg. Sebenarnya bukan karena demen kepada dia, tapi demi supaya PPP terlihat masih segar, muda, ABG. “Kenal dengan mama-mama gak apa-apa deh, asal kelihatan muda.” Manuver tentang Angel Lelga ini sungguh berisiko tinggi.

[6]. Kami cenderung mendukung PPP karena minimal 3 alasan: (a). Di sana masih ada nilai keistiqamahan, sesuatu yang cukup mahal di dunia politik; (b). PPP bagaimanapun adalah partai Islam, iya kan?; (c). Mendukung PPP terkait dengan mata rantai silsilah perjuangan politik dengan partai-partai Islam sebelumnya.

[7]. Salah satu bukti keistiqamahan, tahun 2009 sebelum Pilpres dilakukan, PPP berani buat perjanjian kontrak dengan Gerindra untuk memperjuangkan ekonomi kerakyatan. Hanya saja, ketika setelah pemilu suara mereka kecil, PPP tidak bisa terus koalisi dengan Gerindra, karena realistik. Suryadarma Ali waktu itu mengatakan: “Sedianya kami ingin koalisi dengan Gerindra, dengan mendukung ekonomi kerakyatan. Tapi sayang suara kami kurang.” Itu diucapkan Suryadarma Ali sebagai pertanggung-jawaban kepada para pendukungnya. Ini lebih baik daripada sebelum Pemilu 2009 menyerang habis Demokrat, lalu setelah itu malah bermesra-mesaraan dengan Demokrat.

[8]. Partai politik Islam lain, mesin politiknya sangat kecil. Namanya ada tapi kekuatan gak jelas. Memang kalau urusan judicial review sering menang, tapi kekuatan dia di lapangan gak tampak. Karena begitu kecilnya entitas politik partai itu, kami jadi enggan memilihnya. Partai satu lagi terkenal “sering menyakiti aktivis Islam”. Bayangkan, pada tahun 1999, 2004, dan 2009 mereka menunjukkan sikap plin-plan yang sangat menyakitkan. Bentuknya begini: Kalau lagi butuh mendekat ke Umat, kalau sudah dapat suara dikekep sendiri, tidak perhatikan suara hati Umat. Kami jelas takut dengan karakter partai begitu. Apalagi sampai saat ini tokoh-tokohnya masih sama. Kami khawatir, nanti mereka akan koalisi dengan Jokowi dan PDIP. Kenapa khawatir? Karena bukti sikap tahun 1999, 2004, dan 2009 sangat jelas.

Demikianlah yang bisa kami sampaikan secara singkat, sebagai bentuk tanggung-jawab dan kepedulian kepada urusan Umat, insya Allah. Oh ya, jangan lupa besok pilih PPP ya!

(Haduh terang-terangan banget sih? Biarin…masbuloh. Maaf-maaf, cuma becanda. Keep peace!).

Admin.

 

 

 


Analisis Hasil Pileg April 2014: Kemenangan Politik Komunitas!

$
0
0

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Sebelum kami sampaikan hasil-hasil analisis seputar Pileg April 2014, perlu ditekankan bahwa analisis ini mengacu hasil Quick Count beberapa lembaga yang rata-rata memperlihatkan trend hasil serupa. Jadi analisis ini bukan berdasar Real Count yang akan dikeluarkan oleh KPU. Mohon dimaklumi.

Sebenarnya, sehari setelah Pileg, ketika trend hasil Quick Count sudah keluar, kami ingin segera menurunkan beberapa hasil telaah. Tapi kami sedikit menahan diri, agar tidak terkesan kontroversial jika ada analisis berbeda. Ternyata, beberapa analisis itu sama dengan yang diutarakan oleh beberapa pengamat/pemerhati politik. Syukurlah, sudah terwakili.

Baik, mari kita mulai kaji sedikit demi sedikit, tentang hasil Pileg April 2014:

[1]. Kita mulai dari hal sederhana: “Bolehkah seseorang berterus-terang akan memilih atau telah memilih partai tertentu dalam Pileg?” Pemerintah Orde Baru telah mencengkeram rakyat sedemian rupa sehingga sekedar untuk berterus-terang telah memilih partai ini atau itu saja, masyarakat masih merasa segan. Betapa mahalnya ya harga kemerdekaan hidup di negeri ini. Boleh, boleh, silakan saja Anda berterus-terang telah memilih atau akan memilih partai tertentu; tidak perlu malu. Asalkan, apapun pilihannya, kita tetap berdamai, tidak emosi, tidak konflik satu sama lain. Anggap saja semua itu sebagai bagian dari sikap toleransi dalam politik. Lagi pula hal itu tidak melanggar hukum (negara dan Syariat), serta lebih menguntungkan untuk memperjelas posisi seseorang dalam politik.

Analisis Hasil Quick Count Pileg April 2014

Analisis Hasil Quick Count Pileg April 2014

[2]. Beberapa hari sebelum Pileg April 2014, Burhanuddin Mubtadi, pengamat politik “paling hebat” yang pernah lahir di bumi Nusantara, dia sesumbar bahwa seruan MUI (ormas Islam) agar Umat Islam memilih para Caleg Muslim tidak berpengaruh besar. Sesuai hasil Quick Count, justru suara partai-partai Muslim meningkat semua, kecuali PKS. Mungkin orang bertanya, “Kenapa bisa begini?” Ya itu tadi, pengaruh seruan MUI (ormas Islam) agar waspada dengan politik Nasrani, Jokowi, dan para konglomerat China pengemplang 600 triliunan BLBI. Suara MUI (ormas Islam) masih dihargai kaum Muslimin; berbeda dengan suara Burhanuddin Mubtadi yang akhir-akhir ini tampak satu paketan dengan gerakan “Mafia Jokowi Raya”.

[3]. Kondisi Pemilu April 2014 mirip dengan situasi Pemilu 1999, sekitar 15 tahun lalu. Saat itu seruan MUI agar tidak memilih Caleg non Muslim, mampu “mentorpedo” peluang kemenangan mutlak PDIP. Tahun 2014 ini lebih parah situasinya. Kemenangan PDIP hanya sekitar 20 %, jauh dari prediksi PDIP sendiri, media-media massa sekuler, lembaga surve, pengamat politik (khushuson Burhanuddin Mubtadi). Seruan para ulama Muslim di tahun 2014 ini tidak lagi malu-malu. Masalah Caleg non Muslim, Syiah, Liberal diserukan dimana-mana. Buahnya, alhamdulillah kantong-kantong pemilih Muslim menggeliat. Inilah rahasianya mengapa suara partai-partai Muslim membaik dibandingkan hasil Pemilu 2004 lalu.

[4]. PDIP terlalu memandang sepele pengaruh informasi media. Dalam kampanye kami lihat sendiri dimana-mana ada tulisan: “Coblos PDIP No. 4 Jokowi Presiden!” Foto Jokowi ada dimana-mana, berdampingan dengan foto para Caleg PDIP. Palsu dan dusta kalau timses Jokowi mengklaim bahwa dalam iklan TV lebih banyak wajah Puan yang nongol daripada Jokowi. Justru di lapangan, di spanduk, poster-poster, kaos, dan sebagainya nama dan foto Jokowi mendominasi. Semua Caleg PDIP seakan ingin menjual “wajah polos murah senyum” Jokowi. Kami sendiri membatin, “Justru cara begini yang akan membuat PDIP rusak suaranya.” Masyarakat itu tahu siapa Jokowi, dia bisa dianggap sebagai Gubernur DKI “paling kampret”. Kenapa bisa begitu? Ya karena sejak jadi Gubernur, dia bukan fokus ngurusi masalah Jakarta, malah sibuk pencapresan. Orang ini jelas tidak amanah. Kami mengira, suara PDIP di DKI Jakarta merosot karena soal Jokowi ini. Warga Jakarta masih kesal dengan sikap khianat Jokowi. Lagi pula negeri kita seringkali rusak dengan lahirnya tokoh pencitraan semacam Jokowi, Gusdur, SBY, dan semacamnya.

[5]. Prediksi kami tentang PKB keliru. Kami menduga PKB tidak akan bagus-bagus amat, meskipun tetap lolos electoral treshhold. Alasannya, dalam 10 tahun terakhir PKB nyaris tidak punya karya apapun yang membanggakan secara politik. Tapi mengapa PKB bisa melejit sehingga berada posisi 5 besar? Mayoritas media dan pemerhati beralasan dengan istilah “Rhoma Irama Effect”. Katanya, kehadiran Rhoma menjadi magnet politik hebat bagi PKB. Kalau menurut kami, posisi Rhoma ada pengaruhnya, tapi tidak sebesar itu. Mengapa? Karena kehadiran para seniman, termasuk Rhoma Irama, dalam politik praktis selama ini tidak berpengaruh besar. Kalau masyarakat berduyun-duyun datang ka arena kampanye PKB, ya lebih banyak karena ingin “nonton Bang Haji”. Soal nanti akan memilih PKB atau lainnya, itu masalah lain. Menurut analisis kami, kemenangan PKB ini tidak lepas dari beberapa alasan: (a). Kehadiran mantan Dirut Lions Air, Rudi Kirana, di barisan elit PKB. Mungkinkah dalam hal ini Rudi tidak menyumbang dana untuk kesuksesan PKB? Rasanya mustahil; (b). Gerilya yang dilakukan Muhaiman dan elit PKB ke kyai-kyai NU di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan lainnya dengan membawa isu “awas politik China di balik Jokowi”. Kami yakin, gerilya itu sangat efektif; (c). Posisi para Caleg non Muslim di tubuh PKB dan dukungan pendeta-pendeta kepada PKB. Dengan masuknya Rudi Kirana di jajaran elit PKB, sebenarnya partai itu seperti “mau diambil alih” non Muslim. Hanya saja, isu demikian tidak sampai ke telinga-telinga para kyai. Tahunya para kyai “bahaya Jokowi dan politik China”.

[6]. Prediksi kami tentang PAN juga keliru. Kami menyangka PAN akan gulung tikar, ternyata hasilnya lebih baik dari PKS. Dalam hemat kami, meskipun PAN tidak identik dengan Muhammadiyah, tetapi PAN sangat sulit melepaskan diri dari kantong pendukung utamanya, warga Muhammadiyah. Hal itu terbukti dengan posisi Amien Rais yang masih bercokol kuat di PAN. Andai PAN terlepas sepenuhnya dengan Muhammadiyah, diperkirakan sulit akan bertahan. Sungguh, sebelum Pileg digelar, Pak Amien Rais rajin berkunjung ke kantong-kantong komunitas Muhammadiyah di Jawa Barat. Dari mana kami tahu? Karena sebagian kerabat kami aktif dalam kegiatan-kegiatan Aisyiyah (ormas wanita Muhammadiyah). Asumsinya, beliau juga rajin berkunjung ke daerah-daerah lain.

[7]. Prediksi kami tentang Hanura juga keliru. Kami menyangka Hanura akan naik secara significant, ternyata tidak. Boleh jadi Hanura dilompati oleh Nasdem yang lebih muda darinya. Bagaimana perasaan Hary Tanoe ya? Partai Nasdem yang dia tinggalkan ternyata lebih unggul dari Hanura. “Gue udah pontang-panting, ternyata hasilnya cuma segini. Muka gue mau ditaruh di mana?” Mungkin begitu keluh Hary Tanoe. Keruntuhan pamor Hanura ini membalikkan sebuah teori besar media. Selama ini ada anggapan, bahwa ekspose media yang gencar dan terus-menerus bisa mendikte perilaku politik masyarakat. Ternyata, ekspose berlebihan justru membuat masyarakat nek (muak). Lagi pula, di era kebebasan informasi saat ini, masyarakat mendapat banyak pilihan informasi bukan hanya dari TV. Jangankan TV-TV sejenis MNC, TV berita seperti TVOne dan MetroTV saja sudah lama diragukan kredibilitasnya. Termasuk media seperti Tempo, Kompas, Detik.com, Rakyat Merdeka, dan seterusnya. Bisa dianggap, Pileg April 2014 menjadi “kuburan” bagi media-media sekuler. Belum pernah kami merasa malu membaca Kompas, kecuali setelah media ini mengelu-elukan sosok Jokowi secara berlebihan. Jokowi yang kemampuan jauh di bawah SBY dielu-elukan secara bombastik.

[8]. Nah, selanjutnya kita bicara PKS, khushuson seputar PKS. (Tolong bagi yang masih di bawah 17 tahun, jangan ikut nonton ya. Ada pembantaian besar di sini. He he he…). Ya kami gak segitunyalah ke PKS. Namanya juga sesama Muslim, meskipun banyak perbedaan, tidak boleh “bantai-membantai”. Merujuk hasil Quick Count, suara PKS menurun sekitar 1 %. Tapi secara psikologi politik penurunan ini sangat besar artinya bagi kader-kader PKS. Anda tentu masih ingat Pemilu 2009 lalu, PKS mengklaim sebagai satu-satunya partai, selain Demokrat, yang mengalami kenaikan suara. Masih ingat kan? Nah, sekarang terbalik. Ketika trend partai-partai Muslim pada naik, justru PKS turun. Bukan itu saja, rangking politik PKS dari semula posisi ke-4 merosot ke posisi 7 atau 8. Secara psikologis semua ini sangat berat diterima para kader pendukung. Tadinya mereka di barisan “partai elit”, sekarang masuk kelas “partai alit”. Itu pun PKS cukup dibantu oleh suara komunitas Salafi. Tanpa bantuan komunitas Salafi mungkin suara PKS lebih buruk lagi. Bisa jadi saat ini Johan Budi dan Abraham Samad di sana lagi terkekeh-kekeh melihat nasib malang para pendukung PKS. Pemberitaan korupsi yang digalakkan KPK terkait LHI dan Fathanah tampaknya menjadi tsunami besar bagi PKS. Tapi di luar itu, ada satu image yang berkembang luas di tengah masyarakat tentang PKS, yaitu kesan “PKS sama saja dengan partai lain”. Sebenarnya image inilah yang telah menggerogoti PKS dari waktu ke waktu. Jati diri mereka sebagai partai kader, partai dakwah, partai Islam dianggap meluntur. Meminjam istilah Hatta Rajasa: “Semua partai cenderung bergerak ke tengah.” Keberhasilan-keberhasilan PKS di pemilu-pemilu sebelum tidak menjadi bahan introspeksi, tapi malah menimbulkan rasa ujub. Itu gawat!

[9]. Oh ya tentang PPP, hampir lupa. Sama seperti PKB, PPP juga punya basis masa Muslim tradisional. Hanya bedanya PPP basis masa non-NU. Alhamdulillah meskipun PPP tidak melonjak drastik, setidaknya meningkat. Kami disini berposisi bukan sebagai “orang PPP” tapi sekedar sebagai “pemilih PPP”. Beda kan ya. Setelah hasil quick count diumumkan, sebagian elit PPP seperti gontok-gontokan, mau dongkel-dongkelan. Kenapa bisa begitu? Karena Emron Pangkapi sejak awal ingin bawa PPP merapat ke Jokowi (PDIP), sama seperti kelakuan Bahtiar Chamsah dulu. Sementara Suryadarma Ali yang telah bekerja keras lima tahunan terakhir, ingin membawa PPP berlabuh bersama Prabowo (Gerindra). Orang pada bertanya-tanya, kenapa elit politik bisa begitu? Ya untuk ukuran Indonesia, perselisihan internal sering muncul. PDIP saja sekarang galau, PKB galau, Golkar galau; termasuk Mahfud MD juga galau, karena dia mungkin terus bertanya-tanya: “Siapa yang mau bawa gue maju ke Pilpres?” Tapi mendukung Jokowi dalam konteks sekarang, sangatlah riskan bagi masa depan Umat Islam.

[10]. Bagaimana dengan Gerindra dan Prabowo? Ya kami tidak tahu banyak tentang internal Gerindra dan program-programnya. Tapi prediksi kami selaras, Gerindra meraih suara sangat baik di Pileg April 2014 ini. Itu buah dari konsistensi sebagai partai oposisi. Sebenarnya PDIP bisa lebih besar suaranya kalau konsisten menjaga citra baik mereka sebagai partai oposisi. Tapi mengangkat Jokowi sebagai Capres menjadi blunder besar bagi PDIP. Jelas-jelas Jokowi masih baru menjabat Gubernur DKI, tapi sudah buru-buru dicapreskan. Tapi menarik melihat sosok Prabowo sebagai Capres. Menurut kami, dia layak menjadi Presiden RI. Bukan karena dia nasionalis atau mantan elit militer; tapi kondisi negara kita saat ini benar-benar butuh “darah segar” untuk menyelamatkan negeri ini. Sekilas gambaran, APBN kita 60 % untuk belanja rutin (termasuk gaji PNS, guru, TNI, Polri, dan seterusnya); 25 % untuk membayar hutang dan bunganya; sisa 15 % untuk infrastuktur, persenjataan, dan lain-lain. Kata Hatta Rajasa, sisa APBN kita rata-rata hanya sekitar 8 % saja. Kalau angka pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 6 % itu sebagian besarnya merupakan sumbangan dari produksi dan transaksi perusahaan/bisnis asing yang bercokol di negeri ini. Memang tumbuh, tapi hasilnya untuk orang asing, bukan buat rakyat kita sendiri. Dalam konteks begini kita butuh sosok pemimpin yang kuat, seperti Erdogan di Turki, Hugo Chavez di Venezuela, atau Putin di Rusia. Jangan Jokowi-lah, dia terlalu lembek dan tidak memiliki integritas. Itu sangat membahayakan bagi masa depan bangsa ini. Prabowo sebagai sosok militer termasuk unik, karena dia satu-satunya jendral militer yang pro ekonomi kerakyatan, ekonomi petani, nelayan, pedagang pasar, dan sebagainya. Mana ada jendral militer yang peduli ekonomi kerakyatan? Hal ini dipercaya merupakan pengaruh dari ekonom Prof. Soemitro, ayahnya. Kalau harus memilih antara Prabowo dan Jokowi, jelas kami mendukung Prabowo.

[11]. Umat Islam di negara kita sering dihadapkan pada pilihan-pilihan politik. Misalnya, mana yang harus kita pilih, pemimpin yang saleh tapi lemah, atau pemimpin yang kuat tapi kurang saleh? Kalau mengikuti gaya politik kaum Muslimin selama ini, mereka lebih suka pemimpin yang saleh meskipun lemah; ketimbang pemimpin kuat tapi kurang saleh. Alasannya, soal kesalehan itu sendiri. Tapi ulama-ulama Islami justru memilih pemimpin yang kuat meskipun kurang saleh; alasan mereka: “Kesalehan pemimpin itu buat dirinya sendiri, sedangkan kekuatan seorang pemimpin bermanfaat untuk orang banyak.” Dalam Surat Al Baqarah, ketika Bani Israil meminta dipilihkan seorang tokoh untuk menjadi pemimpin perang, Allah memilihkan mereka sosok Thalut. Ia disifati dengan keutamaan: “Basthatan fil ‘ilmi wal jism” (memiliki ketangguhan dalam ilmu dan kekuatan fisik). Bahkan ketika terjadi peperangan antar kaum Muslimin dan Romawi di medan Yarmuk, tiga komandan Islam yang amat sangat saleh gugur, yaitu Mush’ab bin Umair, Ja’far bin Abu Thalib, Abdullah bin Rawahah Radhiyallahu ‘Anhum. Kemudian Allah beri kemenangan kepada pasukan Islam lewat komandannya yang tidak terlalu saleh, tapi sangat brilian dalam perang, yaitu Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘Anhu. Kalau secara perasaan, betapa senangnya kalau pemimpin RI nanti muncul dari kalangan ustadz, kyai, habib, doktor syariah, dan sebagainya. Tapi kalau mereka lemah, tidak mampu menghadapi derasnya inasi asing, ya tak banyak membawa maslahat bagi kehidupan kita semua.

Ala kulli hal, bentuk politik di Indonesia ini stagnan. Dari pemilu ke pemilu, tidak ada yang mencapai suara mayoritas (mencapai 30 % atau 40 % kemenangan). Faktor politik komunitas sangat dominan. PDIP dan Golkar punya pangsa pasar tetap sejak era Orde Baru. PKB, PAN, PPP, dan PKS juga punya pangsa pasar tetap; PKB ke NU, PAN ke Muhammadiyah, PPP ke tradisionalis non NU, PKS ke jamaah pengajiannya. Gerindra didukung pelaku bisnis kecil, pedagang pasar, petani, nelayan, dan semacamnya. Sedangkan Demokrat, Hanura, Nasdem, memiliki massa pendukung tidak jelas. Partai-partai yang bukan basis komunitas hanya tiga partai terakhir itu.

 

SEKILAS KRITIK

Kami sendiri sebagai bagian dari Umat (dan kemarin memilih PPP) merasa sedih melihat situasi ini. Banyak lembaga Islam, tokoh ormas Islam, cendekiawan Muslim, media Islam, atau para aktivis Islam menyerukan agar partai-partai basis Muslim (PKB, PAN, PPP, PKS, dan PBB) bersatu membentuk kaukus partai Islam dan memilih calon presiden sendiri. Tapi menurut kami, kecil peluang mereka akan mau bersatu dalam sebuah kaukus politik Islam. Bagi para politisi itu seperti berlaku prinsip: “Lebih baik menjadi keset di sebuah istana megah milik orang lain, daripada menjadi meja di rumah kecil milik sendiri.” Mereka minder dengan agama dan identitasnya. Sayang sekali.

Masalah terbesar kita saat ini adalah: “Hilangnya orientasi politik Islami di diri partai-partai Muslim, bahkan di semua partai yang ada.” Tujuan politik Islam itu kan memperbaiki kehidupan Umat Islam, agar kehidupan dunia akhiratnya menjadi baik; peluang masuk surganya besar, peluang masuk nerakanya semakin kecil. Itu kan sebenarnya tujuan politik Islam! Nah, mengapa tak ada satu pun partai yang peduli dengan kehidupan ukhrawi kaum Muslimin? Pembahasan kita tentang masalah ekonomi, pendidikan, kesehatan, informasi, dll. kan bukan semata bersifat duniawi; kita membahas semua itu agar kehidupan Umat ini jadi baik, kalau baik diharapkan nasibnya di akhirat nanti juga lebih baik. Andaikan urusan dunia tidak menjadi baik, minimal bekal-bekal untuk mencapai kemuliaan di akhirat mencukupi. Jangan sampai urusan dunia tak dapat, urusan akhirat juga tidak. Politik apa semacam itu? Mana itu hakikat partai Islam atau partai Muslim? Kok urusannya dunia melulu?

Selagi partai-partai Islam (Muslim) ini tidak peduli dengan kehidupan akhirat Umat, tidak ada yang bisa diharapkan dari mereka. Percuma dan sia-sia kita mendukung mereka, kalau orientasinya dunia melulu. Kelak kita semua akan ditanya: “Man Rabbuka? Man Nabiyyuka? Maa Kitabuka?” (siapa Rabb-mu, siapa Nabi-mu, apa Kitab-mu?). Kita bukan ditanya soal pertumbuhan ekonomi, indeks saham, potensi elektabilitas, hasil quick count, perolehan kursi parlemen, dan seterusnya. Semua itu hanya aksesoris doang, bukan tujuan hakiki perjuangan politik Islam.

Kembalilah partai-partai Islam (Muslim) pada jati diri perjuangan politik Islam! Kembalilah pada upaya menghidupkan ajaran Nabi SAW! Kembalilah kepada rel “fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah”! Kembalilah kepada amanat Allah dan Rasul-Nya! Jika kalian enggan kembali ke orientasi Islami, insya Allah tangan-tangan lain akan memikul amanat ini!

Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin, wallahu a’lam bisshawab, wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakaatuh.

 

 

Jakarta, 14 April 2014.

AM. Waskito.

 

 


SIAPA BILANG DEMOKRASI BUKAN SISTEM ISLAMI?

$
0
0

Oleh TOHIR BAWAZIR.

Berikut adalah tulisan opini tentang siasat politik demokrasi dari seorang pemerhati gerakan dakwah dan politik Islam. Masuk ranah polemik pro-kontra. Penulis coba uraikan sisi-sisi kebaikan demokrasi dalam kehidupan riil di tengah Ummat. Selamat membaca dan berwawasan!

Pemilu Legislatif untuk memilih anggota DPR, DPRD I, DPRD II dan DPD, baru saja usai dilaksanakan. Insya Allah di bulan Juli 2014 kita akan melaksanakan pemilu lagi,  yaitu pemilu  untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. pemilu itu pun masih memungkinkan berjalan dua putaran, apabila di putaran pertama tidak diperoleh pemenang mutlak yang mendapat suara 50% plus 1 suara. Kalau ditambah lagi dengan berbagai pilkada di berbagai daerah untuk memilih Gubernur maupun Bupati/Walikota, sesungguhnya negara Indonesia termasuk negara yang kelewat sibuk untuk melakukan pemilu.

Tidak hanya kelewat sibuk, namun pemilu juga sangat menguras dana dan kas negara, menguras energi dan pikiran seluruh bangsa,  termasuk pula menguras kantong para calegnya. Itulah ongkos demokrasi yang sudah dipilih oleh bangsa Indonesia dengan pola pemilihan langsung semacam ini.  Mudah-mudahan ke depannya pemilu dapat berlangsung semakin mudah, simple dan murah.

Namun betapapun boros dan berlebihannya pemilu, setidaknya hal ini melegakan sebagian besar pihak, karena rakyat memiliki hak penuh untuk menggunakan hak politiknya. Setelah era Orde Baru yang dikenal repressif dalam bidang politik, dimana kekuasaan hanya dimonopoli oleh Soeharto dan kroni-kroninya, di era reformasi ini rakyat dapat menikmati kebebasan politiknya sehingga tumbuh berbagai macam partai politik baru.

Demokrasi Adalah Satu Pilihan Jalan Politik. Sepertimana Kita Memilih Buah.

Demokrasi adalah Satu Pilihan Jalan Politik. Seperti Kita Memilih Buah.

Ada partai yang tumbuh sejenak kemudian layu sebelum berkembang, ada yang tumbuh namun gagal ikut pemilu karena masalah administrasi yang tidak bisa dipenuhinya, ada yang tumbuh dan dapat ikut pemilu namun akhirnya harus minggir dari percaturan politik karena kurangnya dukungan masyarakat. Hingga saat ini diperkirakan hanya sekitar 10 partai politik yang dapat bertahan dan bisa duduk di parlemen mewakili konstituennya. Mudah-mudahan ke depannya, jumlah partai politik tidak  akan semakin bertambah. Karena semakin banyak partai politik, otomatis akan semakin banyak biaya politik yang harus dikeluarkan.

Dari berbagai partai peserta pemilu yang ada, ada yang terang-terangan berasaskan Islam, ada yang berkonstituen Muslim namun bukan berasas Islam, ada pula yang tidak mau dikait-kaitkan dengan Islam, walaupun kalau musim pemilu sama-sama juga memperebutkan suara ummat Islam, karena realitas politik mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam.

Dari kalangan ummat Islam pun ada berbagai pandangan tentang sikap terhadap pemilu dan demokrasi. Ada yang setuju, dan ini merupakan pandangan mayoritas ummat Islam, ada yang menolak, ada pula yang sejatinya menolak namun terpaksa menerima karena tidak ada pilihan lain, alias darurat menerima.

Yang menolak selalu bersandar bahwa sistem demokrasi tidak dikenal dalam Islam. Karena sistem demokrasi memberikan peluang dan hak kepada masyarakat untuk membuat hukum dan undang-undang, hal yang seharusnya menjadi wewenang mutlak Allah SWT. Demokrasi adalah bid’ah (mengada-ada), sesat, sistem kufur dsb. Pokoknya harus ditolak.

Setelah sama-sama  menolak, mereka pun masih terbagi menjadi tiga golongan. Golongan pertama,  mereka yang menolak sistemnya dan semua hasil-hasilnya. Ada pula golongan kedua, yang menolak sistem dan aturan mainnya, namun mereka menerima hasilnya. Mereka terima dan hormati penguasa hasil pemilu dan produk-produk hukum dari sistem demokrasi yang ditolaknya. Ada pula yang ketiga, pura-pura menolak semua, namun seringkali mereka terpaksa menerima hasilnya, bahkan seringkali menitipkan aspirasi politiknya kepada partai-partai yang sebelumnya ditolaknya itu.

Mengapa ummat Islam berbeda dalam menyikapi fenomena pemilu dan demokrasi, padahal mereka masih sama-sama bersandar kepada Al-Qur’an dan Al-Sunnah serta sama-sama mencita-citakan masyarakat yang ideal seperti di masa Rasulullah SAW dan masa Khulafaur Rasyidin (kepemimpinan Islam yang adil dan ideal)?

Kalau dilihat sejujurnya, ada dua kutub pandangan yang sulit dipertemukan. Yang pertama, yang menerima demokrasi dan melihat demokrasi sebagai suatu kenyataan riil yang ada dan patut dipakai saat ini. Yang menolak demokrasi memandang sebaliknya, yaitu apa yang seharusnya ada. Satu berangkat dari  realitas yang ada, yang kedua, apa yang dianggap harus ada. Mayoritas ummat Islam, berangkat dari menerima  apa yang ada (realistis). Yang ada adalah demokrasi adalah sistem terbaik bagi bangsa Indonesia untuk memilih pemimpin dan wakil-wakilnya, mengatur negara, membuat undang-undang dsb. Walaupun demikian demokrasi tetaplah produk manusia yang pasti ada kelemahan dan kekurangannya bahkan masih mudah pula untuk dicurangi oleh manusia.

Dalam demokrasi semua pihak punya wakilnya, ada wakil dari berbagai daerah dan suku, wakil berbagai agama, wakil berbagai profesi, wakil dari berbagai kepentingan dsb. Supaya masing-masing pihak dapat diakomodir kemaslahatannya, maka demokrasi lah yang mengaturnya. Sehingga tidak terjadi pemaksaan kehendak masing-masing pihak.

Begitu pula siapa yang dapat menjadi kepala negara, akan diatur sedemikian rupa sehingga menjadi pemimpin tidak akan mudah semena-mena karena banyak pihak yang mengawasinya, ada yang mengawasi penggunaan anggaran negara, ada yang mengawasi hak-hak politik pemerintahnya dan berbagai pengawasan lainnya. Menjadi pemimpin pun dibatasi masa jabatannya hanya maksimal lima tahun sekali. Kalaupun berhasil, hanya dapat mengulang satu periode lagi kepemimpinannya, kalau tidak dibatasi , dikhawatirkan mereka cenderung berlaku korupsi dan membangun dinasti dsb. Prinsipnya, menjadi pemimpin itu tidak gampang, tanggungjawabnya tidak ringan, selain kepada Allah SWT dia juga dimintai pertangjawaban oleh rakyat dan wakil-wakilnya.

Hal ini berbeda jauh dengan sistem monarki atau kerajaan. Partisipasi masyarakat nyaris tidak ada, semuanya bergantung terhadap kehendak raja. Baik buruknya suatu  bangsa tergantung kebijakan sang raja. Kalau raja berbuat baik, adil dan punya visi ke depan, masih lumayan, rakyat dapat ikut menikmati kesejahteraan, namun kalau raja berbuat buruk, sulit bagi rakyat, untuk menurunkan raja nya, kecuali dengan cara kekerasan dan pertumpahan darah. Namun dari sisi biaya, sistem monarkhi hemat biaya politik, karena tidak perlu ada pemilu, tidak perlu ada parlemen, dsb.

Bagi pihak penolak demokrasi karena berangkatnya dari apa yang seharusnya ada,  demokrasi sudah pasti tidak akan pernah dapat memuaskan semua keinginannya. Maka pasti dia tolak. Mereka berkeinginan ideal, masyarakat harus sepenuhnya taat kepada Allah, menjalankan semua perintah Allah, tidak ada hak masyarakat untuk membuat hukum dan undang-undang yang bertentangan dengan syariat Allah, tidak ada hak masyarakat untuk melakukan pemungutan suara untuk hal-hal yang sudah disyariatkan. Masyarakat tinggal menjalankan saja, dsb.

Orang beriman tidak mau suaranya disamakan dengan orang fasik, musyrik, kafir dsb. Tetapi mereka lupa satu hal. Kita hidup di alam riil dan masa kini. Ada fakta, sekitar 15% penduduk Indonesia bukan beragama Islam. Yang 85% pun tidak semua setuju hidup diatur syariat. Ada Muslim tetapi liberal dan  sekular, ada yang Muslim namun semangatnya untuk menggembosi aspirasi ummat Islam, ada Muslim tapi masa bodoh terhadap agamanya, ada  Muslim tapi berfikirnya sederhana, yang penting ekonomi sejahtera, urusan lain tidak peduli, bahkan ada pula yang mengaku Muslim, namun sejatinya dia pengasong aliran sesat. Itulah semua fakta hidup yang harus kita hadapi saat ini.

Kalau orang yang merasa beriman berbeda bobotnya dengan orang  tidak beriman, sedangkan dalam pemilu, suara semua orang nilainya sama, terus dia ngambek  tidak mau ikut pemilu karena pelaku maksiat juga ikut pemilu. Terus bagaimana caranya untuk membagi masyarakat antara yang beriman dan yang tidak beriman? Yang beriman dapat ikut pemilu dan yang tidak beriman tidak usah ikut pemilu.  Kalau  nanti yang jadi ukurannya tingkat pendidikan, bisa saja orang-orang yang berpendidikan SI, S2 dan S3 juga ikut ngambek karena suaranya sama nilainya dengan orang-orang yang tidak lulus SD. Terus kalau ukurannya kekayaan, terus nanti para konglomerat dan para hartawan lainnya, bisa-bisa  tidak mau ikut pemilu kalau suaranya disamakan dengan orang-orang miskin. Pasti semua tambah repot. Jadi semangat satu orang satu suara dalam sistem demokrasi itu sudah cukup adil, walaupun pasti tidak dapat memuaskan semua orang.

Kalau kita kembali ke masyarakat ideal yang dicita-citakan kaum idealis tadi, yaitu terwujudnya masyarakat ideal seperti pada masa  Nabi dan Khulafaur Rasyidin, dimana masyarakat Islam hidup dalam naungan syariat Allah. Jangan dilupakan, sistem pengangkatan keempat Khalifah yang dimulai dari terpilih Abubakar Ash-Shiddiq RA sebagai Khalifah, dilanjutkan oleh Umar bin Khathab RA, terus dilanjutkan oleh Khalifah Utsman bin Affan RA dan diakhiri oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib RA. Semua metode pengangkatannya berbeda-beda. Jadi kalau sistem demokrasi dan pemilu dianggap sistem bid’ah dan harus ditolak, terus yang sunnah itu yang bagaimana?

Khalifah Abu Bakar RA dipilih secara aklamasi di Saqifah Bani Sa’iddah (suatu tempat pertemuan masyarakat di Madinah saat itu) ketika sepeninggal Rasul, kaum Anshar selaku penduduk asli Madinah berniat memilih pemimpinnya sendiri, namun berhasil dicegah dan diganti dengan pemimpin yang paling cocok yaitu Khalifah Abu Bakar RA. Begitu pula sebelum Khalifah Abu Bakar RA meninggal, beliau sudah berwasiat agar sepeninggal beliau nanti haruslah Umar bin Khathab RA yang menggantikan. Begitu pula ketika Khalifah Umar RA menjelang meninggal, beliau telah membentuk tim formatur (anggota dewan) yang dipilih dari shahabat-shahabat utama untuk memilih khalifah pengganti beliau, maka jadilah Utsman bin Affan RA sebagai khalifah selanjutnya. Setelah Khalifah Utsman meninggal, tinggal satu orang yang paling layak diangkat sebagai khalifah, karena tinggal beliau manusia yang paling baik dan layak untuk menjadi khalifah,  maka tampillah Khalifah Ali bin Abi Thalib RA sebagai khalifah keempat atau terakhir masa Khulafaur Rasyidin, selanjutnya adalah masa-masa kerajaan.

Itu pun harus dipahami  semua khalifah pun mendapatkan masalah yang tidak kecil, ada yang diganggu dengan munculnya nabi-nabi palsu, ada yang diganggu dengan pembangkangan dari sebagian rakyat dan pejabatnya, dsb. Semua pemimpin memiliki problem yang berbeda di setiap zamannya. Yang dahulu merupakan problem besar, bisa saja di masa sekarang sudah bukan problem lagi. Begitu pula sebaliknya, yang di masa lampau itu bukan merupakan masalah, bisa saja sekarang menjadi masalah serius yang harus diprioritaskan.

Jadi kalau sistem pemilu langsung dianggap bid’ah dan sesat, tolong jelaskan model pemilihan pemimpin Islam yang bagaimana yang dianggap Sunnah? Ada yang aklamasi, ada karena wasiat, ada karena sistem formatur atau langsung penunjukkan. Semuanya berbeda. Kalau Sunnah biasanya hanya satu cara. Tapi sejarah Islam memberikan pengalaman ada empat cara yang berbeda. Dengan demikian kenapa kita harus membid’ahkan dan menyalahkan cara pemilu dalam demokrasi kalau ini juga hanya sekedar berbeda “caranya”?

Setelah kita bahas masalah “cara”, sekarang kita akan bahas masalah “output-nya”. Apakah sistem demokrasi dapat memuaskan keinginan ummat Islam? Namanya juga demokrasi, sudah pasti tidak akan memuaskan semua orang. Ada keberhasilan-keberhasilan, namun ada pula ketidakberhasilan-ketidakberhasilan, ada yang didapat, namun ada pula yang terlepas, tergantung bargaining masing-masing pihak. Jangankan kita, Nabi pun ketika mengadakan Perjanjian Hudaibiyah dengan pihak Musyirikan Mekkah, harus rela membuang klausul “Dari Muhammad Rasullulah….” Cukup diganti dengan istilah “Dari Muhammad bin Abdillah…” karena ingin kompromi dengan pihak lawan. Dan masih banyak hal lagi yang harus diberikan konsesi terhadap pihak lawan, padahal mayoritas Shahabat Nabi tidak rela dengan hal itu dan menginginkan konfrontasi senjata. Namun Rasulullah SAW tetap mengutamakan kompromi dan musyawarah, dibanding melakukan peperangan.

Kalau kita mau belajar sejarah Islam, harusnya kita belajar dengan sistem yang dibuat oleh Khalifah Umar bin Khathab RA yaitu dengan memilih orang-orang yang berkompeten sebagai tim formatur untuk memilih pemimpin selanjutnya. Yang mungkin menjadi masalah disini, di masyarakat modern sekarang yang masyarakatnya heterogen dan plural otomatis wakil rakyat akan semacam itu. Ada Muslim, ada non-Muslim, ada sekular dll. Semua membawa dan mewakili konstituennya. Kalau di masyarakat yang Islam dan serba homogen, mungkin urusannya lebih sederhana dan nyaman. Namun di masyarakat yang heterogen seperti di Indonesia saat ini, sudah pasti membutuhkan kompromi-kompromi politik, negosiasi, koalisi, lobbi-lobbi politik dsb. Yang penting semuanya masih dalam koridor yang sehat yaitu menyepakati aturan main yang dibuat bersama. Memang tidak semua keinginan ummat Islam  dapat dipenuhi, karena pihak ‘mereka’ juga akan memperjuangkan segala keinginannya. Semakin tinggi dukungan dan partisipasi politik ummat  Islam, maka semakin besar capaian ummat Islam di bidang politik.

Kalau masalahnya mengapa masih banyak ummat Islam yang tidak mendukung kepentingan ummat Islam? Itulah tugas kita semua, tugas para dai dan kita semua untuk berdakwah dan berjihad menjelaskan  ke mereka yang apriori terhadap segala hal yang berbau syariat Islam bagaimana  ajaran Islam jika diterapkan mampu mengayomi semua warga negara baik itu Muslim  maupun non-Muslim itu sendiri. Karena Islam adalah Rahmatan lil Alamin (rahmat untuk semua makhluk).

Dan perjuangan politik Islam merupakan jihad yang paling  berat dan tinggi, karena sandungan dan ujiannya paling banyak dan berat baik dari kalangan non-Muslim, liberal sekular, maupun kaki tangan asing yang tidak akan tinggal diam seandainya ummat Islam berkuasa. Bagi kapitalis asing, perjuangan politik Islam adalah batu sandungan yang paling berat untuk dihadapi, karena politisi Islam adalah orang-orang yang paling susah untuk dibeli, paling susah diajak menuruti kehendak asing, paling anti korupsi, dan paling peduli terhadap rakyat kecil dan paling adil baik terhadap ummat Islam maupun non-Muslim sehingga akan menghalangi upaya pihak-pihak luar untuk bermain dan mengeksploitasi bangsa ini. Karena mereka ini merupakan orang yang paling takut kepada Allah SWT dan setiap gerak-geriknya selalu dipantau oleh Allah SWT.

Walaupun demikian, banyak juga politisi Muslim yang gagal mengemban amanah ini karena dapat saja tersandung masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme. Gagal dapat saja karena niatnya yang sudah salah, yaitu bukan untuk memperjuangan Islam dan rakyat, namun politik hanya dijadikan kendaraan untuk memperkaya diri sendiri, mementingkan golongannya, atau sekedar menambah nilai prestise di masyarakat. Andaikata pun tidak gagal, perjuangan politik Islam pun masih tetap panjang dan belum cukup juga, masih harus didukung oleh para dai di bidang lain, baik yang peduli di bidang pendidikan,  dakwah, ekonomi, sosial dan budaya. Untuk itu, di masyarakat yang ummat Islam merupakan minoritas pun, perjuangan politik Islam tetap saja dibutuhkan karena tugas para dai dan politisi Muslim tidak akan pernah selesai.

Bagi kalangan yang masih tidak percaya bahwa demokrasi selain sebagai keniscayaan, juga efektif sebagai alat perjuangan, mereka sejatinya masih kebingungan sendiri, antara hidup di alam realitas dan idealitas. Realitas yang ada mereka tolak, idealisme yang seharusnya ada juga masih samar ‘wujud’nya. Akhirnya mereka secara tidak langsung malah mengikhlaskan dirinya menjadi masyarakat pinggiran, bagian yang ditentukan, bukan mengambil bagian yang menentukan.

Ada yang lari dan senang menggunakan cara konfrontasi dan kekerasan terhadap penguasa, akibatnya banyak yang berakhir di balik penjara, bahkan tewas terbunuh oleh aparat negara. Ada yang senang mencela demokrasi, namun terhadap penguasa hasil produk demokrasi yang dicelanya, mereka melakukan ketundukan dan kepatuhan yang melampaui batas, sehingga sedikit pun tidak memiliki daya kritis, bahkan sekedar berdemontrasi terhadap kebijakan pemerintah yang dirasa negatif pun mereka salahkan . Ada pula yang terus sibuk  menyampaikan wacana demi wacana tentang pemerintahan Islam yang benar, namun tidak sempat berbuat riil apapun, karena dia sudah terlanjur menjauhi kehidupan politik yang ada.

Ada kaidah fikih yang cukup terkenal yang dapat kita pakai, “Sesuatu yang tidak dapat diambil semua, janganlah ditinggalkan semua.” Kalau dalam demokrasi kita baru mendapat sekian persen dari perjuangan, janganlah berputus asa, karena sejatinya energi kita  yang kita berikan baru  sekian persen pula. Jangan lupa,  kaum liberal, sekular, non-Muslim, kapitalis asing juga tidak sedikit telah mengucurkan dana, pikiran, dan jaringan media dan energi yang dimilikinya. Otomatis sunnatullah berlaku, siapa yang banyak menanam dia akan banyak menuai.

Kalau kita ingin mendapat lebih banyak hasil, haruslah berjuang lebih banyak lagi. Kalau kita merasa capai dan lelah, sesungguhnya mereka juga merasa capai dan lelah. Kalau kita merasa banyak mengeluarkan dana, sesungguhnya mereka mengeluarkan danalebih banyak lagi.  Perjuangan masih panjang dan tidak boleh berhenti.

“Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka (musuhmu) pun menderita (kesakitan) seperti yang kamu derita; hanya saja kamu  mengharap (pahala) dari Allah apa yang tidak bisa mereka harapkan. Dan adalah Allah  Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [QS. An-Nisa’: 104].

*) Penulis adalah pemerhati gerakan dakwah dan politik Islam. Tulisan ini sudah dimuat di situs Hidayatullah.com, dan kami muat lengkap dengan sedikit editing.


Manuver Emron Pangkapi Sangat Berlebihan…

$
0
0

Bismillahirrahmaanirrahiim.

NOTE: Kami tulis artikel ini bukan sebagai anggota, pengurus, atau pendukung loyalis PPP; tapi sekedar sebagai pemilih PPP dalam Pemilu 9 April 2014 lalu. Mohon dimaklumi.

Ada rasa mulas dan sedih kalau melihat emosi Emron Pangkapi di TV-TV. Orang ini bersuara keras, dengan memakai topi Afghan, seakan sedang terjadi perang Bubat di tubuh PPP. Tampak sekali Emron tidak memahami etika Islam, tidak memahami ilmu, bahkan ilmu politik pun tidak. Politisi begini, menurut istilah orang Betawi cuma satu kalimat: “Belagu loh!”

Akan coba kami jawab ocehan Emron Pangkapi dan membuktikan bahwa yang bersangkutan tidak layak terjun ke dunia politik…

[1]. Sebagai orang Muslim, mestinya dia tidak suka kalau partainya menjadi bulan-bulanan media-media massa Islam phobia. Lha ini, saat partainya jadi “makanan empuk” malah dia bersemangat “jihad” untuk menghancurkan partai sendiri. Aneh bin ajaib.

Topi Afghan: Ahmad Shah Mas'ud, Legenda Panglima Lembah Pansir

Topi Afghan: Ahmad Shah Mas’ud, Legenda Panglima Lembah Pansir

[2]. Emron menganggap hadirnya Suryadarma Ali di kampanye Gerindra sebagai pelecehan martabat partai. Ini adalah tuduhan mengada-ada. Sikap Suryadarma itu tidak melanggar AD/ART partai, tidak melanggar hukum negara, juga tidak melanggar hukum Syariat. Malah tidak melanggar etika kehidupan sosial. Apalagi pihak Gerindra (Prabowo) pun berkenan hadir di acara konsolidasi (Istighatsah) PPP.

[3]. Sikap Suryadarma Ali dengan hadir ke tengah massa Gerindra, tetap dengan memakai seragam resmi PPP. Itu menunjukkan JIWA BESAR-nya sebagai politisi yang tulus. Orang ini ingin mengajarkan ETIKA POLITIK MORAL di tengah krisis politik yang pekat dengan permainan duit, media, dan penipuan. Dia coba tulus tunjukkan bahwa politik tidak cuma “siapa yang menang”, tapi juga “kita menang bersama”.

[4]. Kata Emron, PPP hadir di tengah partai Gerindra yang suaranya tahun 2009 lalu lebih kecil dari PPP. Masalahnya, meskipun kecil Gerindra adalah oposisi dan masih komit dengan ekonomi kerakyatan; sedangkan PPP masuk koalisi dengan Demokrat. Bagaimana dia bisa meremehkan langkah oposisi yang ditempuh Gerindra? Terbukti perolehan suara Gerindra kemudian maju pesat.

[5]. Emron membayangkan, suara PPP akan melaju pesat kalau Suryadarma Ali tidak ikut dalam kampanye Gerindra. Ini analisa apa? Dasarnya apa bisa begitu? Paling yang percaya teori begitu hanya Emron dan para pendukungnya. Alhamdulillah suara PPP naik meskipun tidak sepesat Gerindra atau PKB. Tapi sudah lumayan, bisa melompati ET. Di sisi lain, kalau Emron menuntut suara PPP naik pesat; mau naik berapa persen Pak? Mau menyamai suara Golkar dan PDIP maksud Anda?

[6]. Kata Emron, kader-kader di bawah marah kepada Suryadarma Ali gara-gara ikut kampanye Gerindra. Masalahnya, klaim marah itu kan “bikinan” Emron sendiri. Seakan sejak lama dia telah memendam niat buruk ke Ketua PPP, lalu niat itu diwujudkan ketika ada “celah”. Sungguh sangat tragedi jika gara-gara hadir dalam acara kampanye partai lain, seorang Ketum Partai bisa didongkel. Ini benar-benar tragedi politik (made in Emron Pangkapi).

[7]. Emron Pangkapi mengatakan, bahwa koalisi PPP di tahun 2009 adalah setelah Pileg. Memang benar kalau koalisi dengan Demokrat; tapi kalau komitmen politik untuk kerjasama dengan Gerindra, itu dilakukan sebelum Pileg 2009. Jangan berdusta Anda wahai Emron Pangkapi! Jelas-jelas waktu itu Suryadarma Ali bicara, PPP sejatinya ingin merapat dengan Gerindra tapi perolehan suara kedua partai sama-sama kecil (tidak mencukupi maju ke pencapresan).

[8]. Kalau pun masalah hadir di tengah kampanye Gerindra dan Prabowo dianggap masalah besar; maka Emron Cs juga harus didongkel, karena mereka membiarkan Prabowo ikut acara istighotsah yang diadakan PPP. Mengapa ketika itu Emron tidak mengusir Prabowo saja?

[9]. Sebagai perbandingan, sebelum Pileg 2009, beredar juga spanduk-spanduk yang berbunyi begini: “SBY Presidenku, PKS Partaiku!” Apa Anda pernah dengar spanduk semacam ini? Spanduk ditulis dengan tinta biru di atas kertas putih. Isi spanduk begitu lebih mengerikan ketimbang yang dilakukan Suryadarma Ali di kampanye Gerindra. Apalagi pernyataan Suryadarma sekedar mendukung Prabowo menjadi Capres tahun 2014.

[10]. Secara umum, dari sisi politik, di balik manuver BELAGU Emron Pangkapi ini pasti ada apa-apanya. Tidak mungkin dia mempersoalkan masalah kecil, didramatisir sedemikian rupa, kalau tidak ada “udang di balik batunya”. Pasti ada sesuatunya di sana.

Wal akhir, kami menduga, langkah berlebihan Emron Pangkapi ini karena yang bersangkutan dan pendukungnya ingin merapat ke Jokowi; sementara dia sudah tahu, sejak awal Suryadarma ingin berkoalisi dengan Gerindra (Prabowo). Atau bisa jadi, Emron membawa “titipan amanat” dari mantan politisi PPP, Bachtiar Chamsyah, yang sangat loyal ke SBY, lalu disingkirkan lewat KPK. Ya kalau masalah kedua jadi soal, harusnya protes ke SBY, bukan ke partai sendiri.

Demikian sekilas pandangan yang bisa disampaikan. Semoga bermanfaat dan memberi sedikit sumbang kontribusi, agar partai Muslim tidak merapat ke Jokowi. Buahaya…!

Terimakasih.

(Pemilih PPP).



Mencari Presiden RI dan Kegalauan Ummat Islam

$
0
0

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Hasil Pileg April 2014 memberikan arti tersendiri. Suara partai-partai Muslim rata-rata membaik, sedikit penuruan terjadi pada PKS. Hal ini mementahkan sebuah asumsi bahwa politik Ummat Islam sudah “tidak laku”. Faktanya Ummat bergairah mendukung partai-partai Muslim ketika mereka merasakan hadirnya “musuh bersama” (Jokowi dan koalisi Islamphobia di belakangnya).

Namun setelah hasil diperoleh, sesuai quick count, Ummat Islam masih kesulitan untuk mengajukan calon Presiden/Wapres dari kalangan politisi Muslim sendiri. Selain sulit mencari siapa tokoh yang didukung semua kekuatan Muslim; sulit menyatukan partai Muslim; juga adanya keraguan tentang peluang keberhasilan tokoh tersebut dalam Pilpres Juli 2014 nanti.

Berikut beberapa ulasan sebagai masukan, renungan, atau pertimbangan…

"Pemimpin Islami Lahir dari Investasi Politik Islami"

“Pemimpin Islami Lahir dari Investasi Politik Islami”

[1]. Politik itu pada hakikatnya adalah INVESTASI. Kita menginginkan perubahan, perbaikan, kemajuan, tetapi harus investasi dulu dalam sejumlah waktu tertentu. Politik tidak bisa instan; sekarang kita minta, sekarang juga jadi. Tidak bisa begitu. Sebagai contoh, munculnya pemimpin-pemimpin Masyumi sebagai pejabat negara yang amanah dan tidak korup di era Sokarno, hal itu sebagai buah dari proses belajar, perjuangan, pergerakan kemerdekaan sejak awal-awal tahun 1900-an. Sebagian tokoh Masyumi itu pernah menjadi anggota Volkrad (dewan rakyat di era Belanda) dan anggota MIAI (dewan Muslim di era Jepang. Termasuk kemenangan AKP dan Erdogan, ia juga tidak instan. Ia telah dirintis sejak era politik Najmuddin Erbakan pada tahun 1970-an.

Pemimpin hebat seperti Muhammad Fatih juga disiapkan sejak kecil. Begitu juga Shalahuddin Al Ayyubi lahir dari keluarga prajurit, perwira, para pahlawan. Tidak ujug-ujug muncul. Termasuk sosok Khalifah Umar RA lahir dari tempaan kehidupan panjang. Di masa mudanya, beliau jagoan gulat di Pasar Ukadz. Nabi SAW bersabda: “Khairukum fil jahiliyah khairukum fil Islam idza faqahu” (sebaik-baik kalian di masa jahiliyah adalah sebaik kalian di masa Islam, jika dia memahami agama). Hadits ini menjelaskan betapa pentingnya investasi kebaikan untuk mencapai prestasi yang hebat.

[2]. Ide PRESIDEN SYARIAH yang digagas FUI, FPI, Habib Rizieq, secara teori termasuk ide yang menarik. Asumsinya, kalau ada bank syariah, asuransi syariah, gadai syariah, dan sebagainya; maka boleh dong ada ide Presiden Syariah. Hanya masalahnya, konsep Presiden Syariah itu harus dibawa masuk ke ranah politik praktis, dicarikan saluran resminya, serta kompetitif saat diperjuangan di tengah pergulatan politik umum. Ide demikian harus bisa meyakinkan para politisi dari aneka partai, dapat meyakinkan para ahli hukum dan ketata-negaraan, dapat meyakinkan akademisi dan ahli teori, dapat meyakinkan media massa, dapat meyakinkan pelaku pasar, dan utamanya dapat meyakinkan kaum Muslimin dari berbagai kelompok dan strata. Kalau ide ini hanya beredar di sekelompok para aktivis Islam saja, sangat sulit untuk menjadi kenyataan.

[3]. Untuk menjadi Presiden RI; sekedar menjadi ya, tanpa dipertimbangan kualitas dan hasil kepemimpinannya; dibutuhkan 3 unsur: POPULARITAS, ELEKTABILITAS, dan STRATEGI. Pada tahun 1999 Partai Keadilan (PK) pernah mengajukan Ustadz Didin Hafiduddin sebagai calon presiden. Di kalangan aktivis Islam beliau dikenal, tapi di mata masyarakat umum masih sedikit yang mengenal. Ketika Pilkada Jakarta 2012, sosok Foke memiliki popularitas dan elektabilitas; tapi sayang strateginya salah, sehingga hasil akhirnya negatif. Jujur saja, untuk mencari sosok calon pemimpin Islam yang popular, elektabilitas tinggi, lalu didorong dengan strategi yang bagus, untuk saat ini sangat sulit.

[4]. Bahaya yang dihadapi kaum Muslimin saat ini ialah kepemimpinan Jokowi. Jika sosok ini menjadi Presiden RI diduga akan lebih parah dari SBY. Jokowi didukung oleh konglomerat-konglomerat pengemplang BLBI yang ingin aneksasi negeri ini. Untuk menghadang Jokowi diperlukan sosok lain yang populer, elektabilitas tinggi, dan ia memiliki mesin dan strategi politik bagus. Misalnya kita sebut sosok politisi dari kalangan Muslim seperti: Amien Rais, Hatta Rajasa, Muhaimin, Suryadarma Ali, Yuzril Ihza, Anis Matta, Hidayat Nur Wahid, Ahmad Heriyawan, Habib Rizieq, Ustadz M. Khattath, dan lainnya. Apakah mereka bisa menandingi popularitas dan elektabilitas Jokowi? Cobalah pertanyaan ini dijawab secara obyektif, tanpa emosi; adakah tokoh kita yang saat ini sekuat Jokowi? Kalau misalnya tidak ada, jangan merasa risau; kembali ke teori awal, POLITIK ITU INVESTASI. Bahkan untuk sosok Jokowi sendiri, media massa telah memoleskan selama bertahun-tahun. Itu investasi juga.

[5]. Dalam pandangan kami, untuk Pilpres 2014 ini, sulit bagi Ummat Islam untuk mendapati pemimpin ideal sesuai nilai-nilai Syariat Islam. Dalam tinjauan kami, itu sangat sulit. Mengapa demikian? Ya karena untuk menjadi pemimpin nasional dibutuhkan popularitas, elektabilitas, dan strategi yang bagus. Sedang investasi kita di bidang ini sangat kurang. Apa buktinya? Ketika berbicara tentang Pilpres kita sangat mengandalkan keputusan/kebijakan partai-partai Muslim peserta pemilu. Maksudnya, kita tidak memiliki partai yang benar-benar mewakili aspirasi perjuangan politik Islam. Hal ini menunjukkan bahwa investasi kita di bidang politik ini masih minim. Andai investasi kita bagus, mungkin tinggal menggerakkan kader-kader yang berada di berbagai partai Muslim, untuk mendukung agenda yang kita sodorkan. Jadi tidak dikesankan “meminta-minta”.

[6]. Meskipun peluang terpilihnya pemimpin Islami cukup lemah, bukan berarti pejuangan politik menjadi buntu. Tidak sama sekali. Perjuangan politik bisa digerakkan dengan daya sekecil apapun, di tengah situasi sesulit apapun. Maka jika kita sulit menemukan pemimpin sesuai Syariat, maka lakukanlah tindakan ini: Pilihlah sosok pemimpin Muslim mana saja yang diperkirakan potensi maslahatnya terbesar dan potensi madharatnya terkecil! Di antara tokohg-tokoh calon pemimpin RI yang ada, pilih kandidat yang peluang maslahatnya besar, peluang madharatnya kecil, dan tentiu saja dia punya peluang besar sukses menjadi Presiden RI. Pasti ada sosok seperti itu!

[7]. Kami nasehatkan kepada Ummat Islam secara umum, jika saat ini kita belum mendapati pemimpin negara yang sesuai Syariat, jangan berkecil hati. Dasar pemikirannya adalah: [a]. Pemimpin Syariat akan diiperoleh jika kita telah berinvestasi lama di bidang ini; kalau selama ini kesan yang ada, kita telah meninggalkan politik praktis, ya jangan terlalu bermimpi soal pemimpin seperti itu; [b]. Andai terpilih pemimpin Muslim, dalam kondisi investasi politik kita lemah, justru hal itu bisa mencoreng nama baik agama kita sendiri. Anda masih ingat tahun 1999-2001, ketika itu RI dipimpin Gusdur. Promotor utama terpilihnya Gusdur adalah Pak Amien Rais dan poros tengah (koalisi partai-partai Muslim). Nyatanya Gusdur tak bisa memimpin, negara ancur-ancuran. Akhirnya muncul preseden jelek di tengah Ummat, katanya: “Beginilah hasilnya kalau negara dipimpin seorang kyai.” Padahal Gusdur sendiri tidak memiliki akar pemahaman dan pengamalan Syariat yang baik.

[8]. Untuk memperbaiki kondisi bangsa Indonesia saat ini, sungguh sulit dan berat. Sebagai gambaran, lihat struktur APBN. 60 % APBN digunakan untuk belanja rutin, termasuk biaya departemen, pemda, pemkot, gaji PNS, Polri, TNI, guru, dan seterusnya. 25 % APBN digunakan untuk membayar hutang negara dan bunganya setiap tahun. Hutang ke Bank Dunia dan IMF untuk bayar dana BLBI yang dibawa kabur para konglomerat China senilai sekitar 600 triliun, masih terus dibayar sampai saat ini. Katanya baru luas tahun 2032 nanti. 10 % APBN untuk dana infrastruktur, pengembangan, pemberdayaan, penelitian, dan seterusnya. Sisa APBN praktis hanya sekitar 5 % saja. Nah, pemimpin-pemimpin Muslim yang berambisi menjadi Presiden RI, harus bisa menyelesaikan tantangan semacam ini. Jangan terbayangnya nanti dihormati, diberi fasilitas klas 1, bisa pelesir ke luar negeri, dapat fee proyek ini dan itu, anak-anak dan isteri dijaga Negara 24 jam penuh sehari, dan seterusnya. Jangan bermimpi begitulah, tapi pikirkan manajemen APBN seperti di atas.

[9]. Di tengah krisis politisi dan negarawan Islami ini, muncul sosok Rhoma Irama sebagai calon presiden dari kalangan Ummat Islam. Banyak pihak yakin, Rhoma bisa jadi presiden. Bisa sih bisa, dengan asumsi mengandalkan popularitas. Tapi masalahnya, apakah sosok seniman seperti dia layak memimpin negara? Anda pernah mendengar tesis Ibnu Khaldun, bahwa tanda-tanda peradaban yang mulai menua ketika ia memuja-muja seniman dan dunia seni. Itu peradaban yang menua ya, lalu bagaimana dengan Indonesia ini yang masih acak-acakan, meraih kemajuan juga belum? Mungkinkah negeri seperti ini diserahkan ke tangan seniman? Kadang ketika tehimpit masalah, kita sering berpaling ke solusi-solusi aneh yang justru membahayakan masa depan dan kehidupan.

[10]. Menurut kami, kriteria seorang pemimpin Indonesia nanti secara umum sebagai berikut: [a]. Seorang Muslim Ahlus Sunnah (bukan pengikut atau pendukung aliran sesat); [b]. Memiliki kekuatan fisik, seperti sosok Thalut; [c]. Memiliki pengetahuan tentang kehidupan yang luas, dalam kriteria pemimpin disebut karakter Fathanah; [d]. Bersikap amanat terhadap kehidupan rakyat, kekayaan negara, serta hak-hak kaum Muslimin; [e]. Bisa memimpin perang. Kriteria terakhir ini perlu ditambahkan karena menyadari kondisi aktual saat ini dimana negeri-negeri Muslim dilanda aneka macam konflik seperti Suriah, Afghan, Irak, Yaman, Mesir, Somalia, dan lainnya. Jangan seperti seorang presiden tertentu, setelah hampir 10 tahun memimpin bangsa, dia baru berbicara: “Saat ini bangsa kita siap perang!” Aneh, menjelang berakhirnya masa jabatan baru ngomong “siap perang”.

Demikian beberapa pandangan yang bisa kami sampaikan. Menurut kami, saat ini jangan terlalu berharap akan lahir Presiden RI Bersyariah; bukan karena ide itu tidak menarik, tapi kita tak memiliki modal investasi politik untuk memperjuangkannya ke tingkat aplikasi. Saran kami, kalau misalnya Ummat Islam bersedia, mari kita dirikan partai Islami (partai baru) sebagai solusi kebuntuan saluran politik ini. Kita harus berinvestasi sebelum memetik hasil! Minimal, pilihlah sosok pemimpin yang dapat diduga peluang maslahatnya besar dan peluang madharatnya kecil.

Demikian, semoga bermanfaat. Amin Allahumma amin.

(Mine).


Ummat Islam dan Prabowo Subianto

$
0
0

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Secara pribadi kami bisa memahami sikap Ketua Umum PPP yang bersikeras mendukung Prabowo Subianto sebagai Capres pada Pilpres Juli 2014 nanti. Terlepas kelebihan dan kekurangan Prabowo, kami menilai langkah Suryadarma Ali itu telah melewati suatu kajian politik yang sangat dalam dan luas. Setidaknya, dalam gambaran kami sendiri, dukungan terhadap sosok Prabowo sangat strategis bagi masa depan bangsa ini; dengan asumsi, semua ini hanya ikhtiar saja, sedangkan secara hakiki segala urusan bangsa ini ada dalam genggaman Tangan Allah Ta’ala.

Coba kami runut penjelasan ini dalam poin-poin syarahan sebagai upaya memahami langkah poliyik yang diambil Suryadarma Ali, serta sebagai tambahan penjelasan bagi kaum Muslimin secara umum. Tapi mohon disadari bahwa sikap ini sepenuhnya independen, sebagai buah telaah politik murni, tidak bersifat partisan.

[1]. Mula-mula kita berangkat dari analisis masalah terberat yang menimpa bangsa ini. Apa masalah terberat kita selama ini? Banyak orang melontarkan pandangan dan teori. Namun kami mempercayai, masalah berat yang menimpa bangsa Indonesia ini, lalu mengguncang sendi-sendinya adalah MASALAH EKONOMI & KEMISKINAN. Hal itu bermula dari Krisis Ekonomi tahun 1997-1998 yang berakibat terjadi LIBERALISASI kehidupan bangsa di segala bidang. Krisis Ekonomi diikuti Reformasi politik, namun di balik itu terjadi gelombang LIBERALISASI KEHIDUPAN yang sangat massif.

[2]. Ketika terjadi liberalisasi kehidupan, yang diawali liberalisasi ekonomi, yang menanggung dampak terberat adalah Ummat Islam, karena mayoritas penduduk negeri ini memang Muslim. Ummat Islam merupakan komponen terbesar yang menjadi korban liberalisasi ekonomi dan kehidupan. Banyak Muslim menjadi rusak agama dan imannya karena: berbuat kemusyrikan, murtad dari agamanya, berbuat jahat/kriminal, berbuat korupsi, menjadi TKW ke luar negeri, membuat bisnis hedonis, memalsukan produk, mengedarkan narkoba, menjual diri, merebak aliran sesat, hedonisme, dan seterusnya. Akibat rusaknya urusan ekonomi negara, merusak juga kehidupan agama dan keimanan kaum Muslimin. Ada ungkapan hikmah yang berbunyi: “Kadal faqru an yakuna kufra” (hampir saja kefakiran itu membuat seseorang menjadi kafir). Ungkapan ini tampaknya relevan.

[3]. Dalam pandangan kami, untuk memperbaiki kehidupan kaum Muslimin, mau tidak mau kita harus turun membereskan ekonomi negara ini. Faktanya, Reformasi politik 1998 dijadikan pintu masuk oleh kekuatan-kekuatan ekonomi asing untuk menguasai aset-aset ekonomi nasional dalam segala bentuknya (potensi, bahan tambang, bahan baku, sumber energi, pasar barang, konsumsi publik, dan seterusnya). Rektor UGM, Prof. Pratikno, belum lama lalu menjelaskan, sekitar 70-80 % potensi ekonomi nasional telah dikuasai asing. Jika demikian, apa bedanya era penjajahan kolonial dulu dengan kenyataan sekarang? Kalau hidup di zaman penjajahan kaum Muslimin menderita, toh di zaman sekarang juga sama-sama menderita. Hingga dengan nada yang sangat prihatin KH. Cholil Ridwan menyebut kaum Muslimin dengan istilah “Muslim Dzimmi”.

[4]. Era Reformasi ditandai dengan munculnya partai-partai politik dan pemilu tahun 1999. Di antara partai-partai itu ada yang menjadikan Islam sebagai azas partai. Kami masih ingat, tahun 1999 sempat beredar isu agar partai politik dilarang menjadikan agama sebagai azas partai. Maka tampillah Partai Keadilan, PPP, PBB, PKNU, dan sebagainya memperjuangkan agar azas Islam dihormati. Soal di hari ini mereka tak lagi menghargai azas Islam, itu urusan lain. Mestinya, hadirnya partai-partai Islam ini memberi jalan besar bagi mereka untuk memperbaiki kondisi ekonomi bangsa. Masalah terberat kita ekonomi, ya mereka tampillah selesaikan urusan tersebut. Tapi nyatanya, sejak tahun 1999, 2004, hingga pemilu 2009 nyaris tidak ada partai Islam yang gigih perjuangkan perombakan ekonomi yang sedang dianeksasi asing ini. Secara ide, wacana, atau verbalitas Pak Amien Rais sangat kencang bicara tentang ancaman penjajahan ekonomi asing ini; namun secara politik tidak ada artinya. Malah beliau dan PAN sangat giat mendukung SBY yang jelas-jelas merupakan antek NEOLIB kelas satu.

[5]. Sangat  mengherankan jika melihat tipikal politik partai-partai Islam. Apa yang mereka perjuangkan rata-rata isu yang bersifat minor. Disebut penting ya penting, tapi disebut itu prioritas jelas bukan. Misalnya, isu tentang gratifikasi, absensi anggota DPR kenaikan gaji/tunjangan anggota DPR, UU politik, isu-isu media, dan seterusnya. DPR sempat bekerja baik ketika mengawal Skandal Bank Century; jika kasus ini dijadikan pintu masuk untuk merobohkan rezim Neolib sangatlah bagus; tapi nyatanya sampai saat ini isu Bank Century tidak karuan arahnya. Begitu juga Ummat Islam non parlemen, isu-isu yang diangkat pun tidak menukik masalah sebenarnya bangsa ini, yaitu dominasi asing dalam kehidupan nasional.

[6]. Munculnya Prabowo dan Gerindra pada tahun 2008 memunculkan harapan dan perasaan “sayang”. Harapan, karena Prabowo Subianto paham masalah terbesar bangsa ini dan sedang berjuang untuk memperbaikinya. Sedang “sayang-nya” justru yang mengangkat missi perjuangan tersebut bukan partai-partai Muslim semacam PAN, PKB, PKS, PPP, PBB. Pertanyaannya, kok partai nasionalis lebih peduli masalah berat bangsa? Aneh kan. Lebih aneh lagi, sejak 2004, 2009, sampai 2014 ini partai-partai Muslim masih satu paket dengan rezim Neolib SBY. Tidak ada satu pun yang berani oposisi.

[7]. Kami sangat mengapresiasi langkah Pak Suryadarma Ali pada sebelum Pemilu 2009 yang menjalin kesepakatan politik dengan Gerindra. Dalam hemat kami, alhamdulillah ada partai Islam yang paham urusan bangsa ini. Meskipun telat atau mendukung partai nasionalis lain, kami sangat mengapresiasi langkah Suryadarma Ali tersebut. Jika kemudian sebelum Pemilu April 2014 dia lagi-lagi menunjukkan dukungan kepada sosok Prabowo Subianto sebagai Capres, itu hanya penegasan saja dari komitmen sebelumnya. Ini sangat kami hargai.

[8]. Perlu dipahami, hadirnya Prabowo dengan Gerindra yang berusaha memperjuangkan ekonomi kerakyatan dan kemandirian ekonomi nasional, ini bukan sesuatu yang baru. Sejak ICMI berdiri akhir 1990, lembaga ini telah menyuarakan pentingnya membangun Ekonomi Kerakyatan. Bahkan istilah tersebut, mereka yang pertama kali mempopulerkannya. Di tubuh ICMI ada sosok Adi Sasono, tokoh yang tulen pro ekonomi kerakyatan, koperasi, petani, dan seterusnya. Beliau oleh media-media Barat dijuluki sebagai “The Dangerous Man” atau “The Robin Hood”. Sosok Prabowo sendiri juga dianggap berbahaya oleh Amerika, Singapura, China, dan sebagainya; karena dianggap sulit dikendalikan. Ide ekonomi kerakyatan ini sudah digulirkan sejak era Soeharto yang ekonominya relatif stabil; lalu bayangkan dengan kondisi saat ini? Betapa sangat butuhnya kita pada konsep ekonomi yang berpihak ke rakyat kecil sebagai jumlah terbesar bangsa ini. Kalau ekonomi rakyat membaik, diharapkan kepedulian mereka kepada agama dan keimanan, akan membaik pula. Amin ya Rahiim.

[9]. Sangat-sangat disesalkan, mengapa ide ekonomi kerakyatan, ide memperkuat kemandirian pangan, ekonomi petani, nelayan, koperasi, UKM, dan seterusnya; mengapa ia muncul dari kalangan partai nasionalis? Mengapa partai Islam (Muslim) tidak peduli dengan semua itu. Malah ada partai “Islam” tertentu yang konsep politiknya jelas-jelas mendukung pasar bebas. Katanya, Nabi SAW juga mendukung pasar bebas karena membebaskan harga ditentukan oleh pasar. Masalahnya, di era Nabi SAW makro ekonomi dapat dikendalikan dengan baik sehingga muncul persaingan positif di tingkat ekonomi riil; sedangkan di zaman sekarang makro ekonomi justru dikendalikan oleh kapitalis, sehingga kalau konsep pasar bebas dianut, hancurlah para petani, nelayan, pedagang, UKM, koperasi, dan sebagainya. Di era Nabi SAW dominasi kaum Yahudi mampu dieliminir dengan baik sehingga tidak menimbulkan monopoli.

[10]. Secara normatif atau tekstual, kaum Muslimin negeri ini, terutama ormas-ormas Islam, ingin punya Capres/Wapres sendiri dari kalangan Islam. Ingin maju sendiri dalam bursa Pilpres dengan mengandalkan suara pemilih Muslim. Sosok Prabowo mungkin dianggap sekuler-nasionalis, tidak berpihak ke Islam (Syariat). Justru kami bertanya-tanya, mengapa selama ini partai-partai Islam (Muslim) begitu rapat mendukung rezim Neolib SBY? Apakah itu bukan kemunkaran besar yang seharusnya sangat dijauhi? Apa buktinya partai-partai Islam (Muslim) itu loyal kepada kaum Muslimin kalau selama ini jelas-jelas mendukung Neolib? Masalah kita bukan semata soal rancangan UU perkawinan, kesetaraan gender, homoseksual, dan sejenisnya. Tidak semata-mata itu, tapi yang paling utama adalah bagaimana mengembalikan kedaulatan kaum Muslimin atas negeri, perekonomian, dan kehidupannya; setelah selama ini bangsa kita dikendalikan kaum kapitalis, hedonis, kolonialis.

[11]. Kami sama sekali tidak memuji-muji Prabowo, karena pada dasarnya tidak ada manusia sempurna. Seorang ulama yang saleh saja punya potensi kesalahan dan kekurangan; apalagi seorang Prabowo? Tapi dukungan kepadanya muncul karena kami melihat dia punya program untuk memperjuangkan kembalinya kedaulatan bangsa di negeri ini. Siapa yang akan mengembalikan hak-hak ekonomi dan kehidupan bangsa kita? Kalau PKS, PPP, PAN, PKB, PBB, atau siapapun punya komitmen ke arah itu, pastilah kami akan mendukung penuh mereka. Mengapa? Ya karena -menurut analisa kami- rusaknya urusan ekonomi inilah yang menjadi sumber rusaknya kehidupan agama dan keimanan kaum Muslimin.

[12]. Dalam pandangan (politik) kami, untuk memperbaiki keadaan bangsa ini harus bertahap. Begitu pun dalam penerapan Syariat-nya. Tidak bisa kita saat ini langsung ujug-ujug meminta diberlakukan “hukum potong tangan dan rajam”. Kita harus siapkan dulu aspek pengetahuan, kesadaran, kesejahteraan, dan proteksi kehidupan Ummat, baru setelah itu melaksanakan Syariat secara kaffah. Kalau tidak percaya, cobalah Anda lihat pasal-pasal pembahasan hukum fikih Islam; para ulama meletakkan pembahasan hukum pidana (Hudud) rata-rata di bagian akhir pembahasan. Dan Rasulullah SAW sendiri menyempurnakan pelaksanaan hukum Syariat saat Haji Wada’, ketika beliau hapuskan riba dan dendam darah pada orang-orang tertentu. Tidak lama setelah itu, beliau Shallallah ‘Alaihi Wasallam wafat menuju Allah Rabbul ‘alamiin. Berbeda halnya kalau di negeri ini terjadi PERANG, kemudian kaum Muslimin berhasil memenangkan peperangan; maka kita punya otoritas penuh untuk menentukan haluan hukum.

Demikian yang bisa kami sampaikan. Kami mendukung program Prabowo karena ia sesuai dengan garis program ekonomi ICMI waktu itu; sesuai ide yang digagas Adi Sasono; dan hal itu sangat dibutuhkan bangsa Indonesia yang noatebe mayoritas Muslim ini. Sekali lagi, fokus pada program dan missi-nya; bukan sosok personalnya. Sampai di titik ini, sekali lagi, kami bisa memahami langkah politik Bapak Suryadarma Ali, meskipun beliau memiliki pertimbangan berbeda.

Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat dan menginspirasi. Amin Allahumma amin.

(Mine).


Fitnah Buku Palsu oleh Syiah

$
0
0

Bismillahirrahmaanirrahiim.

PENGANTAR. Syiah adalah kaum yang paling lelah dan menderita di muka bumi. Mereka menghalalkan kebohongan, kecurangan, kelicikan, penipuan, kezhaliman; demi mencelakai kaum Ahlus Sunnah (Sunni). Nas’alullah al ‘afiyah. Jika Nabi SAW memperingatkan kita terhadap ciri-ciri kemunafikan; kalau berbicara dusta, kalau berjanji ingkar, kalau dipercaya khianat; Syiah justru mengkonsumsi semua itu. Mereka melahap kebohongan dan kelicikan seperti makan-minum dan bernafas. Na’udzubillah min dzalik.

Baru-baru kami menerima kabar tentang beredarnya buku berjudul, Nabi Muhammad Pun Menangisi Husein. Jika buku ini ditulis oleh orang Syiah dan diterbitkan penerbit Syiah, tidak ada yang aneh. Hakikat agama Syiah adalah menuhankan Husein, Hasan, Ali, Fathimah dan lainnya Radhiyallahu ‘Anhum. Namun masalahnya, penerbit buku itu disebutkan Pustaka Al Kautsar yang sudah dikenal concern dengan buku-buku Ahlus Sunnah dan giat membendung aliran sesat.

"Hidup Gelap. Duka Lara dan Ratapan. Tiada Bahagia."

“Hidup Gelap. Duka Lara dan Ratapan. Tiada Bahagia.”

Di masyarakat sendiri kadang tidak bisa membedakan antara Penerbit Pustaka Al Kautsar Jakarta yang anti Syiah dan Yayasan Al Kautsar Malang yang dikelola orang Syiah. Karena nama keduanya sama-sama memakai “Al Kautsar”; lalu beredar isu bahwa Pustaka Al Kautsar beraliran Syiah. Atau bisa jadi, munculnya persepsi negatif itu karena beredarnya buku-buku ilegal yang menempelkan nama Pustaka Al Kautsar padanya, seperti Nabi Muhammad Pun Menangisi Husein itu. Jelas saja beredarnya buku semacam itu hanya untuk membuat fitnah. Nas’alullah al ‘afiyah.

KOMITMEN PENERBIT. Sekedar mengingatkan tentang komitmen Pustaka Al Kautsar Jakarta dalam membendung aliran sesat Syiah Rafidhah, kami telah lama menerbitkan buku monumental, Ensiklopedi Sunnah Syiah (Jilid I dan II), karya Prof. Ali Ahmad As Salus, seorang guru besar pakar Syiah. Buku ini diberi kata pengantar berharga oleh seorang ilmuwan Muslim dan pakar Syiah, Dr. Hidayat Nur Wahid. Beliau adalah politisi senior sebuah partai politik.

Ada sebuah catatan menarik. Dr. Hidayat Nur Wahid saat kampanye Pilkada DKI 2012 pernah ditanya tentang keterlibatan beliau dalam acara Deklarasi Istiqlal 1997 yang membahas tentang kesesatan Syiah dan perlunya Ummat Islam mewaspadai gerakan Syiah. Beliau menjawab, bahwa saat acara deklarasi itu, beliau tidak ikut terlibat menanda-tangani teks deklarasi. Jujur saja kami terkejut dan merasa prihatin ketika mendengar Dr. Hidayat tidak ikut menanda-tangani Deklarasi Istiqlal.

Suatu hari, seorang kawan mengajak kami masuk ke perpustakaan Pustaka Al Kautsar. “Saya ingin menunjukkan suatu buku yang sangat penting kepada Anda,” kata kawan itu. Dia lalu mengambil sebuah buku di rak tentang “Bunga Rampai Deklarasi Istiqlal”. Setelah kami baca dan buka-buka, ternyata buku itu berisi kumpulan risalah, makalah, dokumen, berita acara, atau transkrip ceramah dari pertemuan para ulama di Masjid Istiqlal tahun 1997 membahas tentang kesesatan Syiah.

Hebatnya lagi, di bagian akhir buku itu dicantumkan bantahan ilmiah dari Ustadz Dr. Hidayat Nur Wahid yang memuat belasan poin-poin kesesatan akidah Syiah. Beliau bantah kesesatan Syiah dengan lugas, jelas, tanpa basa-basi. Nama beliau jelas dicantumkan dalam tulisan itu disertai gelar akademiknya. Ini adalah bukti nyata bahwa Dr. Hidayat Nur Wahid terlibat aktif dalam acara Deklarasi Istiqlal 1997. Lantaran amanat ilmiah, hal ini perlu kami sampaikan, agar kaum Muslimin tahu dan mengerti. Malah menurut kami, bantahan Dr. Hidayat tersebut masih relevan untuk disiarkan ke tengah Ummat untuk memperkuat akidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Hanya saja, kalau mau dipublikasikan, secara etika harus atas izin beliau.

Lebih menarik lagi, ternyata buku bertema “Bunga Rampai Deklarasi Istiqlal” itu dicetak oleh Pustaka Al Kautsar. Meskipun bahan-bahan tulisan dari panitia Deklarasai Istiqlal. Inil menjadi bukti bahwa sejak awal Pustaka Al Kautsar punya komitmen terkait urusan Syiah Rafidhah ini. Tidak sedikit buku-buku yang kami terbitkan mengandung counter faith terhadap akidah dan gerakan Syiah. Buku lain yang tak kalah monumental adalah, Mengapa Saya Keluar dari Syiah? Karya Sayyid Husein Al Mausawi, mantan ulama Syiah yang bertaubat, lalu dibunuh rezim Khomeini. Mungkin karena alasan seperti inilah, sebuah penerbit terkenal di Bandung merasa sangat benci kepada penerbit ini.

FTNAH KAUM SYIAH. Kembali ke topik semula, tentang buku ilegal, Nabi Muhammad Pun Menangisi Husein. Dari judulnya saja buku ini terlihat aneh. Apakah selama hidup Rasulullah Shallallah Alaihi Wasalam pernah menangisi Husein? Dalam kejadian apa itu? Bagaimana riwayatnya? Jujur saja, kami belum pernah mendengar ada riwayat Rasulullah menangisi Husein selama hidupnya; karena memang waktu itu Husein masih bocah kecil, belum terlibat dalam perjuangan Ummat.

Memang Rasulullah pernah menitikkan air mata ketika salah satu cucunya dalam kondisi darurat, sakaratul maut. Dalam gendongan beliau, bocah itu bernafas tersengal-sengal. Saat itu meneteslah air mata Nabi Shallallah ‘Alaihi Wasallam. Ketika ditanya tentang air mata tersebut? Beliau katakan, itu adalah bukti rahmat di dalam hati.

Kami belum pernah mendengar Rasulullah menangisi Husein Radhiyallahu ‘Anhu. Apalagi jika dikaitkan dengan peristiwa Karbala saat Husein dan 70 keluarganya terbunuh. Husein dan keluarga dibunuh oleh Ubaidilah bin Ziyad –semoga Allah melipat-gandakan hukuman atas kezhalimannya-. Ketika terjadi peristiwa Karbala, tentu saja Rasulullah Shallallah Alaihi Wasallam sudah lama wafat. Bahkan Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu ‘Anhu pun sudah wafat.

Manusia Syiah adalah kaum yang paling lelah, menderita, kebingungan di muka bumi. Mereka ini manusia banyak dosa, tapi berlagak menghakimi para Shahabat Nabi SAW, isteri-isteri Nabi, khususnya Aisyah dan Hafshah Radhiyallahu ‘Anhum. Hidup mereka hancur, rusak, tak memiliki kebaikan apapun; tiada barakah, bahagia, dan ketenangan; karena mereka menghalalkan caci-maki dan kutukan kepada manusia-manusia terbaik dalam Islam Radhiyallahu ‘Anhum. Sangat mudah bagi Allah untuk menghancurkan Kota Qum, Najaf, Karbala, atau Kufah hanya demi menjaga kehormatan Sayyidah Aisyah binti Abi Bakar Radhiyallahu ‘Anhuma.

Kaum Syiah bisa dianggap sebagai manusia paling aneh di muka bumi. Orang-orang musyrikin seperti Hindu, Budha, Shinto dan seterusnya masih menghargai kejujuran dan menepati janji; sedangkan Syiah tidak begitu. Orang Nashrani masih mencintai murid-murid Isa; orang Yahudi masih mencintai murid-murid Musa; tapi kaum Syiah justru gemar membuldozer kehormatan murid-murid (para Shahabat) Nabi Radhiyallahu ‘Anhum. Orang atheis masih mau berkata jujur bahwa mereka tidak bisa menemukan jalan Tuhan; tapi kaum Syiah tak pernah jujur kepada siapa saja, termasuk ke diri sendiri. Bahkan sebuah batu, meskipun tidak bisa bicara, melihat, dan mendengar, ia tidak mengganggu makhluk lain; sedangkan kaum Syiah, mereka tidak bisa hidup jika tidak merongrong kehidupan Ahlus Sunnah.

PESTA AIR-MATA. Agama Syiah terkenal dengan “pesta air mata”. Ya mereka selalu menangisi, menangisi, dan menangisi penderitaan Husein dan keluarganya Radhiyallahu ‘Anhum di Padang Karbala. Seolah tidak ada amalan lain yang lebih afdhal selain menangisi Husein Radhiyallahu ‘Anhu. Agama mereka isinya hanya air mata, keduakaan, ratapan. Jika kita di Indonesia sudah merasa trauma dengan lagu “Ratapan Anak Tiri”, maka kaum Syiah punya ratapan yang 100 kali lebih hebat dari itu. Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.

Budaya ratapan, kesedihan, bermuram durja, penuh kecewa, amarah, emosi, dan seterusnya oleh kaum Syiah dipermanenkan dalam bentuk peringatan Hari Asyura, setiap tanggal 10 Muharam. Isi peringatan itu ya tangisan, ratapan, penyiksaan diri, dan segala macam kesuraman hidup; demi mengenangi penderitaan Husein dan keluarga Radhiyallahu ‘Anhum di Karbala. Kasihan sekali orang-orang ini. Dulunya, ketika masih bagian Ahlus Sunnah, hidupnya gembira, ceria, normal; namun setelah menjadi Syiah, isinya hanya ratapan, kesedihan, air-mata, dan seterusnya.

Berikut kami paparkan beberapa bantahan ringkas tentang “pesta air mata” Hari Asyura yang sangat terkenal di kalangan Syiah. Bantahan ini kami ambil dari buku Pro Kontra Maulid Nabi SAW, terbit Februari 2014.

[1]. Ilmu pengetahuan modern sering mengajarkan cara-cara agar manusia gembira, melupakan kesedihan, mengatasi stress, bangkit dari keterpurukan, dll. Tapi orang Syiah justru menjadikan musibah masa lalu (Tragedi Karbala) sebagai inspirasi untuk menyiksa jiwa-jiwa mereka.

[2]. Jika Anda ditanya, lebih suka melihat orang tertawa atau menangis? Pastilah kita lebih suka melihat orang tertawa atau bahagia. Di kalangan Syiah beda, mereka justru sangat senang memproduksi air mata, giat menyebarkan ratapan, dan hobi mendakwahkan kedukaan.

[3]. Manusia normal kalau terkena musibah, ingin cepat-cepat melupakan musibah itu. Mereka tidak mau mengingat-ingat lagi momen kesedihan yang telah terjadi. Kalau Syiah lain, mereka justru menjadikan musibah yang menimpa Husein Radhiyallahu ‘Anhu sebagai hari peringatan besar.

[4]. Katanya, kaum Syiah sangat mencintai Husein dan Ahlul Bait Radhiyallahu ‘Anhum; tapi anehnya mereka selalu mengingati peristiwa tragis yang menimpa Husein dan keluarganya. Apa Husein suka dengan peringatan semacam itu? Namanya manusia normal, pasti tidak suka jika selalu diingati momen-momen musibah yang menimpanya.

[5]. Kalau Syiah ingin menuntut pelaku kezhaliman terhadap Husein dan keluarga Radhiyallahu ‘Anhum; maka para pelaku sudah meninggal semua, mereka sudah diberi sebagian balasan atas kezhalimannya. Kalau Syiah ingin simpati ke Husein, bukankah Allah telah memberikan sebagian balasan baik atas perjuangan hidupnya? Untuk apa terus meratapi peristiwa tragedi di masa lalu?

[6]. Kalau seorang Muslim terkena musibah, bacalah Istirja’ (Inna lillahi wa inna ilaihi raji’uun). Kita semua milik Allah dan akan kembali kepada-Nya. Sebagai milik Allah, jika sewaktu-waktu Dia mengambil milik-Nya, kita ikhlas dan ridha. Beda dengan Syiah, mereka tidak ikhlas, selalu meratapi musibah, sehingga akhirnya menjadi manusia sesat.

[7]. Allah Ta’ala menghibur Rasulullah Shallallah ‘Alaihi Wasallam tatkala terjadi musibah. Salah satunya dengan memperjalankan beliau dalam Isra’ Mi’raj. Ini bukti bahwa Allah menghibur hamba-Nya yang bersedih. Namun Syiah lain, kalau ada manusia gembira, bahagia, senang hati; mereka tidak suka. Semua itu harus segera dienyahkan diganti “kedukaan Karbala”.

[8]. Allah Ta’ala pernah menghibur kaum Mukminin tatkala mengalami kekalahan dalam Perang Uhud dengan menurunkan ayat-ayat yang menentramkan hati (misalnya Surat Ali Imran 140-141). Berbeda dengan imam-imam Syiah, mereka justru aktif membuat pengikutnya bersedih, bermuram durja, suram melulu hidupnya. Beda sekali antara hiburan dari Allah dengan drama kesedihan ulama-ulama Syiah.

[9]. Dalam peristiwa di Gua Tsur, Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu sangat khawatir dengan nasib Rasulullah jika beliau ketahuan kaum musyrikin. Lalu Rasulullah Shallallah ‘Alaihi Wasallam menghibur Abu Bakar dengan perkataan: “Laa tahzan, innallaha ma’ana” (jangan engkau sedih, sesungguhnya Allah bersama kita). At Taubah: 40. Kalau Syiah lain lagi, mereka selalu berkata: “Jangan gembira, jangan pernah tertawa! Ingat selalu penderitaan Husein di Karbala!” Jadi trgedi Karbala seperti suatu kutukan yang terus menjadikan kehidupan mereka suram dan penuh kedukaan.

[10]. Rasulullah Shallallah ‘Alaihi Wasallam berkata: “Laa tahqiranna ahadakum minal ma’rufi wa lau an talqau akhaka bi wajhin thaliq” (janganlah kamu meremehkan suatu kebaikan, meskipun hanya dengan menghadapi saudaramu dengan wajah manis). HR. Muslim. Sedang Syiah lain lagi perkataannya, mereka justru terus menyebarkan kampanye: “Semua hari adalah Asyura! Semua bumi adalah Karbala!” (Perkataan ini pernah disebar oleh anasir Syiah di Bandung lewat poster-poster). Inna lillahi wa inna ilaihi ra’jiun. Gila, sungguh gila. Mereka sudah hancurkan kehidupannya sendiri dengan kedukaan, ratapan, air mata.

Demikianlah, bahwa meratapi kedukaan dan musibah, adalah perkara yang dilarang dalam Islam. Rasulullah Shallallah ‘Alaihi Wasallam pernah menangis sedih, sesedih-sedihnya, ketika wafat paman beliau, Hamzah Radhiyallahu ‘Anhu, di medan Uhud. Tapi setelah itu beliau ya bangkit, bersemangat, termotivasi, dan selalu tegar menghadapi kehidupan. Demikianlah Sunnah Islamiyah.

Berbeda dengan Syiah, manusia paling malang di muka bumi, mereka jadikan musibah masa lalu sebagai mata air kehidupan, sebagai sumber syariat, sebagai akidah, akhlak, dan sendi-sendi muamalah. Laa haula wa laa quwwata illa billah.

Allahumma inna na’udzubika bi ‘izzatika bi rahmatika bi kalimatikat tammati minal kufri was syirki wad dhalalah wal bid’ah wal fasad waz zhulumat (ya Allah kami berlindung kepada-Mu dengan Izzah-Mu, dengan rahmat-Mu, dengan kalimat-Mu yang sempurna dari kekafiran, kemusyrikan, bid’ah, kesesatan, perbuatan merusak di muka bumi, dan kezhaliman). Amin ya Sallam ya Rahiim.

Demikian tulisan sederhana ini. Semoga bermanfaat dan menginspirasi. Amin. Mohon maaf bila ada salah, keliru, dan hal-hal yang tidak berkenan di hati. Semangat selalu, termotivasi, dan berbahagia. Amin. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.

(Abah).


Prabowo dan Kesempatan Terakhir NKRI

$
0
0

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Sebenarnya yang menjadi masalah di negeri kita ini adalah sifat KHIANAT. Itu masalah laten, sejak zaman perjuangan dulu. Banyak orang kita ini wajahnya, pakaian, bahasa, cara bergaul seperti kita. Tapi hati di pihak musuh. Inilah yang selalu menjadi sumber masalah bangsa ini.

Kalau Jokowi terpilih sebagai presiden RI, ya dapat diperkirakan kehidupan bangsa ini akan semakin hancur-lebur. Jaringan mafia China akan semakin merajalela; penguasaan sumber-sumber energi dan tambang oleh Amerika, negara-negara Eropa; potensi pasar akan dimonopoli produk Jepang, Korea, dan produk asing lainnya; format keuangan negara akan terus bergantung ke hutang luar negeri; subsidi ke rakyat akan terus dikurangi, karena uang APBN dipakai untuk membayar hutang dan bunganya; dan tentu saja jaringan pasar domestik akan dikuasai mall-mall, hyper market, minimarket sejenis Alvamart, Indomaret, dan lainnya. Bahkan dunia pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan pun akan dikuasai usahawan-usahawan China. Hal semacam ini sudah tergambar jelas di depan mata.

Ayo Bekerja Selamatkan Masa Depan Bangsa.

Ayo Bekerja Selamatkan Masa Depan Bangsa.

Nanti secara sosial kita akan dapati banyaknya aliran-aliran sesat gentayangan; kaum hedonis dan homoseks semakin menjadi-jadi; kehidupan masyarakat dikuasai oleh TV yang berani menghina agama dan simbol-simbol kesuciannya; peredaran narkoba, seks bebas, pornografi, pelacuran, dan seterusnya akan semakin menjadi-jadi. Termasuk tentunya bencana alam akan terus melanda sebagai “bonus kehidupan”.

Ancaman yang paling parah, negeri Indonesia atau NKRI ini akan terpecah-belah. Ya alasannya sederhana, ketika Jakarta tidak bisa memperbaiki keadaan negara, ya rakyat di daerah akan semakin realistik. Mereka akan berpikir: “Buat apa mengandalkan Jakarta, sementara mereka tidak peduli dengan kita di daerah? Sudahlah merdeka saja!” Dalam keadaan gerakan separatis marak dimana-mana, anggota Kopassus dan Brimob akan sangat sibuk bekerja.

Jadi intinya, masa depan NKRI dipertaruhkan di bawah ancaman kepemimpinan Jokowi nanti. Ya semua ini merupakan konsekuensi dari dipilihnya PRESIDEN BONEKA yang menghamba pengkhianatan dan kehancuran. Jokowi adalah sosok terbaik untuk missi tersebut.

Kini di hadapan kita ada sosok Prabowo Subianto sebagai pilihan. Orang ini sebenarnya masih banyak kekurangan dan kelemahan, layaknya tokoh-tokoh politik yang lain. Tapi kita percaya dengan tekad dan niat baiknya untuk mengarahkan haluan kehidupan bangsa ke arah yang lebih baik. Dia tidak disukai oleh siapapun yang kini mati-matian mendukung Jokowi, seperti jaringan Mafia China, Amerika, Singapura, negara-negara kapitalis Eropa, dan sebagainya.

Soal PPP kini merapat ke Jokowi, karena memang politisi seperti Surharso Monoarfa, Pangkapi, Romaharmuzy, Hamzah Haz, dan kawan-kawan itu yang dicari cuma: makan, duit, tenar, dan hedonisme. Orang begituan tidak pantas mengikatkan dirinya dengan label Islam. Sebaiknya mereka menyebut diri sebagai “politisi pemburu syahwat”. Itu lebih gentle. Manusia-manusia begini tidak ragu mengkhianati agama, dengan nafsu diri dan kelompoknya sendiri. Sangat mengerikan.

Semoga Allah Ta’ala membalas kecurangan mereka, khianat mereka, jual-beli mereka atas suara Ummat dengan harga murah. Hancurkan mereka ya Allah ya Rabbana; rusak kehidupan mereka ya Rabbana; burukkan nasib mereka dan keluarganya ya Rabbana. Ya Allah berikan balasan atas setiap syahwat yang mereka dapat dengan mengkhianati Ummat, balaslah dengan kepedihan yang amat sangat. Amin Allahumma amin. Siapapun yang berkhianat atas amanat Ummat, layak didoakan keburukan.

Dalam pandangan kami, posisi Prabowo sangat strategis. Ia merupakan kandidat yang kuat untuk melawan pencitraan Jokowi. Dia punya kemampuan dalam memimpin dan bersikap. Dia juga punya program-program menuju kedaulatan bangsa, seperti layaknya Hugo Chavez dan Eva Morales. Kalau misalnya dalam dirinya ada kekurangan-kekurangan, maka para kandidat dari komunitas Muslim juga punya kekurangan, yaitu tingkat popularitas dan elektabilitas yang kurang dibandingkan sosok Jokowi. Misalnya seluruh suara partai Muslim 32 % merapat ke sosok tersebut; masalahnya, bagaimana dengan 68 % sisanya? Ini kan Pilpres, bukan Pileg lagi. Kalau 60 % suara masuk Jokowi, jelas dia akan menjadi RI-1. Cobalah gunakan nalar politik yang agak baik.

Kini carilah jalan untuk memperjuangkan kesempatan terakhir NKRI. Kami sendiri hanya sekedar memberi saran dan masukan.

Ada yang mengingatkan kami, “Hati-hati, jangan terlalu keras menyerang Jokowi. Kalau nanti dia menjadi presiden, bisa bahaya Anda.” Kami katakan: justru para pengecut itu yang bahaya nasibnya. Mereka tidak dibutuhkan dalam kehidupan ini. Alam semesta, manusia, dan Rabbul ‘alamiin tidak menyukai kaum pengecut. Malah orang-orang yang teguh hati, kuat dalam sikap, dan berpihak kepada Ummat, insya Allah akan selalu baik-baik saja. Kalau pun dia meninggal dalam perjuangan, itu ditakar sebagai kematian syahid, insya Allah.

Kami tidak gentar menghadapi masalah serumit apapun di negeri ini. Rabb kami adalah ALLAH TA’ALA, yang menguasai jagad raya. Agama kami adalah Islam yang sempurna, ideal, penuh berkah. Rasul kami adalah Sayyidul Mursalin, Muhammad SAW. Panduan hidup kami adalah Al Qur’an. Dengan keempat wasiat ini, apa yang harus ditakutkan? Kami tidak akan gentar menghadapi apapun, karena alam raya ini, termasuk Indonesia di dalamnya, adalah milik Allah Ta’ala, Rabb kami.

Rasul SAW mengingatkan: “La tatamannau an talqa al ‘aduw, wa in laqitumuhum fashbiru, ala innal jannata tahta zhilalis suyuf” (janganlah kalian merindukan bertemu musuh; namun bila musuh sudah di hadapan kalian, bersabarlah; ketahuilah bahwa surga berada di bawah naungan pedang).

Semoga bermanfaat! Amin ya Sallam.

(Mine).

 

 


5 Rahasia Politik Nasrani di Indonesia

$
0
0

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Kehidupan bangsa Indonesia ini tak bisa dilepaskan dari urusan politik. Politik adalah “seni menguasai kekuasaan lalu mengelolanya”. Kalangan Nasrani (Protestan, Katholik, dan aneka sekte lainnya) selalu bersemangat memasuki gelanggang politik, berbeda dengan Ummat Islam yang banyak konflik tatkala berbicara politik.

Kalau merunut perjalanan waktu, maka politik Nasrani di Indonesia dimulai dari era KOLONIALISME Belanda. Sebagian pribumi murtad dari agamanya, lalu menjadi pemeluk Katholik, Protestan, dan lainnya. Eksistensi Nasrani di Indonesia diawali oleh Kolonialisme, karena merekalah yang membawa agama itu ke Tanah Air. Slogan lama yang mereka elu-elukan: Gold, Gospel, Glory. Dan ternyata, di zaman modern ini karakter politik Nasrani tidak berubah jauh dari akar eksistensinya.

Menjelang Pileg April 2014 yang lalu, menjelang Pilpres Juli 2014, kembali geliat politik Nasrani menggeliat, terutama melalui lembaga gereja, media-media seperti Kompas, Suara Pembaharuan, dan lainnya; juga melalui gerakan politisi, calon legislatif, aktivis gereja, dan seterusnya. Mereka tidak mungkin akan melupakan urusan politik (kekuasaan) ini, terlepas seberapa besar apapun hasil yang mereka dapatkan dari usaha-usaha politik itu.

"Kuda Troya untuk Memuluskan Kolonialisme Dunia"

“Kuda Troya untuk Memuluskan Kolonialisme Dunia”

Kita sebagai Ummat Islam harus memahami karakter politik Nasrani ini, sebab sekian lama politik demikian selalu menjadi trouble maker bagi kehidupan Ummat Islam, bahkan menjadi sumber masalah bagi kehidupan rakyat Indonesia secara umum.

Berikut ciri-ciri politik Nasrani dari waktu ke waktu di Indonesia:

[1]. Karakter dasar politik Nasrani ialah ISLAM PHOBIA atau ANTI ISLAM. Hal itu sama dan sebangun dengan missi anti Islam yang dianut para kolonial klasik dan modern. Karena itulah mereka mati-matian memadamkan tumbuhnya kesadaran Islam, dengan berbagai cara. Seperti Kompas, mengapa media ini membuka hati dan dirinya kepada pemikir-pemikir Liberal? Ya karena tujuan paham Liberal itu adalah DEISLAMISASI, atau menghancurkan konsep Islam dari dasar-dasarnya. Media-media Nasrani akan mendukung apa saja yang destruktif bagi ajaran Islam.

[2]. Politik Nasrani bersifat ELITIK. Jangan bayangkan bahwa semua warga Nasrani, kaum Nasrani, rakyat Nasrani terlibat dalam urusan politik semacam ini, atau kebencian kepada Islam dan Ummatnya. Politik demikian hanya dijalankan oleh kaum elit-elit gereja, oleh media-media semacam Kompas, oleh politisi-politisi Nasrani, juga oleh para aktivis Nasrani yang bekerja dengan pamrih tertentu. Mereka ini sering memprovokasi dan mengagitasi rakyat Nasrani untuk melancarkan kebencian, memusuhi Islam, dan seterusnya. Logika yang selalu mereka kembangkan, kurang lebih begini: “Kalau Islam berkuasa di Indonesia, nanti kaum laki-laki Nasrani akan disunat, kaum wanitanya akan dijadikan isteri poligami, gereja akan ditutup, kebaktian akan dilarang, orang yang murtad akan dihukum mati, dan seterusnya.”

[3]. Politik Nasrani sebenarnya tidak peduli dengan nasib rakyat Nasrani di bawah. Ini fakta dan nyata. Jangankan kita berharap mereka akan peduli kepada kaum Muslimin, wong kepada kaum mereka sendiri saja, mereka juga tak peduli. Tujuan Kristenisasi sendiri adalah sangat politik. Misionaris Nasrani akan berusaha melakukan berbagai cara untuk mengubah data KTP seseorang. Jika semula agama tertulis Islam, Hindu, atau Budha, mereka akan berusaha agar keterangan agama berubah menjadi Kristen atau Katholik. Mereka akan memberikan fasilitas apa saja, agar kaum lain berubah data KTP-nya. Kalau sudah berubah, ia dianggap sebagai data politik; kalangan gereja akan segera mengklaim bahwa mereka punya umat Kristiani sekian-sekian, sesuai KTP yang mereka kumpulkan. Sedangkan tanggung-jawab untuk memperbaiki kondisi kehidupan warga Nasrani itu, memperbaiki ekonomi, pendidikan, sosial, kesehatan, dan seterusnya, TIDAK MEREKA LAKUKAN.

Mengapa kita melihat banyak aktivis Sosialis (Komunis) yang background keluarganya Nasrani? Bisa jadi, mereka adalah mantan-mantan penganut PKI di masa lalu, kemudian masuk Nasrani untuk berlindung. Tapi bisa jadi pula, mereka menjadi aktivis Sosialis (Komunis) karena sangat kecewa dengan sifat elitis gereja. Bahwa gereja selalu memprovokasi umatnya dengan hasutan kebencian kepada Islam dan kaum Muslimin; pada saat yang sama mereka tidak peduli dengan kehidupan umat Nasrani itu sendiri. Kalau para politisi Nasrani itu jujur, sebenarnya mereka sudah punya pengikut besar di dunia; jika demikian, mestinya mereka berdayakan umat itu sebaik-baiknya, bukan dibiarkan. Singkat kata, politik Nasrani itu hanya menguntungkan sejumlah kecil elit-elitnya saja. Tidak banyak manfaat untuk mengangkat derajat kaum Nasrani di bawah. Sejatinya rakyat Nasrani di bawah masih sangat banyak yang miskin, terlilit hutang, pengangguran, dan sebagainya.

[4]. Politik Nasrani sejatinya hanyalah merupakan kepanjangan tangan dari politik Kolonialisme. Hal itu tak diragukan lagi. Saat kapan saja bangsa ini berusaha menjadi baik, berusaha lebih berdaya, berusaha lebih kuat; maka kalangan elit-elit Nasrani tidak akan menyukainya. Mereka lebih menyukai Indonesia selalu berada di bawah kekuasaan Kolonial, seperti di era Belanda di masa lalu. Apa yang terjadi saat ini, penguasaan 70 % ekonomi nasional di tangan asing, tak lepas dari hasil perjuangan para politisi Nasrani. Kita masih ingat bagaimana Soeharto terus didesak oleh media-media Nasrani agar meminta bantuan IMF, sehingga hasilnya negeri ini hancur-lebur. BJ. Habibie diserang oleh Forkot, Fordem, Famred, dan seterusnya sehingga gagal menjadi presiden kembali. Di era Megawati, yang didukung banyak anggota legislatif Nasrani, menjuali aset-aset negara dengan harga murah. Begitu juga munculnya SBY dan berkuasa 10 tahun di negeri ini, juga berkat bantuan pencitraan media-media Nasrani. Kini politik Nasrani merapat ke Jokowi, karena memang tidak suka jika bangsa ini menjadi mandiri, berdaulat, dan hidup dalam kesejahteraan seperti diharapkan.

[5]. Politik Nasrani pada dasarnya sangat merugikan kehidupan bangsa Indonesia secara keseluruhan, bukan hanya kaum Muslimin atau aktivis Islam saja. Politik mereka sudah membahayakan NKRI itu sendiri, tidak sesuai dengan konsep Pancasila, Pembukaan UUD 1945, bahkan berpotensi membuat sengketa antar elemen-elemen bangsa Indonesia. Bukan hanya Syiah Rafidhah yang harus diwaspadai, atau Liberal Neolib, tapi juga politik Nasrani ini.

Satu momen penting perlu diingat, tentang Tragedi Ambon 1999. Peristiwa ini bisa menjelaskan karakter politik Nasrani di Indonesia. Tragedi Ambon sangatlah di luar dugaan masyarakat Ambon sendiri. Mereka tidak membayangkan antar pemeluk Nasrani dan Muslim saling memerangi, saling membunuh, dan menghancurkan. Padahal semula mereka, meskipun beda agama, diikat oleh konsep toleransi Pella Gandong. Sebelum terjadi tragedi itu, para preman asal Ambon yang ada di Jakarta, diminta pada pulang kampung. Mereka dari kalangan Nasrani dan Muslim saling bergaul, bercanda, ngobrol di atas kapal, menuju Ambon. Ketika sampai di darat, sudah berkumpul dengan warga masing-masing, para preman ini tiba-tiba menjadi bermusuhan. Sangat kelihatan kalau tragedi itu telah diatur sebelumnya. Ketika kaum Muslimin melakukan reaksi dengan menyurakan Jihad Fi Sabilillah, media-media Nasrani teriak-teriak penuh khawatir. Dan lucunya, elit-elit Nasrani memprovokasi rakyatnya sehingga terjadi konflik berat, tapi kemudian mereka mau cuci-tangan setelah konflik menimbulkan kerugian-kerugian besar. Warga Ambon terus bertanya-bertanya, mengapa terjadi Tragedi Berdarah 1999, padahal sebelumnya mereka bersaudara?

Ayat yang sering dibaca kaum Muslimin adalah ini: Wa lan tardha ankal yahudu wa lan nashara hatta tat-tabi’a millatahum (tidak akan pernah rela kepadamu -wahai Muhammad- orang Yahudi dan Nasrani, sampai kamu mengikuti jalan mereka). Surat Al Baqarah: 120.

Menariknya, dalam ayat-ayat Al Qur’an yang lain dijelaskan bahwa kaum Muslimin itu dekat dengan kaum Nashrani, sedangkan kaum Yahudi dekat dengan kaum musyrikin. Contoh, ketika terjadi perang antara Persia dan Romawi, kaum Muslimin menyukai kemenangan bagi Romawi, sedangkan kaum musyirikan Makkah menyukai kemenangan Persia yang sama-sama paganis. Ketika terjadi Perang Ahzab, kaum musyrikin bersekutu dengan kabilah-kabilah Yahudi di Madinah, untuk menikam Islam dan Ummatnya. Sedangkan Nabi SAW merestui hijrah para Shahabat ke negeri Nasrani, Habasyah (Ethiopia). Bahkan diceritakan, Kaisar Heraklius sendiri sebenarnya bersimpati kepada Nabi Muhammad SAW dan Islam, hanya saja orang-orang di sekitarnya tidak setuju atas simpati beliau.

Ternyata, Nasrani itu tidak ganas semua, tidak anti Islam semua. Yang anti Islam dan ganas, adalah Nasrani yang KONSEP AGAMA-nya telah DISETIR oleh Yahudi. Kalau Nasrani yang murni, merujuk kepada nilai-nilai Injil klasik yang belum dikontaminasi oleh tangan-tangan Yahudi, seperti Injil Barnabas; mereka bersikap baik kepada Ummat Islam. Coba perhatikan ayat Al Baqarah 120 di atas, kata Yahudi disebutkan lebih dulu, lalu diiringi kata Nasrani; hal ini mengisyaratkan satun makna, bahwa Nasrani yang ganas itu adalah hasil provokasi Yahudi, atau hasil campur-tangan Yahudi atas agama mereka.

Jujur kami sendiri juga merasa heran. Di antara semua jenis sekte dan agama di luar Islam, sebenarnya yang dekat dengan kita adalah kaum Nasrani. Bahkan sikap Islam kepada mereka jauh lebih baik dan tidak memaksakan. Masih ingat bagaimana sikap warga Nasrani Yerusalem ketika pasukan Khalifah Umar RA ditarik dari Yerusalem? Mereka menginginkan pasukan kaum Muslimin tetap berada di Yerusalem, bahkan bersedia memberi tambahan upeti (dana keamanan) jika pasukan Islam mau bertahan. Mereka bersikap begitu, karena pasukan Islam menghormati gereja-gereja mereka, tidak melanggar kehormatan dan hak-hak kaum wanita mereka, tidak menganiaya mereka.

Seharusnya muncul dari kalangan Nasrani di Indonesia orang-orang yang mau memperbaiki kondisi ini. Mereka harus berani bersikap tegas dan kritis kepada politik Nasrani yang selama ini lebih mengabdi Kolonialisme dan menyia-nyiakan kehidupan bangsa. Sudahlah, kalau mereka tak mau melihat umat Islam, lihat bangsa Indonesia! Toh kita semua peduli dengan negeri ini. Mereka harus tahu, tidak mungkin dan tidak akan kaum Muslimin berbuat kekerasan kepada kaum Nasrani, kecuali sebagai reaksi atau jika terjadi kezhaliman-kezhaliman. Karena perbuatan kekerasan tanpa alasan tidak dibenarkan dalam Islam, dan tidak ada realitasnya dalam sejarah Islam selama ribuan tahun.

Demikian, semoga tulisan sederhana ini bermanfaat. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin. Wallahu a’lam bisshawab.

(Mine).


Sebuah Humor Unik

$
0
0

Alhamdulillah, saat dalam tekanan, gelisah, jadwal bertumpuk, kadang Allah menghibur dengan hal-hal lucu. Contohnya, sebuah humor di bawah ini. Dikutip dari seorang kawan di Facebook; dia copas dari sumber Idjon Janbi. Semoga bermanfaat dan menghibur ya.

__________________________________________________________

 

ANAK CERDAS DARI JEPANG

Sebuah SMU di Amrik, saat kelas Sejarah, disitu ada seorang siswa baru dari Jepang yang bernama Suzuki Yamaguchi.

Ibu Guru : “Anak-anak, siapa yang terkenal dengan pernyataan ‘Kebebasan atau Kematian’…?” Suasana kelas hening 1 menit dan tiba-tiba Suzuki mengangkat tangannya : “Patrick Henry, tahun 1775 di Philadelphia…”

"Aku Ra Iso Opo-opo"

“Aku Ra Iso Opo-opo”

Ibu Guru :”Bagus sekali, Suzuki!

Dan siapa yg mengatakan ‘Negara ini dan Bangsa ini tidak akan pernah mati’…?” Suasana hening lagi.

Suzuki angkat tangan lagi : “Abraham Lincoln, tahun 1863 di Washington.”

Ibu guru memandang murid-muridnya : “Kenapa kalian ini? Suzuki orang Jepang, tetapi tahu sejarah Amerika dari pada kalian.”

Semua murid terdiam, tiba-tiba dari belakang ada yang teriak : “Pergi kamu, Jepang sialan!!”

Ibu Guru : “Hey…siapa yang mengatakan itu?”
Kembali Suzuki langsung mengangkat tangannya: “Jendral Mc Arthur, tahun 1942 di Guadalcanal…”

Suasana kelas semakin rame dan gaduh, tiba-tiba ada yang teriak : “Suzuki sialan, brengsek!”

Bu Guru : “Hey….siapa yang mengatakan itu?!”
Eeh…Suzuki malahan menjawab : “Valentino Rossi di Rio de Janeiro, Brazil, pada Motor Grand Prix tahun 2002…”

Ibu Guru semakin gusar dan berkata : “Sekali lagi kalian berbicara, akan kugantung kau di Monas…!!”
Suzuki menjawab : “Anas Urbaningrum, tahun 2012, pada kasus Hambalang di Indonesia!”

Ibu guru mengelus dada sambil geleng-geleng : “Waduuhh… Saya prihatin…”
Suzuki berteriak : “SBY presiden Indonesia ke 6!”

Ibu Guru semakin stress, lalu tepok jidat: “Wis aku ra popo…”
Suzuki berdiri dan berteriak : “Jokowi, calon Presiden Indonesia 2014!!”

He he he…

Sebuah humor lucu, menarik, memakai referensi. Alhamdulillah.


DKM MMR Bekasi dan KUDETA…

$
0
0

Tahukah Anda…

Tahukah Anda, apa yang sama dari peristiwa yang menimpa DKM lama Masjid Muhammad Ramadhan, dengan Presiden Mursi di Mesir?

Ya, kedua belah pihak, DKM lama MMR dan Presiden Mursi sama-sama mengalami tindakan kudeta dari pihak-pihak yang tidak menyukainya. Bener gak sih…

Mirip banget. Presiden Mursi dikudeta oleh Marsekal Abdul Fattah As-Sisi yang notabene adalah menterinya Mursi sendiri. Sedang kesuksesan kudeta atas Masjid Muhammad Ramadhan, karena atas rekomendasi Yayasan Al Anshar yang justru berasal dari masjid itu sendiri. Mirip kan…

"Kudeta Menimpa Siapa Saja (yang Muslim)"

“Kudeta Menimpa Siapa Saja (yang Muslim)”

 

Tapi ada lho bedanya? Mau tahu? Jamaah, mau tahu? Tunggu yang satu ini dulu…

Bedanya: Presiden Mursi dan FJP terlibat dalam politik demokrasi: sedang DKM MMR lama, sama sekali tidak terlibat politik demokrasi.

Katanya “yang sialan melulu” para pelaku politik demokrasi? Tapi ini fakta nyata, bahwa yang tidak masuk demokrasi pun dikudeta. Iya gak…

Tapi baiklah… coba kami sebutkan fakta-fakta lain sebagai perbandingan…

[1]. Masjid Babri di Ayodya India dihancur-leburkan oleh para ekstremis Hindu, sampai hancur. Bukan hanya dikudeta, tapi dimusanahkan, tinggal puing-puing saja. Terjadi pada 6 Desember 1992.

[2]. Masjid Merah (Masjid Lal) di Islamabad diserbu pasukan Pakistan, karena dianggap sebagai sarang Jihadis. Para pelajar dari Madrasah Hafshah dan Madrasah Faridia bangkit melawan. Tragedi besar 10 Juli 2007. Korban meninggal 70 orang, 30 di antaranya wanita.

[3]. Masjid Nurul Ikhlas di Cihampelas Bandung, dikudeta oleh PT KAI, dengan dibantu preman-preman. Kejadian 5 Mei 2014. Berita di media-media Islam.

[4]. Sekitar tahun 2002, aset-aset Yayasan Al Haramain, asal Saudi, dibekukan oleh aparat negara, karena tuduhan mendanai terorisme. Yayasan Haramain akhirnya “angkat koper” dari kegiatan dakwah di Indonesia. Belakangan, mereka memenangkan kasus hukum di pengadilan internasional Swiss. Tapi sudah terlanjur “dikudeta”.

[5]. Pemerintahan Islam Thaliban di Afghanistan tahun 2001 dikudeta oleh Amerika Cs, lalu mereka munculkan pemerintahan baru di bawah Karzai. Musibah ini sangat-sangat parah dan menyedihkan.

[6]. Pedagang-pedagang emperan di Pasar Tanah Abang dikudeta oleh Pemda DKI (Jokowi-Ahok), ratusan pedagang, menimbulkan masalah ekonomi bagi pedagang kecil.

[7]. Ratusan pedagang kecil di stasiun Jadebotabek digusur oleh PT. KAI (KCJ) dibantu ratusan aparat marinir dan sekuriti setempat. Bukan hanya dikudeta, tapi di-emek-emek tempat usaha mereka.

[8]. Ada masjid namanya Al Falah di kawasan Geger Kalong Bandung, sekitar 100 m dari Pesantren Daarut Tauhid Aa Gym. Dulunya masjid milik masyarakat Muslim biasa, tapi sejak awal 1990 dikudeta secara diam-diam oleh orang Syiah (Yayasan Al Jawad). Akhirnya kini jadi masjid “milik” Syiah.

Kalau dipikir-pikir…yang mengalami kudeta bukan hanya pelaku demokrasi saja. Coba perhatikan, Pemerintah Thaliban saja dikudeta.

Jadi kesimpulan?

Simpulkan sendiri dah…

(Abah).

 

 

 



Bolehkah Membaiat Pemimpin Ahli Bid’ah ?

$
0
0

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Baru-baru ini datang sebuah e-mail ke alamat “langitbiru” kami. Isi e-mail ini menanyakan tentang boleh tidaknya membaiat pemimpin ahli bid’ah. Kami akan coba berikan jawaban. Berikut isi e-mailnya.

PERTANYAAN: Assalamu’alaikum ustadz. Afwan saya mau tanya tentang masalah yang cukup serius. Moga ustadz bisa membantu. Beberapa waktu lalu sempat ramai tentang isu baiat kepada sebuah jamaah dakwah di negeri Timur Tengah. Ada pro dan kontra. Ada yang mendukung dan langsung ikut membaiat, ada juga yang menolak. Pihak pendukung beralasan, “Ini kan sebuah Daulah Islamiyah, jadi tunggu apa lagi, hayo segera bai’at. Kalau tidak, nanti kamu mati dalam keadaan jahiliyah.” Ada juga yang berpandangan lain, “Jangan dibaiat, itu kan orang Khawarij, kita gak boleh bai’at orang Khawarij karena mereka ahli bid’ah.” Begitulah pro dan kontra. Ustadz mohon diberi penjelasan sekaligus share untuk pencerahan Umat. Jazakumullah khoiron katsiron atas perhatiannya. (Nurhadi, Depok).

JAWABAN:

"Jangan Mendukung Eksistensi Sistem Ahli Bid'ah".

“Jangan Mendukung Eksistensi Sistem Ahli Bid’ah”.

Dengan memohon pertolongan dan ilmu kepada Allah Rabbul Jalali wal Ikram, kami memberikan jawaban sebagai berikut:

[1]. Mula-mula harus dibedakan antara pemimpin ahli bid’ah di atas sebuah sistem (manhaj) ahli bid’ah; dan pemimpin ahli bid’ah di atas sistem Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Kedua hal berbeda dan ada dalam sejarah Islam. Para ulama pun menyikapi berbeda.

[2]. Para ulama menjelaskan, bahwa sekte ahli bid’ah yang dikenal sesat dan keluar dari Ahlus Sunnah Wal Jamaah, setidaknya ada 7 kelompok, yaitu: Khawarij, Syiah Rafidhah, Mu’tazilah, Murji’ah, Jahmiyah, Jabbariyah, dan Qadariyah. Sering terjadi kesesatan suatu sekte menular atau dianut oleh sekte-sekte lainnya. Di era modern, kaum ahli bid’ah ini ditambahkan, yaitu: Liberal (orientalisme), Ahmadiyah, Inkarus Sunnah, pengikut Nabi-nabi palsu modern. Para ulama Ahlus Sunnah sepakat bahwa kelompok-kelompok di ataslah yang menyimpang dari Syariat dan keluar dari manhaj Ahlus Sunnah.

[3]. Secara umum, suatu pemerintahan yang menganut paham ahli bid’ah tidak dianggap sebagai pemerintahan Islam, atau pemerintahan berdasar Syariat Islam, tetapi ya dianggap sebagai pemerintahan ahli bid’ah. Karena secara hakiki paham ahli bid’ah bukanlah paham Islam, tapi paham yang menyimpang. Dengan sendirinya kita kaum Muslimin tidak boleh membaiat suatu pemerintahan ahli bid’ah. Jika pemerintahan ahli bid’ah boleh dibaiat, maka kita harus membaiat pemerintahan Syiah Rafidhah di Iran; pemerintahan Syiah Nusairiyah di Suriah; pemerintahan Syiah Shafawiyah di Iran dan Syiah Ubaidiyah di Mesir, pada masa lalu; juga pemerintahan Qaramithah yang sesat dan kufur. Para ulama Ahlus Sunnah sejak dulu sampai kini tidak melakukan hal itu.

[4]. Pemimpin ahli bid’ah di atas sistem Ahlus Sunnah masih memungkinkan dibaiat, dengan asumsi sang pemimpin tidak mengubah sistem pemerintahan menjadi sistem ahli bid’ah. Di zaman Imam Ahmad rahimahullah, pemerintahan Abbassiyah sempat dipimpin Khalifah ahli bid’ah dari kalangan Mu’tazilah. Ketika itu kepemimpinannya tidak di-makzulkan dan Imam Ahmad sendiri menolak memberontak kepadanya. Jadi pemimpin ahli bid’ah di atas sistem Ahlus Sunnah, masih memungkinkan dibaiat.

[5]. Lalu bagaimana dengan pemimpin di atas sistem Khawarij, bolehkah kita membaiatnya? Kalau benar-benar sistem itu memang mengadopsi ciri-ciri Khawarij, maka kita tidak boleh membaiatnya. Justru terhadap ahli bid’ah harus diingatkan, diluruskan, diperbaiki, bukan didukung di atas bid’ahnya. Dulu kaum Haruriyah di zaman Khalifah Ali RA, mereka tidak dibaiat atau didukung; tapi diminta taubat dan kembali kepada manhaj Ahlus Sunnah. Ketika tak mau taubat, mereka diperangi di Nahrawan. Sangat jelas sikap Ahlus Sunnah dari perbuatan Khalifah Ali RA.

[6]. Di antara ciri pemerintahan (kepemimpinan) Khawarij antara lain: a. Menganggap kebenaran di pihaknya, sementara Muslim lain tak berhak atas kebenaran; b. Mengkafirkan kaum Muslimin yang berada di luar kelompoknya; c. Memisahkan diri dari Jamaatul Muslimin dan membuat tafsiran “Jamaatul Muslimin” sesuai versi mereka sendiri; d. Terang-terangan memerangi kaum Muslimin yang lain, setelah sebelumnya menganggap mereka sebagai murtadin; e. Berbangga dengan kekejaman yang dilakukan atas orang-orang yang menyelisihi manhajnya. Hal itu pernah dilakukan kaum Khawarij ketika mereka membantai Shahabat Khabab bin ‘Arrat RA, juga isterinya yang sedang hamil. Mereka dibantai hanya karena berbeda pendapat.

[7]. Perbuatan kaum Khawarij benar-benar menyalahi Syariat Rasulullah SAW, antara lain sebagai berikut: a. Nabi SAW mengutamakan persatuan kaum Muslimin, sedangkan Khawarij mengutamakan perpecahan dan konflik; b. Nabi SAW menerima, mengakui, dan memuliakan orang yang masuk Islam; sedangkan Khawarij merasa gembira dengan menuduh Muslim di luar kelompoknya sebagai kafir dan murtad; c. Rasulullah SAW menyebarkan ilmu, hidayah, akhlak; sedangkan Khawarij menyebarkan pembunuhan, ketakutan, menyalahi janji, kekejaman; d. Rasulullah SAW lembut kepada Ummat, lembut kepada para Shahabat RA; sedang Khawarij arogan, kasar, menumpahkan darah Ummat; e. Rasulullah SAW memerangi kaum kufar, sedangkan Khawarij memerangi sesama Muslim yang berbeda pendapat; f. Rasulullah SAW menepati janji dan tidak berkhianat, sedangkan Khawarij berkhianat demi memenuhi nafsu sendiri. Demikianlah, banyak segi perbedaan antara sifat dakwah Rasulullah dan kaum Khawarij.

Dari semua ini bisa disimpulkan, kita tidak boleh membaiat kepemimpinan (pemerintahan) ahli bid’ah. Baiat terhadap mereka sama dengan mendukung penyimpangan atas Syariat Islam; mengekalkan bid’ah; serta dikhawatirkan baiat itu akan membuat yang bersangkutan ikut memikul dosa-dosa yang mereka lakukan. Nas’alullah al ‘afiyah.

Semoga jawaban ini bisa membantu memahami persoalan yang ada. Mohon dimaafkan jika ada kesalahan dan kekurangan. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamiin, wallahu a’lam bisshawab.

(Mine).


Lebih Bijak Memahami Posisi Pejuang Suriah (Piagam Kehormatan Revolusi)

$
0
0

Alhamdulillahi Rabbil’alamiin, was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah Muhammad wa ‘ala alihi wa ashabihil kiram wa sallim ‘alaihim ajma’in. Amma ba’du.

Baru-baru pimpinan Jabhah Islamiyah Suriah, Syaiikh Hassan Aboud dan sejumlah pimpinan faksi pejuang Islam Suriah menanda-tangani teks yang disebut “Piagam Kehormatan Revolusi”. (Isi teks ini dapat dibaca pada edisi terjemahan berikut: http://www.kiblat.net/2014/05/22/tokoh-jihad-nilai-piagam-jabhah-islamiyah-diintervensi-asing/).

Setelah teks piagam ini beredar, segera mendapat tanggapan dari faksi-faksi Mujahidin, khususnya Jabhah Nushrah dan para pemimpin Jihad internasional. Jabhah Nushrah adalah sebuah gerakan Jihad Islam, telah banyak berjasa bagi Ummat ini, telah berkorban habis-habisan dalam membela Ummat di Suriah. Mereka pantas bereaksi, pantas bersikap, dan alhamdulillah pernyataan sikapnya sangat baik, tidak keluar dari ranah Syariat Islam. (Isi teks tanggapan Jabhah Nushrah bisa dibaca pada edisi terjemahan ini: http://muqawamah.com/penjelasan-sikap-jabhah-nushrah-terhadap-piagam-kehormatan-suriah.html).

Munculnya “Piagam Kehormatan Revolusi” ini bila dipahami secara tekstual, bisa menimbulkan kerugian bagi para Mujahidin, baik di Suriah atau Mujahidin secara umum. Minimal akan membuat perpecahan yang ada selama ini semakin membesar. Oleh karena itu sebaiknya kita memandang isi “Piagam Kehormatan Revolusi” itu dalam bingkai yang lebih luas; terutama berusaha menangkap pesan-pesan tidak langsung darinya.

"Jangan Tergesa Menilai. Utamakan Persatuan!"

“Jangan Tergesa Menilai. Utamakan Persatuan!”

Mari kita mulai melihat makna “Piagam Kehormatan Revolusi” ini lebih bijaksana…

[1]. Posisi Jabhah Islamiyah (di bawah pimpinan Syaikh Hassan Aboud) selama ini cukup terjepit. Mereka berada di antara dua titik berbeda, yaitu Jabhah Nushrah yang berangkat dari Irak dan kaum Muslimin Ahlus Sunnah asli Suriah. Saat Jabhah Islamiyah menandatangani piagam tersebut, bukan berarti meninggalkan Jabhah Nushrah atau membuat jarak dengannya; bukan sama sekali. Posisi Jabhah Islamiyah di sana adalah sedang dikelilingi oleh para pejuang asli Suriah yang sedang mengajukan banyak tuntutan dan tekanan. Hal demikian harus dimaklumi.

[2]. Di antara isi piagam itu memang ada yang terkait dengan posisi Jabhah Nushrah. Hal ini janganlah dipandang sebagai sikap ashabiyah kebangsaan atau kesukuan. Tapi seolah memberikan pesan, pihak-pihak internal pejuang Ahlus Sunnah di Suriah, ingin lebih dihargai, ingin memikul peran lebih besar, atau menginginkan agar Jabhah Nushrah lebih mengerem mobilitasnya. Tidak mungkin mereka menolak atau bersikap buruk kepada Jabhah Nushrah, karena memang sejak awal mereka sangat membutuhkan keberadaan para pejuang Islam dari negeri lain.

[3]. Lahirnya piagam tersebut tak bisa dipisahkan dari kejadian tragis yang menimpa mujahid Jabhah Islamiyah, Abu Miqdam rahimahullah wa taqabbalallah fihi. Tersebarnya informasi penyembelihan Abu Miqdam yang dikenal sebagai “Qanaz Dababat” sangat mengguncang para Mujahidin Suriah. Khususnya para Mujahidin Jabhah Islamiyah. Di sini muncul berbagai ketidak-percayaan mereka kepada jamaah Daulah (ISIS) dan pihak-pihak yang masih berhuhungan dengannya. Sementara itu para pejuang Suriah sangat tahu bagaimana komunikasi balas-balasan tulisan yang terjadi antara Dr. Aiman Al Zhawahiri dan juru bicara ISIS selama ini. Di sana mereka melihat, bahwa Jabhah Nushrah sedikit atau banyak masih terkait dengan ISIS. Hal itu mulai membuat kepercayaan para pejuang Mujahidin Suriah mulai melemah, meskipun mereka juga tahu bahwa Jabhah Nushrah juga sama-sama diperangi oleh tentara ISIS. Potensi fitnah ini bisa diselesaikan dengan cara pembicaraan langsung ke pimpinan-pimpinan Mujahidin Suriah, jangan melalui media. Para pejuang senior Mujahidin perlu turun untuk membendung fitnah akibat terbunuhnya Abu Al Miqdam ini.

[4]. Perlu diketahui juga, negeri Suriah berbeda dengan negeri Muslim yang lain. Mereka selama puluhan tahun ditindas oleh rezim minoritas Nushairiyah. Mereka tetap Sunni,tapi diitindas oleh minoritas Syiah. Hal ini menimbulkan kekuatan perlawanan secara luas di masyarakat Suriah, hanya saja perlawanan diam-diam. Maka itu saat terjadi konflik, banyak sekali faksi-faksi Jihad muncul dari negeri ini. Keadaan demikian berbeda dengan situasi di negeri-negeri Muslim lain ketika Jihad berkumandang, hanya kelompok Mujahidin saja yang relatif sibuk. Perlu diingat, sejak era Hafezh Assad gerakan Jihad sudah berkembang di Suriah, bersama Ikhwanul Muslimin. Bahkan mereka itu aktif berhubungan dengan kelompok perlawanan Hamas di Palestina. Maka cara kita mendekati kancah peperangan di negeri ini harus berbeda dengan negeri-negeri lain. Intinya, perlu menjaga perasaan dan kehormatan saudara yang sejak lama tumbuh di negeri perjuangan.

[5]. Selain itu, isi “Piagam Kehormatan Revolusi” itu juga terkait sikap kelompok-kelompok Jihad Suriah terhadap gerakan ISIS. Secara jelas di sana disebutkan, mereka bereaksi keras terhadap klaim murtad yang dilontarkan oleh ISIS terhadap para pejuang dan rakyat Suriah yang tidak mendukung dirinya. Secara basa-basi jubir ISIS, Abu Muhammad Al Adnani, menolak bahwa ISIS mengkafirkan kaum Muslimin. Tapi dalam statement yang berjudul “Udzran ya Amir Al Qa’idah” jelas-jelas mereka mengkafirkan negeri-negeri Muslim Arab, Mesir, dan lainnya; bahkan berniat memerangi semua itu di bawah seorang Khalifah. (Menaklukkan Nuri Al Maliki saja belum bisa, tapi mau memerangi Jazirah Arab, Mesir, Afrika, dan lainnya?). Presiden Mursi saja mereka sebut murtad. Al Adnani tak segan-segan menyebut Jabhah Islamiyah dengan sebutan “Jabhah Laa Islamiyah”. (Ada yang aneh. Al Adnani menyebut pihak tertentu sebagai kelompok “Sururiyah”; di sisi lain mereka mencela pemerintah Saudi sebagai Ibnu Salul. Padahal yang mula-mula mengenalkan istilah “Sururiyah” itu adalah ulama-ulama dukungan pemerintah Saudi. Mana ada ulama Ahlus Sunnah sedunia yang peduli dengan istilah “Sururiyah” selain yang pro pemerintah Saudi? Ini adalah fakta kecil yang bisa bermakna besar). Di titik seperti inilah banyak pihak menyimpulkan perkara khawarij pada diri mereka. Para pendukung ISIS tidak boleh marah atau mengingkari, karena ia jelas-jelas disebutkan juru bicara ISIS dalam pernyataannya. Bahkan pernyataan itu disiarkan di berbagai media pendukung, termasuk di Indonesia. Adanya pernyataan-pernyataan Al Adnani itu harus disyukuri, karena ia memperjelas posisi ISIS di mata kaum Muslimin. Menjadi hak kaum Muslimin Suriah untuk membela diri, karena dalam hadits shahih dijelaskan, siapa yang wafat karena membela harta, agama, keluarganya, dia mati dalam keadaan syahid.

[6]. Adalah suatu reaksi yang bisa dimaklumi tatkala para pejuang Suriah melancarkan perang kepada ISIS, meskipun mereka sendiri sedang diperangi Nushairiyah. Mengapa demikian? Karena selama ini mereka telah ditindas secara kejam oleh Basyar Assad, lalu mereka berjuang ingin bebas, ingin lepas, ingin merdeka dari penindasan. Tapi anehnya, saat mereka sedang berjuang melawan rezim Assad, tiba-tiba datang “penindas” lain dari arah Irak. Pakaian dan simbol mereka seperti Mujahidin, tapi maksud dan tujuan untuk menguasai negara Suriah. Kalau diumpamakan begini: Bangsa Indonesia sedang berjuang mengusir Belanda, lalu tiba-tiba datang pasukan dari Malaysia, seragam dan simbolnya sama seperti pejuang kita; tapi maksud kedatangan mereka untuk menjajah Indonesia, menggantikan Belanda. Di sini Anda bisa memahami perasaan masyarakat Ahlus Sunnah di Suriah? Mungkin ada yang akan membantah, “Jangan terpaku pada konsep batas negara menurut Sykes Picot. Lemparkan itu ke tong sampah!” Jika demikian, kami balik bertanya, “Memang batas negara ISIS itu sendiri seperti apa? Apakah ISIS punya tapal batas yang jelas? Bagaimana petanya? Bagaimana bukti penguasaan mereka atas wilayah dalam peta itu? Bagaimana wujud pemerintahan di sana?” Andaikan ISIS punya tapal batas yang benar-benar jelas, diakui oleh kawan dan lawan; apakah adil ketika mereka datang ke Suriah lalu bermaksud merebut wilayahnya, lalu memaksa rakyatnya berbaiat kepadanya? Apakah tidak sebaiknya ISIS membantu rakyat Suriah lebih dulu untuk membebaskan diri dari penindasan rezim Assad, baru setelah itu mereka memberi pilihan kepada rakyat Suriah untuk mendukung ISIS atau mandiri? Andai perjuangan ISIS di Suriah sangat bermanfaat bagi kaum Muslimin di sana, pastilah mereka dengan rela akan mendukung kelompok itu. Inilah yang selalu dipertanyakan Ummat selama ini, ISIS mengklaim sebagai Daulah Islamiyah tapi tidak jelas batas dan bentuknya.

[7]. Bagi setiap Mukmin pasti sangat mendambakan sebuah Daulah Islamiyah seperti di masa-masa sejarah Islam yang sudah berlalu. Banyak gerakan-gerakan Islam modern dibangun untuk tujuan ke sana, meskipun caranya berbeda-beda. Namun Daulah ini tentulah suatu tatanan pemerintahan dan masyarakat yang membawa rahmat di muka bumi. Mereka membuka diri dari seluruh Muslim untuk berhijrah kepadanya; mereka mencintai kaum Muslimin dan tidak menuduhnya murtad; mereka menjanjikan pertolongan bagi setiap Muslim, bukan ancaman diperangi; mereka memberi keamanan dan keselamatan, bukan menebar pembunuhan, kekejaman, intimidasi; mereka menghargai kesepakatan dan perjanjian, bukan mau menang sendiri; mereka bertanggung-jawab penuh atas kesejahteraan, keamanan, dan kehidupan Umat; mereka mencintai para pejuang,memberi perlindungan, membantu keperluan, bukan memurtadkan pejuang, membunuhnya, lalu mempertontonkan kekejaman di hadapan manusia; mereka mendukung perjuangan Jihad bukan memporak-porandakan persatuan para Mujahidin; mereka memberi solusi, bukan memperparah keadaan. Kalau gambaran Daulah yang muncul itu penuh masalah, jauh dari karakter Daulah Nabawiyah; jangan salahkan kalau umat manusia meremehkan Daulah itu.

[8]. Tentang keadaan faksi-faksi Mujahidin Suriah sendiri, bisa jadi kondisi mereka saat ini sangat membutuhkan dukungan logistik, peralatan, pendanaan, dukungan politik, dan sebagainya dari internal bangsa Suriah maupun berbagai negara Muslim. Bisa jadi mereka melihat proses konflik di Suriah ini masih panjang, dibutuhkan sangat banyak bekal dan modal. Untuk itu mereka berusaha meraih simpati internal dan eksternal dengan tidak memperlihatkan permusuhan yang tegas terhadap konsep-konsep manusia seperti nasionalisme, demokrasi, sekularisme. Hal ini dipandang sebagai upaya politik, bukan sikap akidah. Betapapun faktanya negeri Suriah saat ini sudah hancur-lebur; para penduduk Suriah kehilangan negeri mereka seperti dulu; untuk membangun negeri ini kembali –sebagai suatu perkara yang memotivasi perjuangan bangsa Suriah saat ini- dibutuhkan tentusaja uluran tangan banyak pihak. Jika hanya mengandalkan modal dan kekuatan para Mujahidin, bisa jadi ada rasa kurang percaya dari diri sebagian pejuang Suriah.

[9]. Kalau dicermati tujuan “Piagam Kehormatan” ingin mencapai negara yang bebas dari penindasan, berdaulat, berkeadilan. Hal ini sebenarnya merujuk kepada konsep-konsep kenegaraan Islam, hanya dibahas dengan ungkapan yang bersifat umum. Bukankan setiap negara berdasar Syariat Islam diharamkan penindasan, rakyatnya merdeka, dan keadilan terlaksana di sana? Hal-hal demikian mesti dibaca sebagai kalimat diplomasi, bukan akidah sekuler. Tidak mungkin para pejuang Islam akan menggadaikan keyakinan dengan kekuasaan sekularisme. Mereka tidak perlu berjuang sebagai Mujahidin jika tujuannya sekularisme.

[10]. Juga perlu dipahami posisi gerakan Ikhwanul Muslimin di Suriah, sebelum pecah konflik dan sesudahnya; kemudian dikaitkan dengan posisi IM di Timur Tengah secara umum. Jabhah Islamiyah diyakini banyak didukung oleh para pejuang Al Ikhwan. Bahkan disebut-sebut, mereka adalah putra-putra para pejuang Islam di era Hafezh Assad di masa lalu. Al Ikhwan saat ini menghadapi tekanan sangat hebat dari pemerintah Saudi, Mesir, UEA, Bahrain, Israel, dan lainnya. Syaikh Al Qaradhawi sampai pindah ke Tunisia, setelah posisi Al Ikhwan di Qatar terdesak. Faksi-faksi Jihad yang berafiliasi ke Al Ikhwan di Suriah berada pada posisi sulit. Maka itu, satu sisi mereka terus mendukung perjuangan untuk menggulingan Bashar Assad, di sisi lain mereka tidak mau membuat musuh baru dari negara-negara di Timur Tengah dan lainnya. Kebijakan pemerintah As Sisi di Mesir benar-benar membahayakan posisi Al Ikhwan, terutama setelah penangkapan tokoh-tokoh seniornya. Bukan hanya itu, asset kekayaan, saluran dana, komunikasi, dll. juga banyak dibekukan. Kalau dikatakan lahirnya piagam itu karena “tekanan eksternal”, mungkin saja. Sebab bagaimanapun, yang berjasa memperpanjang umur gerakan perlawanan Suriah, sebagian besar dari luar.

Demikian, semoga pandangan seperti ini bisa memberikan nuansa lebih bijak tatkala kita melihat realitas perjuangan di bumi Syam yang diberkahi Allah dan didoakan Sayyidul Mursalin SAW. Amin Allahumma amin. Terimakasih.

(Mine).


MODUS Abraham Samad…

$
0
0

Seperti biasa, Abraham Samad Cs, berulah kembali. Mereka memainkan instrumen KPK untuk bermain politik. Bajunya para “penegak hukum”, tapi hatinya pemain politik.

Menjelang Pilpres diadakan, Abraham Cs, menetapkan pendukung Prabowo-Hatta, Suryadarma Ali sebagai tersangka korupsi di Departemen Agama RI. Katanya, kasus ini sudah beredar sejak bulan Januari, tapi “dipetik” oleh Samad Cs menjelang Pilpres.

Mungkin gak masalah ya “memetik” kasus saat kapan saja. Tapi masalahnya, bagaimana dengan keterlibatan JOKOWI dalam kasus korupsi pembelian bus Transjakarta? Apa Jokowi tidak terlibat di sana? Penggunaan dana triliunan, masak gak terlibat sih?

"Penegak Hukum atau Politisi?"

“Penegak Hukum atau Politisi?”

Sama juga soal Bank Century. Waktu awal memimpin KPK Samad janji, kasus Century kelar dalam waktu satu tahun. Satu tahun saudara. Tapi sampai kini gak kelar-kelar? Kenapa tuh Mad? Kendala hukum atau kendala politik? Aneh.

Jadi intinya, masalah korupsi di Indonesia ini bisa ditangani “sesuai kebutuhan politik”. Gak percaya? Coba ingat kasus LHI! Bagaimana hasil persidangan LHI saat ini? Apakah dia terbukti berbuat korupsi? Apakah ada uang negara dikorupsi? Gak ada. Malah sebenarnya itu masih statusnya “akan berbuat”, bukan “telah terbukti”. Orang-orang KPK stress memikirkan bukti materiil kasus LHI itu. Tapi dampaknya, kasus itu telah “membunuh” PKS dengan kejam. Beginilah modus Samad Cs.

Soal keterlibatan SDA dalam korupsi di Departemen Agama. Kami yakin SDA tidak terlibat korupsi di situ. Alasannya gini: SDA selama ini dikenal sebagai birokrat yang cukup bersih. Lagi pula dia Ketua PPP, masak berani sih lakukan korupsi? Dalam amatan kami, kasus yang dibawa Samad Cs ini semacam kasus “inefisiensi di PLN” yang melibatkan Dahlan Iskan itu lho. Negara dirugikan karena adanya pemborosan penggunaan uang, bukan maksud korupsi. Coba saja ingat, para pejabat SBY berulang-ulang membela Sri Mulyani dan Boediono dengan alasan: “Salah kebijakan tidak bisa dikriminalisasikan”. Harusnya KPK berbuat yang sama dalam melihat kasus inefisiensi di tubuh Departemen Agama.

Tapi kalo nafsunya sudah politik, ya apapun kenyataan bisa digoreng sesuka hati…

Ya tinggal memanfaatkan media-media aneh, seperti MetroTV, Media Indonesia, Kompas, Detik.com, Tempo, dan sejenisnya. Ya gampanglah, mereka kan biasa memainkan nada “korupsitainment”. Gak ada niat baik berantas korupsi sesungguh-sungguhnya.

Kalau KPK dan Samad Cs gentle, kalau gentle ya, harusnya mereka membidik para konglomerat China pendukung Jokowi itu. Tanyakan ke mereka soal dana BLBI 500-600 triliun yang mereka bawa kabur ke luar negeri. Harusnya Samad Cs main kesana, bukan nyari-nyari kasus untuk melakukan “tembakan politik”.

Kita masih ingat kasus SPRINDIK Anas yang beredar secara liar, sebelum Anas ditetapkan sebagai tersangka. Waktu itu kan Samad dianggap bersalah soal beredarnya SPRINDIK itu. Lalu penyidik meminta untuk membuka pesawat Blackberry milik dia. Ternyata dia gak mau memberikan? Aneh, dia suka menyadap komunikasi orang; tapi giliran alat komunikasi dia sendiri tak boleh disentuh aparat. Lagian kenapa gak dipaksa saja ya? Kenapa harus minta izin dulu? Wong petugas KPK itu sering kok blusukan ke rumah orang, tanpa permisi dulu.

Orang-orang semacam Samad Cs itu kayaknya perlu didoakan agar lurus jalannya; tidak berdusta; tidak berkhianat; tidak menjual murah keadilan dan pemberantasan korupsi. Kalau tidak mau jalan lurus, semoga Allah SWT benamkan mereka dalam kehancuran mendasar karena telah mengkhianati amanat kebenaran dan kehidupan rakyat.

Kami yakin SDA tidak bersalah. Tapi seandainya dia benar-benar bersalah…seharusnya Abraham Samad Cs bersikap adil dengan menetapkan Jokowi sebagai tersangka dalam kasus Bus Transjakarta dan aneka kasus korupsi di Solo.

Kamu bisa jujur Mad…?

(Abah).


Jokowi dan Isu HOAX

$
0
0

Baru-baru ini muncul komentar panjang dari pendukung Jokowi. Dari
Pak Mustamid El Wafha, SE. Intinya dia menjelaskan bahwa sekian
banyak tuduhan kepada Jokowi selama ini adalah HOAX. Lalu dia bantah
dengan sebutkan link-link berita tertentu. Terus dia juga sebutkan
sekian panjang daftar penghargaan untuk Jokowi.
Berikut kami sampaikan pandangan kami terhadap data-data “HOAX”
yang dirilis oleh Pak Mustamid El Wafha dan kawan-kawan semisalnya.
Selamat membaca dan kritis!

Judul: “Fitnah Dan Fakta Jokowi. Mari Kita Bongkar Fitnah Dan Fakta Jokowi HOAX”
1. Jokowi terlibat korupsi bus karatan TransJakarta. FAKTA
Jaksa Agung: Kasus TransJ Karatan Tak Terkait Jokowi
http://m.detik.com/news/read/2014/05…owi?n991102605
HOAX
2. Jokowi Mengirimkan Surat Penangguhan Pemeriksaan ke Kejagung
FAKTA: Kejagung tak Pernah Terima Surat Jokowi
http://m.jpnn.com/news.php?id=237410
Beredar Surat Jokowi ke Kejagung, Dirdik: Kami Tidak Pernah Panggil Jokowi
http://m.detik.com/news/read/2014/05…991101mainnews
Yang Membuat Surat Palsu Tersebut Ternyata orang Gerindra Sendiri
http://www.merdeka.com/politik/surat…-gerindra.html
HOAX

Komentar blog: Korupsi itu kan terjadi di bawah otoritas Gubernur DKI
(Jokowi). Bagaimana bisa pembelian bus sampai triliunan rupiah, Jokowi
tidak tahu apa-apa? Sangat menyedihkan. Untuk blusukan ke pasar-pasar
dia bisa, tapi pembelian bus triliunan rupiah, tak tahu apa-apa? Ajib wa
ajib jiddan. Jokowi di situ kan terkait dengan Michael Bimo yang dia
perintahkan datang langsung ke China mewakili posisi dirinya.
Nah, apa Jokowi menolak kenal dengan Michael Bimo, padahal foto akrab
mereka berdua beredar.

Isu HOAX Seputar Capres Jokowi

Isu HOAX Seputar Capres Jokowi

3. Muncul surat edaran Jokowi meninggal (R.I.P Jokowi) dengan nama Herbertus
FAKTA
Sampai detik ini, Jokowi masih hidup…
Diiklankan Meninggal, Jokowi: Itu Sudah Brutal dan Keterlaluan
http://lampung.tribunnews.com/2014/0…an-keterlaluan
HOAX

Komentar blog: Lagian siapa yang kurang kerjaan menyebut Jokowi
sudah “RIP”. Jelas-jelas dia sekarang jadi capres. Apa yang
jadi capres itu semacam “roh-nya”. Jokowi? Aneh.

4. Jokowi Non Muslim, huruf H di depan Jokowi itu Herbertus, bukan Haji
FAKTA
Jokowi: “H” di Depan Nama Saya Itu Haji, Bukan Hebertus
http://nasional.kompas.com/read/2014…Bukan.Hebertus
HOAX
5. Huruf H di depan Jokowi, bukan Haji tetapi Handoko
FAKTA :
Seperti FAKTA nomor 4
HOAX

Komentar blog: Kami tidak tahu ya soal “analisis forensik”
begituan. Yang jelas, Jokowi sudah sekitar 1,5 tahun
pimpin Jakarta, dan gak ada pengaruh positifnya.Malah baru
beli bus Transjakarta dari China, ternyata pada karatan.
Coba orang daerah sekali-kali datang ke Jakarta, boleh
siang, sore, atau malam. Boleh naik motor, boleh naik
mobil, boleh angkutan umum. Silakan rasakan “berkah Jokowi”
dalam bentuk kemacetan luar biasa yang banyak membuat
orang stress dan emosi.

6. Jokowi keturunan Cina, anak Oey Hong Liong
FAKTA
“Jokowi umur 53 tahun Oei Hong Leong umur 66 tahun. Hebat banget jika memang benar! Jika rumor Jokowi anak Oei Hong Leong benar maka OHL sdh punya anak sejak remaja! Dasar ngawur!”
http://www.solopos.com/2014/05/06/in…-jokowi-506296
HOAX

Komentar blog: Anda pernah dengar istilah “bayi melahirkan
bayi”? Maksudnya anak-anak masih remaja sudah punya anak.
Ada anak usia 14 tahun,atau 12 tahun, sudah punya anak.
Itu yang sering disebut “bayi melahirkan bayi”. Meskipun ini aneh, tapi ada. Apalagi pada pernikahan
orang-orang zaman dulu. Tapi kami sendiri tak tahu
pastinya ya, Jokowi itu anak siapa?

7. Jokowi Antek Asing
FAKTA
Tolak World Bank, Jokowi lawan dominasi asing
http://m.sindonews.com/read/2013/04/…dominasi-asing
6 Sikap Jokowi-Ahok mirip Soekarno tolak dominasi asing
http://merdeka.com/jakarta/6-sikap-j…asi-asing.html
HOAX
8. Jokowi Antek Zionis
FAKTA
Disebut Antek Zionis, Jokowi: Saya dan Keluarga Saya Haji
http://m.detik.com/news/pemilu2014/r…?992204topnews
HOAX

Komentar blog: Fakta Jokowi antek asing, itu sangat
mungkin. Anda pernah dengar Jokowi bertemu dengan
Dubes-dubes negara asing di rumah Jacob Soetoyo,
orang CSIS. Kalau mau ketemuan, kenapa sembunyi-sembunyi?
Dan kenapa mesti dia yang ketemu Dubes-dubes itu? Itu kan
urusan yang ranahnya DepartemenLuar Negeri dan Menlu,
kenapa harus Jokowi? Secara diplomasi, berhubungan
dengan pejabat asing tanpa diketahui Deplu adalah
pelanggaran. Malah itu termasuk jenis diplomasi buruk
para Dubes tersebut. Adapun soal konglomeratChina,
mengapa Jokowi bekerjasama dengan para pengemplang
BLBI, padahal kejahatan mereka masih belum terselesaikan
sampai sekarang? Akibat mega skandal BLBI itu negara
terus ngutang sampai tahun 2030-an.

9. Jakarta tidak ada perubahan dipimpin Jokowi
FAKTA
10 Hal Yang Sedang Berubah di Jakarta
http://m.kaskus.co.id/thread/52fc9ba…bah-di-jakarta
4 Perubahan Banjir di Jakarta Setelah Ditangani Jokowi
http://m.detik.com/news/read/2014/01…d772204topnews
HOAX

Komentar blog: Anda ini aneh, sudah jelas-jelas pada
awal 2013 dan awal 2014 kemarin Jakarta dihajar
banjir berat. Kerugian banjir awal 2013 malah
diperkirakan sekitar 20 triliun. Jokowi sendiri
waktu itu mengakui: “Saya kalah cepat dengan banjir.”
Masak Anda mau ingkari fakta begitu. Soal perubahan
di Jakarta, ya memang ada, yaitu: “Untuk pertama
kalinya seorang pejabat Gubernur DKI menggunakan
fasilitas Pemda untuk tebar pesona dan mendukung
pencapresan. Belum pernah terjadi begitu, kecuali
pada orang aneh ini.”

10. Jokowi bukan muslim
FAKTA
“Saya Jokowi, Bagian dari Islam yang Rahmatan Lil Alamin”
http://nasional.kompas.com/read/2014…an.Lil.Alamin.
HOAX
11. Ibunda Jokowi beragama kristen
FAKTA
Jokowi: Saya Haji, Bapak, Ibu, dan Adik Saya Juga Haji
http://regional.kompas.com/read/2014…Saya.Juga.Haji
HOAX

Komentar blog: Iya, untuk menulis “alhamdulillah” saja
salah. Juga juru bicara timsesnya, Anies Baswedan,
menyebut bacaan doa IFTITAF Jokowi bagus. Padahal
namanya doa Iftitaf yang dibaca secara pelan (sirriyah).
Soal Muslim atau Haji, banyak sekali di negeri kita.
Sedangkan niatan MENGAWASI KHUYBAH JUM’AT,itu belum
pernah terjadi sebelumnya, kecuali sekarang ini.
Aneh bin ajaib. Katanya Islam “rahmatan lil ‘alamiin”,
tapi Khutbah Jum’at mau dimata-matai?

12. Jakarta Bangkrut Dipimpin Jokowi
FAKTA
Dipimpin Jokowi, Pendapatan DKI Naik Rp 31 Triliun dalam Setahun
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea….dalam.Setahun
HOAX
13. KJS dan KJP produk gagal Jokowi
FAKTA
Program KJP dan KJS Jokowi raih penghargaan internasional
http://merdeka.com/jakarta/program-k…rnasional.html
HOAX

Komentar blog: Iya, pendapatan naik dengan menggenjot IMB
sampai 200 % lebih. Itu kan cara birokrasi yang
sangat kasar. Apa begitu yang namanya pemimpin merakyat?
Jadi nysahin masyarakat yang mau mendirikan
bangunan. KJS itu jelas membuat kekacauan regulasi
tenaga kesehatan di Jakarta, sampai Ikatan Dokter
dan Kementrian Kesehatan turun tangan. Untuk yang
begitu, tanyakan langsung deh ke para dokter
yang “kerja rodi” sejak program itu diberlakukan.

14. Lelang jabatan Jokowi tidak berguna
FAKTA
Berkat Lelang Jabatan Jokowi, Pelayanan di Kelurahan Jadi Cepat
http://megapolitan.kompas.com/read/2…han.Jadi.Cepat
HOAX

Komentar blog: Sebenarnya waktu jadi Walkot Solo,
Jokowi juga tidak melakukan lelang jabatan. Kenapa
ketika memimpin DKI, tiba-tiba ada program begitu?
Kalau mau jujur, tanyakan kepada seluruh jajaran
pejabat dan mantan kepala sekolah di Jakarta
yang sudah dicopoti oleh Jokowi, apa mereka ridha
dengan kebijakan begitu? Banyak sekali kemarahan itu,
hanya saja media-media “ProJo” tidak mau
mengungkapkannya. Cobalah turun ke bawah,
jangan mengandalkan Googling berita
dari media-media “ProJo”. Contoh tentang
Lurah Susan di Lenteng Agung, itu kan ditolak
oleh masyarakat di sana. Tapi terus dipaksakan.

15. Jokowi meminta sumbangan pencapresan adalah bentuk gratifikasi
FAKTA
KPK: Sumbangan ke Capres-Cawapres Bukan Gratifikasi
http://nasional.kompas.com/read/2014…n.Gratifikasi.
HOAX

16. Jadi gubernur DKI, Jokowi jual aset negara ke asing
FAKTA
Nasionalisasi, JOKOWI Beli Saham Perusahaan Asing Palyja
http://m.youtube.com/watch?v=xjQ-HHeGIjs
Beli PT Palyja, Jokowi Siap Cabut Pergub Swastanisasi Air
http://m.liputan6.com/news/read/2035…astanisasi-air
HOAX

Komentar blog: Tapi menurut FITRA, mereka mencela
rekening sumbangan pasangan Jokowi-JK sebagai
bentuk gratifikasi. Soal penjualan aset negara,
kalau tak salah itu terjadi saat di Solo.
Bukan di Jakarta. Di Solo terkait penjualan gedung
olah raga ke pengusaha tekstil.

17. Jokowi Capres Instan, tidak punya track record
FAKTA
Jadi walikota Solo periode 1
Jadi walikota Solo periode 2 (menang 91% tanpa kampanye)
Jadi gubernur DKI
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Joko_Widodo
HOAX

Komentar blog: Ya pasti dia punya reputasi. Pastilah
ada. Misalnya, dia setiap bulan tanda-tangan gaji
untuk pegawai Pemda. Itu juga reputasi. Jokowi masuk
kantor, lalu absen; itu juga reputasi. Jokowi
difoto-foto, lalu disebut sebagai “Foto Gub DKI”,
itu juga reputasi. Maksudnya, dia ada kerjaannya
lah selama jadi Gub DKI. Masak sih isinya cuma tidur,
makan, dan nonton TV. Gak mungkin kan?

18. Jokowi banyak utang
FAKTA
Laporkan Harta ke KPK, Jokowi-JK Tidak Miliki Utang
http://m.beritasatu.com/pemilu-2014/…iki-utang.html
HOAX
19. Jokowi melakukan kristenisasi dan pro-CINA karena mengangkat Ahok jadi wagub DKI
FAKTA
Prabowo yang mengangkat Ahok jadi cawagub Jokowi
http://m.tribunnews.com/metropolitan…k-jadi-cawagub
HOAX

Komentar blog: Kami tak tahu masalah hutang Jokowi.
Soal data Kristenisasi juga belum paham, atau belum
tahu itu. Mohon maaf.

20. Jokowi pro kapitalis, anti pasar tradisional dan ekonomi kerakyatan
FAKTA
Jokowi Resmikan Tiga Pasar Tradisional
http://www.solopos.com/2014/05/28/jo…isional-510076
Jokowi Resmikan 3 Pasar Tradisional, Pedagang Minta Modal
http://m.metrotvnews.com/read/2014/05/28/246558
HOAX

Komentar blog: Pembangunan pasar itu kan sudah
dimulai sejak periode sebelumnya. Jadi saat periode
Jokowi, dia tinggal resmikan saja. Ini tak
membuktikan apapun soal Jokowi tidak pro kapitalis.
Sama sekali tak membuktikan.

21. Jokowi Klemar Klemer dan Tidak Tegas
FAKTA
Jokowi: Masa Digertak Negara Kecil Kita Diam? Kalau Saya Tangani Langsung
http://news.detik.com/pemilu2014/rea…ngsung?9922022
HOAX

Komentar blog: Lha itu kan kenyataan, wong memang
buktinya begitu kok. Jokowi itu kalau berbicara
kan agak mirip kayak “mince” yang kerja di salon.
Coba saja lihat gaya-gayanya. Dia itu jelas
gemulai, seperti cewek. Meskipun tidak separah
Olga Saputra.

22. Jokowi Miskin Prestasi
FAKTA
Berikut Prestasi Jokowi
JOKO WIDODO
1. Satya Bhakti Kadin Jawa Tengah 2007
2. Solo Pos Award Solo Pos 2007, 2008
3. IKAPI Awards IKAPI 2008
4. Leadership Awards Menteri Aparatur Negara & Leadership Park 2008
5. Perhumas Award Perhimpunan Hubungan Masyarakat 2008
6. Tokoh Pilihan Tempo 2008 Majalah Tempo 2008
7. Kpl Daerah Tingkat II Terbaik Pengembangan MICE Majalah Venue 2009
8. Pelopor Inovasi Pelayanan Prima Presiden RI 2010
9. Kepala Pem Daerah berjiwa Enterpreneur Berhasil Property and Bank 2010
10. Innovative Government Award Kementerian Dalam Negeri 2010
11. Bung Hatta Anti Corruption Award 2010
12. Marketer Award Markplus Inc. 20 1 0
13. Alumnus Berprestasi Kategori Penggerak Sosial UGM 2010
14. Visit Ind mengembangkan destinasi wisata Kementerian Pariwisata 2010
15. IAI Award IAI Jawa Tengah 2011
16. Inovasi Manajemen Perkotaan Awards Kementerian Dalam Negeri 2011
17. UNS Awards — Tanda Jasa Dharma Budaya Bhakti Praja Rektor UNS 2011
18. Realestat Indonesia—Penataan Lingkungan, Relokasi PKL dan Penataan Pasar Tradisional
serta Peremajaan Kawasan Kumuh DPP REI 2011
19. Tokoh Perubahan 2010 Republika 2011
20. MIPI Awards Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia 2011
21. Satya Lancana Pembangunan Bidang Koperasi Presiden RI 2011
22. Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama Presiden RI 2011
23. GATRA Award Walikota Terbaik GATRA 2011
24. Charta Politika Award III TokohKepala Daerah 2012
25. Soegeng Sarjadi Award on Good Governance untuk Kategori Tokoh Inspirasi Pemberdayaan Masyarakat 2012
26. Pembina Bank Daerah Terbaik 1 2012
27. Anugerah Integritas Nasional 2013
28. Jak Award
29. Tokoh News Maker 2012
30. Best of The Best “The Right Man On The Right Place 2013″
31. Pembina BUMD Terbaik 2013
32. Tokoh Yang Memiliki Sikap dan Kebijakan Politik Yang Berpihak Pada Rakyat
33. Anak Bangsa Yang Layak Memimpin Bangsa
34. RMOL Democracy Award
35. PenghargaanTerbaik II “Rencana Kerja Pemerintah Daerah 2013 Tingkat Provinsi Kelompok A (DKI Jakarta) 20 13
36. Penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
37. Penghargaan Satya Lencana Karya Bakti Praja Nugraha Presiden RI
38. Soegeng Sarjadi Award “Award On Good Government” Kategori Kepemerintahan Terbaik Soegeng Sarjadi 19 September 2013
39. Prominent Figure With Positive Sentiment In Social Media 2013
40. Wreda Nugraha Utama 2013
41. Bung Hatta Anti Corruption Award 2013
42. Akuntanbilitas Kinerja Pemprov DKI
43. Jakarta Tahun 2013 dengan Predikat “CC” Menpan Azwar Abu Bakar 2013
44. Anugerah Parahita Eka Praya 2013 Provinsi DKI Jakarta 2013
45. Mens Obsesion Decade Award 2004-2014, Rising Leades
46. Pemerintah Daerah dengan Laporan Gratifikasi Terbanyak ke KPK
47. Tokoh Masyarakat Peduli Sosial Moestopo
48. Peran dan Dukungan yang Besar dalam Pengendalian Tembakau di Indonesia
49. Tokoh Pluralis Lembaga Pemilih Indonesia
50. Anugerah Tokoh Seputar Indonesia 2013
51. Provinsi Terbaik ke — 2 Pencapaian TujuanPembangunan Milinium Bappenas
52. Tokoh Terinspiratif Was-Was
53. Piagam Penghargaan Anubhawa Sasana Kelurahan Menteri Hukum dan HAM
54. Tokoh Peduli Ekonomi Kerakyatan Universitas Bung Hatta
55. Future Gov Award 2013 DKI Jakarta Winner of the category or E-Government
56. RekorDuniaPemprovDKI Kategori ParadeJenisBusana Tradisional Terbanyak
57. Tokoh Pelestari Kebudayaan Jakarta Penghargaan dari Soekarno Center Bali

— Indonesia sebagai Tokoh Teladan Demokrasi Indonesia.

Komentar blog: Ya, semua prestasi ini rata-rata karena
pengaruh pencitraan media yang berlebihan,
lalu menyebabkan banyak orang latah. Mereka seenaknya
memberi penghargaan, tanpa validasi dan komparasi yang
mumpuni. Kalau tidak, penghargaan diberikan oleh para
kompatriot Jokowi sendiri yang sejak lama ingin
“mempresidenkan” dirinya.

Kalau kami sendiri sampaikan fakta-fakta sebagai
berikut:

[1]. Jokowi itu membuat program mobil ESEMKA, lalu
tak jelas kemana itu program mobil tersebut? Bahkan
disebut-sebut mobil itu adalah “asli” bikinan perusahaan
asembling di China. Itu masuk kategori PENIPUAN lho.

[2]. Jokowi ini sebelum melakukan test drive ke Jakarta
dengan membawa mobil ESEMKA, dia melakukan ritual RUWATAN
terlebih dulu. Itu adalah perbuatan KEMUSYRIKAN.

[3]. Jokowi ini sudah dipilih warga Solo untuk jadi
Walikota periode kedua,tapi mutung di tengah jalan, ikut
Pilkada DKI. Baru 1,5 tahun jadi Gubernur DKI dengan
seabreg masalah di dalamnya, mutung lagi, ikut
pencalonan Presiden RI. Nanti kalau sudah jadi
Presiden RI, jangan-jangan dia akan mutung lagi.

[4]. Selama Jokowi memimpin Solo, sangat banyak dan
sering terjadi kasus pemberantasan terorisme disana,
dengan aktor utamanya Densus88. Sebagai Walikota Solo,
apa Jokowi tidak bisa mencegah “extra ordinary
killing” itu, karena sudah meresahkan kaum Muslimin?
Sampai MUI Solo sendiri turun tangan membela kepentingan
Ummat Islam. Lalu mana dong bukti Jokowi melindungi
nyawa rakyatnya di Solo?

[5]. Jokowi dibawa oleh Prabowo Subianto ke Jakarta,
untuk bertarung dalam Pilkada. Penggagasnya Jusuf Kalla,
tapi Prabowo yang melobi Megawati agar Jokowi diperbolehkan
ikut kontes Pilkada Jakarta. Setelah terpilih sebagai
Gubernur, Jokowi malah lupa dengan jabatannya sebagai
Gubernur DKI; malah menjadi pesaing Prabowo dalam pilpres.

[6]. Sebenarnya, sebelum nama Jokowi mencuat sebagai
capres, Megawati dan PDIP, sudah punya konsep peta
politik sendiri. Bahkan Megawati pernah menertawakan
surve-surve yang mengangkat citra Jokowi setinggi
langit. Sampai detik-detik terakhir, PDIP, ingin membuat
peta jalan sendiri; sesuai hasil perjuangan mereka
selama menjadi OPOSISI SBY selama 10 tahun. Tapi tekanan
berat yang menimpa kubu Megawati, membuatnya tak berkutik.
Katanya, para penekan Mega punya senjata ampuh untuk
memaksa Mega. Media-media, para wartawan, lembaga-lembaga
surve, dan koalisi PANASBUNG terus mendesak Mega dengan
ancaman-ancaman; sampai akhirnya Megawati pun luluh.

Di sini jelas, bahwa sikap MEMAKSAKAN KEHENDAK Jokowi
sangat hebat, sampai mengubah pendirian politik PDIP
yang sudah mati-matian banguncitra politik selama
10 tahun terakhir. Jokowi Cs tidak seramah yang
disangka. Mereka sangat buas.

[7]. Selama 1,5 tahun memimpin Jakarta, Jokowi
menggunakan fasilitas Pemda DKI untuk tebar pesona,
bangun citra, dan ngurusi pencapresan. Padahal,
tugas utama dia harusnya adalah menjadi Gubernur DKI.

[8]. Seperti disebarkan dalam iklan anomim, tentang
janji Jokowi untuk memimpin Jakarta selama 5 tahun.
Apa buktinya janji itu? Kebohongan publik yang
sangat telanjang. Kebohongan begitu mestinya bisa
dibawa ke ranah hukum, supaya para politisi tidak
seenaknya membohongi rakyat. Padahal untuk menghasilkan
Jokowi sebagai Gub DKI, negara telah keluarkan dana
triliunan rupiah. Apa Jokowi tidak bisa “ngempet” ambisinya, agar dana triliunan rupiah itu tidak sia-sia?

[9]. Adalah fakta nyata, ketika Jokowi jadi
Gubernur DKI, Walikota Solo dijabat seorang
politisi Nasrani. Kalau Jokowi menjadi Presiden RI,
jabatan Gub DKI juga akan kembali dijabat tokoh
Nasrani. Sampai ada yang bilang: Jokowi mewariskan
kepemimpinan Nasrani! Dua wilayah mayoritas Muslim
dipimpin oleh non Muslim. Aneh.

[10]. Adalah fakta nyata bahwa sebelum Pilkada DKI,
Jokowi sesumbar akan menyelesaikan masalah DKI
dengan manajemen, kepemimpinan, dan kerja.
Nyatanya adalah dia keteteran soal banjir. Kampung Pulo
-yang biasanya kami lewati- masih rawan banjir
sampai saat ini. Kemacetan juga, waduh rasanya
pelik banget di Jakarta ini. Nyaris tidak ada
perubahan soal kemacetan, malah semakin
menjadi-jadi. Lalu mana itu sesumbar Jokowi?

[11]. Hal paling menyedihkan dari Jokowi, setiap
menyambut momen Tahun Baru, dia fasilitasi perayaan
HEDONISME di jalan-jalan protokol besar Jakarta
(Thamrin-Sudirman). Kalau Gubernur sebelumnya
cenderung religius, suka silaturahmi ke ulama-ulama;
Jokowi justru pro hedonisme. Kalangan FPI
menyimpulkan, setiap selesai hura-hura tahun Baru,
Jakarta selalu dihajar Banjir. Bayangkan Bunderan HI
tidak pernah digenangi banjir, kecuali di zaman Jokowi.

[12]. Jokowi tidak care dengan para pengemplang BLBI
yang saat ini bersatu padu mendukung dirinya. Justru
harusnya mereka ditangkap, diproses secara kuat
oleh hukum, lalu disita aset-asetnya untuk membayar
hutang BLBI-nya. Jokowi di sini sangat jelas
keberpihakannya kepada konglo-konglo China
pengemplang BLBI. Bahkan demi konglo-konglo itu
Jokowi telah menghancurkan STRUKTUR POLITIK INTERNAL
Partai PDIP dan Megawati. Mereka susah payah
bangun oposisi selama 10 tahun, dihajar habis oleh
ambisi Jokowi yang tidak sopan.

[13]. Fakta besar yang tidak bisa diingkari siapapun,
kecuali barisan PANASBUNGdan sejenisnya,
bahwa PDIP dan Gerindra tadinya adalah teman politik,
sesama partner politik, sesama barisan oposisi
kepada SBY dan koalisinya. Tapi kemudian Jokowi masuk
dan merusak hubungan baik antara keduanya. Kini
kubu PDIP dan Gerindra berseteru tajam. Bahkan
Megawati mengingkari janjinya dalam perjanjian
Batu Tulis untuk mendukung pencapresan Prabowo.
(Unik sekali namanya perjanjian Batu Tulis.
Seolah teks perjanjian itu ditulis di atas batu,
sehingga susah dihapuskan. Nah, Megawati tega
hancurkan perjanjian itu, demi melayani ambisi
menggelegak Jokowi).

SIKAP KAMI: Kami sendiri sebenarnya tidak anti banget
ke Jokowi. Ya pemimpin Indonesia kita tahu karakter
umumnya. Sering “aji mumpung”. Kalau kini kami
kelihatan sangat anti-pati ke Jokowi, ialah karena
dia telah bersikap KHIANAT terhadap amanat sebagai
Gubernur DKI. Apa dia kira, amanat itu masalah
sepele gitu? Sangat menyedihkan. Kalau seorang manusia
berani meremehkan amanat masalah-masalah Jakarta,
padahal kita tahu sendiri, Jakarta adalah IBU KOTA
negara ini; lalu apa bisa kita berharap dia akan
menjadi pemimpin RI yang baik? Jauh, jauh,
jauh sekali. Beban seperti Jakarta saja
diingkari, apalagi kalau nanti jadi Presiden RI?

Kami ingin Pak Jokowi buktikan dulu kemampuannya
dalam menyelesaikan masalah-masalah Jakarta. Jangan
jadi pengkhianat amanah rakyat! Dalam Kitabullah
dikatakan: “Innallaha laa yuhibbul kha-inin”
(sesungguhnya Allah tidak menyukai para
pengkhianat). Al Anfaal: 58. Ingat selalu ayat
itu wahai Pak Jokowi dan kawan-kawan pendukungnya!!!

Semoga para pembaca dan masyarakat memahami sikap
politik dan pendirian seperti ini. Mari berusaha
menjadi manusia jujur, meskipun sulit. Dan mari
berusaha menolak sikap khianat, meskipun banyak
yang menikmatinya!

Terimakasih. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamiin.

(Mine).

Catatan: Buat simpatisan Jokowiers, Jasmev, Panasbung, atau semisalnya, kalau komen

yang sopan ya. Kalau komen tidak sopan, akan dibuang. Mohon maklum.


Prabowo dan Nasib TNI

$
0
0

Bismillahirrahmaanirrahim.

Dulu banyak perwira atau prajurit TNI bersikap nyinyir kepada Prabowo Subianto, karena yang bersangkutan adalah menantu Pak Harto, dan mendapat jenjang karier melesat di TNI. Ibaratnya, kalau ada satu lampu terang, lampu itu akan merasa nervous ketika datang lampu lain yang lebih terang. Yah, sifat kemanusiaan.

Tapi seiring perjalanan waktu, banyak orang mengetahui bahwa Prabowo memiliki sifat yang baik dan karakter yang luhur. Dia tidak semata-mata memiliki gejolak ambisi pribadi, tetapi memiliki sifat pembelaan terhadap urusan bangsa/negara sangat tinggi. Salah satunya, Prabowo hanya menghendaki kebaikan bagi TNI. Meskipun dia terluka atau dizhalimi.

Mari kita lihat masalahnya…

[1]. Saat revolusi Mei 1998 itu, citra TNI sudah benar-benar nyaris ambruk. Karena TNI dipandang sebagai “satu paketan” dengan Orde Baru. Bahkan TNI adalah “backbone-nya” rezim Orde Baru. Maka ketika rezim hancur, pilar-pilar pendukungnya juga akan ikut hancur.

"Menanggung Beban Berat demi Kebaikan Bersama"

“Menanggung Beban Berat demi Kebaikan Bersama”

[2]. Pasca revolusi Mei 1998, Prabowo mendapatkan sanksi sangat berat. Jabatan sebagai Pangkostrad dicopot oleh Presiden Habibie, bahkan seluruh atribut kemiliteran dia dilucuti. Prabowo bukan perwira lagi, bahkan bukan siapa-siapa lagi. Akses politik, militer, publik, seolah dihajar sampai tandas.

[3]. Seharusnya yang paling bertanggung-jawab terhadap Kerusuhan Mei 1998 di Jakarta adalah Jendral Wiranto selaku Panglima TNI, pemegang tongkat hirarki tertinggi di tubuh TNI; Pangdam Jaya, Syafrei Syamsuddin; dan Kapolda Metro Jaya. Mereka inilah yang mestinya sangat bertanggung-jawab, karena posisinya terkait langsung dengan situasi keamanan-ketertiban publik. Sedangkan Pangkostrad Prabowo, meskipun punya pasukan besar, ia ditujukan untuk bela negara hadapi situasi darurat, serangan dari luar; bukan untuk menghadapi kemelut politik internal. Secara hirarki, Pangkostrad harus selalu koordinasi dengan pejabat-pejabat TNI yang lain.

[4]. Media-media massa sekuler, para politisi, aktivis gerakan kiri, LSM, dan seterusnya selalu memojokkan Prabowo terkait peristiwa Mei 1998; tapi mereka tidak melihat kejadian ini secara struktural. Seakan ada suatu kesengajaan khusus untuk menghancurkan Prabowo, dan menyelamatkan yang lain (Wiranto). Ternyata, modus kekejaman opini itu masih terus dipakai sampai saat ini (menjelang Pilpres Juli 2014). Ya pelaku dan elemennya masih sama.

[5]. Meskipun Prabowo mempunyai banyak alibi atas keterlibatannya, namun dia memilih menahan diri, menenggelamkan diri, meskipun fitnah bertebaran luar biasa. Alasan dia simple; dia tak mau TNI pecah; kalau TNI pecah, Indonesia pun akan pecah. Ini adalah sikap ketulusan yang layak dihargai.

Apalagi yang belum dihadapi Prabowo? Segala macam fitnah sudah dia telan, makan, dikunyah-kunyah sampai lembut. Di tubuh TNI, dia difitnah. Di jajaran keluarga Soeharto, difitnah. Di mata Habibie, difitnah juga. Antar sesama jendral petinggi TNI, difitnah keras. Di mata para politisi, difitnah juga. Di mata asing dan industri kapitalis, difitnah juga. Secara keluarga dan rumah tangga, difitnah juga. Di mata media dan politisi, waduh sudah langganan fitnah.

Tapi ada hal menarik yang patut direnungkan tentang sosok Prabowo. Coba perhatikan: Pasca Kerusuhan Mei 1998 hampir saja institusi TNI dihabisi oleh sesama anak bangsa, karena lembaga ini dianggap backing-nya Orde Baru. Mahasiswa, aktivis demokrasi, LSM, media-media sekuler, para politisi, pihak-pihak luar negeri, dan seterusnya ingin segera menghabisi TNI. Namun saat Prabowo mendapatkan sanksi berat, dilucuti dari seluruh atribut kemiliteran, amarah publik agak mereda. Mereka melihat TNI mau berubah. Faktanya, Prabowo bisa dihabisi riwayat kariernya.

Dalam situasi itu, Prabowo telah menunjukkan jiwa besarnya. Seharusnya yang diadili terlebih dulu adalah Jendral Wiranto, karena dia penanggung-jawab tertinggi militer. Anda masih ingat pidato singkat Wiranto, sesaat setelah BJ. Habibie menerima tampuk kekuasaan dari Pak Harto? Itu kan artinya, Wiranto benar-benar penanggung-jawab keamanan. Iya tidak? Lha, kok setelah itu malah Prabowo yang dikorbankan?

Bahkan Wiranto lebih jahat lagi. Kepada Habibie dia mengatakan, pasukan Kostrad sedang terkonsentrasi di Jakarta. Tanda-tanda ancaman kudeta. Karena alasan itu pula, Prabowo diberhentikan secara kilat sebagai Pangkostrad. Tetapi kemudian Wiranto mengklaim, tidak ada itu isu kudeta. Keadaan aman-aman saja kok. Begitulah retorika Wiranto. Satu sisi mencari kesempatan untuk menghajar Prabowo; di sisi lain, tidak mau disalahkan di depan institusi TNI. Akhirnya Wiranto dapat kedua-duanya; Prabowo tersingkir, karier dia sendiri selamat.

Selama bertahun-tahun lamanya, Prabowo enggan untuk mengklarifikasi semua kejadian itu. Dia memilih diam, atau berharap masyarakat mengerti sendiri masalahnya. Alasan dia, “Tak mau TNI pecah!” Kalau dia marah-marah, menulis buku isinya blak-blakan tentang kondisi pasca Revolusi Mei 1998, khawatir TNI akan pecah, lalu negara dalam bahaya.

Di titik ini, Prabowo tidak hanya berjasa bagi Kopassus, tapi rela menanggung beban berat, untuk menyelamatkan institusi TNI itu sendiri. Dia layak mendapat apresiasi dan dukungan. Demikian, terimakasih.

(Admin).

 

 

 

 

 


Viewing all 423 articles
Browse latest View live