>> Zaman jahiliyah, orang Arab sudah mahir-mahir soal syair. Tapi yang diutamakan: isi syair. Bukan lafadz atau bunyi.
>> Barulah Al Qur’an yang datang membawa: keindahan sastra, kedalaman makna, sekaligus bacaan “melodi”.
>> Dengan membaca saja, secara TARTIL, tanpa ditambah apa-apa, itu seperti lantunan lagu yang indah.
>> Seolah, bagi Muslim, bacaan Al Qur’an seperti pengganti lagu & musik.
>> Ingat lho, ini bukan BUDAYA ARAB. Tapi anugerah DARI LANGIT. Kenapa? Karena sebelum itu bangsa Arab TIDAK KENAL bacaan teks berlagu (bermelodi) seperti Al Qur’an itu.
>> Bila Nabi Dawud As dianugerahi suara seruling yang sangat merdu; maka Rasulullah dianugerahi TILAWAH QUR’AN yang hebat.
>> Semakin beriman seorang Muslim, pancaran pengaruh bacaan Al Qur’an-nya smakin kuat. Alhamdulillah.
>> Kaum Yahudi begitu iri dengan LAGU LANGIT ini, sampai mereka membuat tradisi baca Taurat/Talmud dengan lagu. Biasanya mereka baca gulungan (scroll) panjang. Anak-anak mereka dididik ketat dalam hal ini.
>> Kaum Nasrani paling parah. Mereka kehilangan akar agamanya, karena akarnya adalah budaya Bani Israil (budaya itu diambil oleh Yahudi). Maka mereka mencipta “lagu langit” dalam bentuk lagu-lagu koor gereja. Mengutamakan bacaan kolektif. Mereka sangat disiplin dalam menjaga kaidah lagu-lagu ini. Pengetahuan mereka tentang musik begitu kuat. Lagu-lagu gereja itu sering diperdengarkan dalam Misa-misa.
>> Masyarakat budaya Jawa juga merasa butuh pada lagu dengan sentuhan rohani. Mereka membuat konsep lagu Mocopat, Dandang Gulo, Asmorodono, Megatruh, Pucung, dll. Ustadz Hartono Ahmad Jaiz paham hal ini. Tapi sering juga lagu-lagu itu dipakai dalam suasana hedon dan mistik.
>> Kaum nasionalis tak ketinggalan. Mereka buat syair-syair memuja Tanah Air. Supaya nuansa spiritualnya dapat, mereka cipta konsep lagu HYMNE. Hymne ini seperti “lagu suci” yang selalu dikumandangkan dalam suasana khidmat.
>> Lantunan doa, lagu rohani, atau ayat-ayat suci dikenal secara internasional dg istilah RECITATION. Kita menyebutnya RESITA. Dalam istilah Arab: TILAWAH (membaca). Kata ahli Islam, “Tilawah” hanya dipakai untuk Al Qur’an saja.
>> Pemerintah sekuler Turki pernah membuat adzan dengan versi bahasa Turki. Sangat aneh dan ganjil. Sampai akhirnya adzan Turkish itu ditinggalkan Muslim di sana.
>> Pernah diperdengarkan adzan versi China. Juga sangat aneh, ganjil, bikin geli.
>> Tilawah Qur’an bukan soal BACAAN teks biasa. Ia adalah ANUGERAH MELODI DARI LANGIT. Ia adalah berkah besar. Maka itu MARI BERSAMA KITA JAGA ANUGERAH agung ini.
>> “Fa idza qara’nahu fattabi’ qur’anahu” (kalau Kami -lewat Jibril As- telah membacakan Al Qur’an, maka ikutilah bacaannya). Al Qiyamah 18.
SELAMAT BERTEKUN-TEKUN MENJAGA KITABULLAH.
(BlueWater).
